Oleh: Muhaimin Iqbal
SETELAH project Alfaafa berjalan beberapa bulan sejak digagas oleh para peserta I’tikaf di Masjid Daarul Muttaqiin Jonggol – Ramadhan lalu, ada gairah baru yang subhanallah di lingkungan Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin. Project Alfaafa adalah ‘small win’ baru yang menyemangati semua yang terlibat, bahwa petunjuk beserta penjelasannya (QS 2 : 285) dan jawaban atas segala hal (QS 16 :89) itu satu demi satu dapat kita lihat buktinya in action. Lantas timbul keinginan kami untuk menularkan gairah berusaha ini dalam scope yang lebih luas, yaitu untuk membangkitkan jiwa entrepreneurship bagi saudara-saudara muslim kita semua. Bisakah kita menggunakan sumber yang sama yaitu Al-Qur’an untuk mendorong lahirnya generasi pengusaha jenis baru, yaitu yang menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasinya? Kami optimis insyaAllah bisa!
Appresiasi Islam terhadap para pebisnis yang jujur sungguh sangat tinggi. Dalah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Pebisnis yang jujur dan tulus akan ditempatkan bersama para nabi, para siddiqin dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi).
Adalah Dr. Yusuf Qaradhawi ulama kontemporer yang berusaha menjelaskan mengapa pebisnis yang jujur dan tulus ini ditempatkan di tempat yang sama dengan para syuhada. Menurut beliau karena pebisnis yang jujur ini seperti orang yang berjihad terus menerus melawan berbagai tipu daya dan godaan setan – dalam bentuk jin dan manusia!
Mengapa begitu penting peran para pebisnis ini? Karena bila peran ini tidak dimaksimalkan oleh para pebisnis muslim yang jujur dan tulus tersebut diatas – segala kebutuhan umat ini akan dipenuhi oleh umat yang lain. Umat ini menjadi tidak merdeka, terjajah dan dengan mudah diperdaya oleh para pengendali usaha yang memenuhi hajat hidup masyarakat luas – dengan cara-cara mereka sendiri.
Maka inspirasi dan dorongan untuk berusaha (tijaarah) dan berdagang (bay’) ini muncul di sejumlah surat dalam Al-Qur’an baik secara eksplisit tersurat maupun yang bersifat konsekwensi. Al-Qur’an misalnya menginspirasi kita untuk mengolah bumi dan menikmati hasilnya:
وَهُوَ الَّذِي أَنشَأَ جَنَّاتٍ مَّعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفاً أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهاً وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُواْ حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِي
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS 6 : 141)
Al-Qur’an menginspirasi kita untuk menguasai bisnis internasional dengan menyeberangi lautan, “Allah lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS 45:12), dan beberapa ayat-ayat lain yang senada. Melalui para pedagang yang melintasi lautan ini pulalah Islam sampai ke negeri ini.
Bahkan jauh hari sebelum manusia modern bisa meng-eksploitasi langit (sebagian); Allah sudah mendorong kita untuk bisa mengolah sumber-sumber yang ada di bumi dan di langit:
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مِّنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لَّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS 45 : 13).
Bukankah komoditi vital yang sekarang jadi perebutan bangsa-bangsa di dunia salah satunya adalah sumber energi? Padahal Allah memberinya secara melimpah dari langit, yaitu matahari! Siapa yang akan mengambil peluang untuk mengolah energy yang akan ada sampai akhir jaman ini?
Tetapi Al-Qur’an juga memberikan batasan, bahwa begitu pentingnya upaya kita untuk memenuhi kebutuhan kita ini – tidak berarti kita boleh mengambil hak orang lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS 4 : 29).
Kesibukan kita dalam berniaga juga tidak boleh melalaikan kita dari tugas utama kita beribadat kepadaNya: “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS 24 :37).
Ayat-ayat ini baru sebagian kecil saja dari yang sudah berhasil kami identifikasi untuk menjadi sumber-sumber inspirasi usaha, menjadi panduan apa yang boleh dan apa yang tidak, bahkan juga ada sejumlah ayat yang menjadi jawaban dari problem-problem usaha yang kita hadapi. Terlalu panjang kalau semua saya uraikan disini, tetapi insyaallah akan kami share – contoh dan aplikasinya – dalam Pesantren Wirausaha Akhir Pekan di Daarul Muttaqiin – Jonggol Sabtu 25/02 sampai Ahad 26/02 akhir pekan ini.
Ketika kami bersyukur berhasil mewujudkan ‘small win’ dalam project Alfaafa di awal tulisan ini yang inspirasinya secara keseluruhan dari ayat-ayat Al-Qur’an, kami berfikir suatu hari solusi besar atas masyalah-masyalah umat ini pasti juga datangnya dari petunjukNya di Al-Qur’an dan sunnah RasulNya. Siapa tahu langkah Anda bergabung di pesantren akhir pekan tersebut juga bisa menjadi bagian dari solusi besar ini. InsyaAllah.*
Penulis Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com