Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
TELAH tibakah masanya? Masih jauhkah kita dari keadaan ini? Ataukah kita yang tak peka sehingga tak sanggup melihat apa yang sesungguhnya telah terjadi?
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau menyebutkan sejumlah fitnah yang akan terjadi di akhir zaman. Kemudian ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Kapankah itu terjadi, wahai ‘Ali?”
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menjawab:
إِذَا تُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ، وَتُعُلِّمَ لِغَيْرِ الْعَمَلِ، وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِغَيْرِ الآخِرَةِ.
“(Fitnah-fitnah tersebut terjadi) jika fiqih dikaji sungguh-sungguh bukan karena agama, ilmu agama dipelajari bukan untuk diamalkan, serta kehidupan dunia dicari bukan untuk kepentingan akhirat.” (Riwayat Al-Hakim).
Telah adakah gejala-gejala seperti ini di hadapan kita? Jika dulu para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in bekerja mencari penghidupan bahkan dalam rangka keta’atan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, demi meraih akhirat yang sentausa, maka pada zaman fitnah yang terjadi justru sebaliknya. Akan banyak orang yang berlomba-lomba mencari dunia, tetapi sama sekali bukan untuk kepentingan akhirat. Jalannya mungkin ibadah, tetapi demi meraih dunia.
Ini mengingatkan kita pada perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam sebuah hadis shahih mauquf. Salah satu tanda zaman fitnah menurut Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah الْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ (mengejar dunia dengan amalan akhirat). Di masa itu, akan banyak orang bersemangat melakukan sebagian amal akhirat untuk mengejar dunia sebanyak-banyaknya. Ini berkebalikan dengan para salafush shalih yang mereka mencari dunia pun untuk mengejar akhirat. Sangat berbeda.
Sudahkah ini terjadi?
Banyaknya orang mengejar dunia dengan amal akhirat, berbarengan dengan munculnya orang yang تُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ. Siapakah itu? Mereka yang bertekun-tekun mendalami agama bukan untuk agama. Mereka bersungguh-sungguh mempelajari agama untuk meraih dunia. Mereka inilah orang yang sangat memukau perkataannya tentang kehidupan dunia dan mempersaksikan kebenaran isi hatinya kepada Allah Ta’ala. Dan manusia pun berbondong memburu dunia dan mencintainya (hubbud dunya) tanpa merasa khawatir sedikit pun amalannya terhapus di Yaumil Qiyamah.
Alangkah berbedanya dengan generasi salafush shalih yang senantiasa mengkhawatiri amalnya. Padahal mereka adalah sebaik-baik generasi.
Marilah kita renungi sejenak ayat ini:
“من كان يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون”
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.” (QS. Huud, 11: 15).
Allah Ta’ala memberi balasan tunai di dunia. Tetapi di akhirat? Adakah yang disebut sebagai kekekalan energi positif seperti syubhat yang disuarakan oleh para penganut Law of Attraction? Mari kita perhatikan ayat selanjutnya:
“أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وباطل ما كانوا يعملون”
“Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud, 11: 16).
Alangkah buruk kesudahannya. Alangkah buruk….
Sudah adakah tanda-tanda manusia mengejar dunia dengan amal akhirat? Sudah adakah orang yang bertekun mendalami agama untuk dunia? Jika masa itu telah tiba, ingatlah bahwa air paling jernih adalah yang paling dekat dengan sumbernya. Maka, tengoklah generasi itu; generasi awal yang terbaik, para salafush shalih.
Berpeganglah kepada yang dalilnya kuat. Bukan kisah yang tidak jelas keshahihannya. Bukan pula dalil umum untuk perkara yang khusus.
Sebagai penutup, marilah kita renungkan sejenak apa yang menjadi kekhawatiran Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ أُمَّتِيْ كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمِ اللِّسَانِ
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah setiap munafik yang fasih lisannya (pandai bersilat lidah).” (HR. Ahmad).
Semoga catatan sederhana ini bermanfaat dan barakah. Semoga Allah Ta’ala kokohkan iman kita dan tidaklah kita mati kecuali dalam keadaan benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Apakah tidak boleh kita meminta dunia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Sangat boleh. Tetapi bukan melakukan amal akhirat untuk meraih dunia. Mintalah kepada Allah Ta’ala kapan saja, tak menunggu sedekahmu berlimpah. Ketahuilah adab-adabnya.*
twitter @kupinang