PANDANGAN merupakan jendela bagi anak untuk melihat dunia luar. Apa saja yang dilihat oleh kedua matanya akan terpatri di dalam benak, jiwa, dan ingatannya dengan cepat.
Jika ia dibiasakan untuk bisa menundukkan dan menjaga pandangannya dari aurat, disertai dengan adanya rasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka hal itu akan melahirkan kemanisan iman yang bisa dirasakan oleh si anak. Ini seperti yang pernah dirasakan oleh seorang anak saleh, Abdullah At-Tastiri, dimana ia selalu mengulang-ulang wiridnya ketika hendak tidur dengan mengucapkan, “Allah selalu menyaksikanku, Allah selalu melihatku, dan Allah senantiasa bersamaku.”
Terkadang anak meremehkan hal ini, atau bahkan melupakannya untuk kemudian dikuasai hawa nafsunya, sehingga mengumbar pandangannya pada remaja puteri dengan syahwat dan kenikmatan. Maka apa yang dilakukan Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam jika menghadapi anak yang melakukan hal itu?
Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwa ia berkata, “Adalah Al-Fadhl bin Abbas membonceng Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, lalu datanglah seorang wanita dari Khats’am yang meminta fatwa kepada beliau. Al-Fadhl kemudian memandang perempuan itu dan ia pun memandangnya. Maka akhirnya Rasulullah memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi yang lain.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Al-Fadhl bin Abbas bahwa ia sendiri berkata, “Aku pernah berada di belakang Nabi (membonceng beliau) mulai dari Jam’ hingga Mina. Ketika beliau sedang berjalan, tiba-tiba ada seorang badui yang juga memboncengkan seorang putrinya yang cantik. Beliau berjalan sejajar dengan orang tersebut. Aku pun akhirnya memandangnya. Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam melihatku lalu membalikkan mukaku dari memandangi wajahnya. Kemudian aku mengulangi untuk memandangi lagi, lalu Nabi kembali membalikkan wajahku dari memandang wajahnya. Beliau melakukan hal itu sampai tiga kali, namun aku belum juga mengakhirinya. Beliau masih terus mengucapkan bacaan talbiyah sampai akhirnya melontar Jumrah Aqabah.”
Zanzuwaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Adalah Fadhl bin Abbas pernah membonceng Nabi lalu beliau memalingkan wajahnya dengan tangan beliau seraya berkata, “Wahai putera saudaraku, sesungguhnya sekarang ini adalah suatu hari di mana siapa yang bisa mengendalikan pandangannya serta bisa menjaga kemaluan dan lidahnya, akan mendapatkan ampunan.”
Dalam riwayat Ibnu Jarir dalam kitab Tahdzib al-Atsar disebutkan dalam riwayat bahwa Abbas berkata kepada Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, “Aku melihat engkau memalingkan wajah anak pamanmu.” Rasulullah kemudian bersabda, “Ya, karena aku melihat seorang wanita dan lelaki muda dan aku khawatir bila setan masuk di antara keduanya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Al-Fadhl bin Abbas pernah membonceng Rasulullah , lalu datang seorang wanita dari Khats’am kepada Nabi untuk meminta fatwa. Al-Fadhl memandang wanita itu dan ia pun memandangnya. Akhirnya beliau memalingkan wajah Al-Fadhl dengan tangan beliau ke sisi yang lain. Wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, kewajiban dari Allah yang berupa ibadah haji kepada para hamba diturunkan ketika ayahku sudah tua sehingga sudah tidak mampu untuk menunggang kendaraan. Bolehlah aku menghajikannya?” Beliau menjawab, “Ya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya (4/343) dan juga oleh Bukhari dan Muslim).
Jika demikian, maka anak harus dibiasakan untuk menundukkan pandangan dari aurat di setiap tempat sehingga naluri seksualnya tidak keburu matang secara tidak sehat. Sebab, hal ini bisa menimbulkan bahaya terhadap kejiwaan, jasmani, sosial, dan moral anak.
Syaikh Abdul Hamid Kisyk dalam ceramahnya pernah mengutip perkataan salah seorang ilmuwan Jerman seputar urgensi menundukkan pandangan ini dan bahwa ia merupakan terapi satu-satunya terhadap masalah seksual.
Ia mengatakan, “Aku telah mempelajari psikologi dan berbagai obat untuk mengatasi persoalan seksual. Dan aku tidak mendapatkan satu obat pun yang lebih mujarab dari firman Allah di dalam kitab Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur: 30).
Tentang masalah menutup aurat, maka seorang anak sudah mulai dibiasakan untuk melakukan hal itu seiring dengan perintah untuk mengerjakan shalat. Ia harus mengenakan pakaian untuk menutupi auratnya. Ini berlaku bagi anak laki-laki maupun anak perempuan.
Anak laki-laki akan mengenakan pakaian yang menutupi auratnya, demikian juga halnya dengan anak perempuan. Demikianlah akhirnya, anak akan tumbuh secara lurus, jiwanya akan terbina secara baik, akhlaknya menjadi lurus serta imannya menjadi kuat.*Muhammad Suwaid, dari bukunya Mendidik Anak Bersama Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam.