Hidayatullah.com | Assalamu alaikum Wr. Wb.
Yth. Ustadz, dulu saya telah membuat janji nadzar andaikan saya lulus ujian maka saya akan bersedekah sejumlah uang dan berjanji untuk menahan keinginan melakukan dosa-dosa zina mata secara disengaja selama kurun waktu 6 bulan (saya takut jika janji untuk selamanya, saya tidak akan kuat). Adapun janji pertama untuk bersedekah sudah saya tepati, namun janji kedua menjadi sulit untuk dilakukan karena godaan-godaan sering muncul.
Seringkali saya harus memulai dari awal untuk melaksanakan janji yang kedua karena saya telah gagal. Pertanyaan saya, apakah nadzar kedua saya dapat diterima oleh Allah walaupun waktu pelaksanaannya sering gagal?
Apakah nadzar saya sudah dianggap gugur dengan pengertian saya tidak bisa melaksanakan, dan saya mendapatkan dosa dari pelanggaran nadzar tersebut? Mohon penjelasannya Pak Ustadz, karena saya khawatir dosa besar dari kegagalan melaksanakan nadzar tersebut, walaupun saya akan terus berusaha melaksanakannya. Terima Kasih.
Wassalamu alaikum wr.wb | Yudhi
Jawab:
Waaalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Saudaraku yang dirahmati Allah, nadzar yang anda lakukan tampak merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas kenikmatan yang anda harapkan sebelumnya dan ternyata Allah mengabulkannya. Tiba gilirannya anda melaksanakan dua janji anda kepada Allah dan Alhamdulillah andapun diberi anugerah Allah untuk dapat melaksanakan salah satunya yaitu bersedekah sejumlah uang. Sedangkan yang kedua anda masih merasakan adanya keberatan dalam memenuhinya.
Perlu diketahui bahwa dilihat dari segi jenis hal yang dinadzar kan (hal yang akan dilakukan) ulama membagi menjadi tiga macam nadzar yaitu nadzar ketaatan, kemaksiatan, dan mubah. Berhubung ketaatan itu macam-macam, maka madzar ketaatan ini bermacam-macam pula dan mempunyai konsekuensi hukum berbeda-beda.
Ketaatan itu adakalanya wajib/fardhu –baik ‘ain maupun kifayah-, ada juga yang sunnah. Dalam memberikan pengertian wajib ‘ain pada masalah nadzar ini, para ulama memaksudkan bahwa nadzar tersebut adalah bernadzar untuk melakukan sesuatu yang diwajibkan syariat untuk melakukannya -seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, dan sebagainya- atau meninggalkannya, seperti meminum khamr, berzina, dan sebagainya.
Berdasar pada klasifikasi ini, maka nadzar Anda yang belum terlaksana itu termasuk dalam kategori nadzar ketaatan yang wajib ‘ain dalam arti sesuatu yang wajib untuk ditinggalkan yaitu zina mata. Secara hukum, nadzar dengan sesuatu yang wajib, menurut mayoritas ulama adalah tidak sah. (al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:XXXX/155)
Pendapat mereka didasarkan pada dalil ‘aqli (logika). Mereka menyatakan bahwa wajibnya sesuatu yang dinadzarkan itu dikarenakan dalil syariat berupa al-Qur’an maupun hadits tidak jadi wajib gara-gara nadzar. Dengan demikian, tidak ada artinya mewajibkan sesuatu yang sudah wajib. Mewajibkan yang wajib adalah sesuatu yang tak terbayangkan.
Adapun konsekuensinya, karena memang tidak sah -yang sama artinya dengan dianggap tidak pernah terjadi- maka tidak ada kewajiban apapun terkait dengan tidak terlaksananya nadzar tersebut. Tidak wajib melaksanakan salah satu kaffarah (denda) sumpah dan tidak pula yang lain. Kalaupun ada konsekuensi, tidak lain adalah dosa yang timbul akibat pelanggaran terhadap kewajiban itu sendiri bukan karena tidak melaksanakan nadzar. Wallahu a’lam.*/ diasuh Ustadz Abdul Kholik, Lc, MHI