Dalam Madzhab Maliki menelang ingus tidak membatalkan puasa, selama ingus masih di dalam hidung/mulut, bagi Madzhab Syafi`i menelan ingus membatalkan puasa
Hidayatullah.com | PARA ulama berselisih pendapat apakah menelan dahak dan ingus menyebabkan batalnya puasa? Berikut pandangan para ulama dalam empat madzhab:
Madzhab Hanafi
Menurut Madzhab Hanafi menelan ingus (balgham) dan dahak (nukhamah) tidak membatalkan puasa. Ingus yang keluar di hidung jika disedot melalui hidung ia tidak membatalkan puasa.
Namun hal itu disyaratkan ketika ingus belum keluar dari hidung. Jika sudah keluar dari hidung lantas disedot dan ditelan maka hal itu bisa membatalkan puasa. Sedangkan dahak yang keluar dari setelah berdehem hukumnya sepertin hukum ingus. (Durar Al Hukkam, 1/202).
Namun dalam Al-Bazzaziyah disebutkan bahwa hendaklah membuang ingus, agar puasanya tidak batal menurut pendapat mujtahid. Ibnu As-Sikhnah pun menyatakan, ”Aku ingin memberi peringatakan terhadap hal ini, karena ini penting.” (Durar Al Hukkam, 1/202).
Madzhab Maliki
Dalam Madzhab Maliki menelang ingus tidak membatalkan puasa, selama ingus masih di dalam hidung atau mulut, namun kalau mampu membuangnya hendak dibuang, karena makruh menelan ingus di saat berpuasa. Hal itu dikarenakan ingus datang dari nggota badan yakni kepala, dan ia bukan termasuk makanan dan minuman. (At Taj wa Al Iklil, 3/348)
Madzhab Syafi`i
Sedangan dalam Madzhab Syafi`i, jika ingus belum masuk ke rongga mulut, maka ketika seseorang tidak mampu untuk mencegahnya turun ke tenggorokan maka hal itu tidak membatalkan puasa. Namun jika sudah di mulut kemudian sengaja ditelan maka hal itu membatalkan puasa.
Namun bagaimana jika ingus turun ke saluran pencernakan dengan sendirinya, sedangkan seorang yang puasa bisa mencegahnya? Ada dua pendapat, dan yang paling shahih adalah bahwa hal itu membatalkan puasa. Hak itu dikarenakan kelalaian orang yang berpuasa untuk mencegah agar ingus tidak masuk ke dalam perut, sedangkan ia mampu melakukannya. (Raudhah At Thalibin, 2/360).
Madzhab Hanbali
Dalam madzhab Hanbali dibedakan antara ingus yang turun dari kepala dan yang berasal dari rongga badan. Jika dari rongga badan maka ketika ia ditelan maka hal itu membatalkan puasa.
Namun jika berasal dari kepala ada dua pendapat. Dan pendapat madzhab adalah batal, sedangkan pendapat lainnya tidak, namun dimakruhkan.
Namun ada jalan lain dalam Madzhab Hanbali dalam masalah ini, yakni tanpa membedakan dari mana asalnya ingus, di mana ada dua pendapat batal dan tidak batal. (Lihat Al Inshaf, 3/326).
Bagi yang berpandangan bahwasannya menelan ingus tidak membatalkan karena ia berasal dari mulut, seperti ludah. Namun yang berpendapat membatalkan ketika ia tidak berasal dari mulut seperti muntahan. (dalam Al Mughni, 3/123).
Lebih Baik Dihindari
Bagi penganut Madzhab Syafi`i tentu dilarang menelan ingus atau dahak secara sengaja, karena hal itu membatalkan puasa. Namun bagi yang mengikuti madzhab lain hendaklah juga menghindari untuk menelan dahak, sehingga puasanya sah menurut madzhab-madzab yang ada.
Hal ini yang diperingatkan oleh para ulama Hanafi, meski bagi mereka menelan ingus tidak membatalkan puasa. Dalam Al Bazzaziyah disebutkan bahwa orang yang berpuasa hendaklah membuang ingus, agar puasanya tidak batal menurut pendapat mujtahid.
Karena itu dalam Madzhab Syafi`i menelan ingus membatalkan puasa. Ibnu As Sikhnah pun menyatakan,”Aku ingin memberi peringatakan terhadap hal ini, karena ini penting.” (dalam Durar Al Hukkam, 1/202).*/Thoriq, LC, MA