Membaca satu huruf dari Al-Qur’an satu kebaikan, dan dilipatgandakan sepuluh kali lipat, tapi Islam menganjurkan mentadaburkan isinya, agar “hati kita tidak terkunci”
Hidayatullah.com | MEMAHAMI ayat-ayat dari Al-Qur’an dan mentadaburkanya adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim, karena ia diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Allah Ta’ala berfirman;
كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
”Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS: Shaad: 29).
Dibolehkan hanya membaca tanpa memahami maknanya dengan tujuan mendapatkan pahala membaca, sebagaimana keumuman hadits Nabi ﷺ,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
”Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat.” (HR. Tirmidzi).
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Siapa yang membaca satu huruf dari al-Quran maka dia mendapat satu pahala. Dan setiap pahala itu dilipatkan menjadi 10 kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR: Turmudzi)
Dari Abdullah bin Amru, Rasulullah ﷺ bersabda,
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا
”Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, bacalah dan tingkatkan, tartillah dalam menbacanya (di jannah) sebagaimana kamu membaca di dunia. Sesungguhnya tempat (kembalimu) pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad).
Al-Khattabi berkata, ”Disebutkan dalam sebuat atsar, sesungguhnya jumlah ayat-ayat Al-Qur’an itu sesuai dengan tingkatan jannah. Maka dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, naiklah di tingkatan jannah sesuai dengan jumlah bacaanmu.
Barangsiapa yang menyempurnakan bacaan seluruh Al-Qur’an maka dia memiliki puncak tertinggi tingkatan jannah, dan barangsiapa yang membaca satu juz maka dia memiliki tingkatan jannah sesuai bacaan tersebut, maka endingnya pahala itu ketika di penghujung bacaan.” (Lihat: Tuhfatul Al-Ahwadzi: 7/232, Tadabburul Al-Qur’an: 24).
Dalam hadis di atas dapat disimpulkan, membaca saja sudah dapat pahala apalagi memahami maksa dan isinya. Hadis ini menyebutkan pahala membaca al-Quran.
Ajuran Tadabbur dan Tafakur
Tadabur menurut bahasa adalah memikirkan di balik sesuatu akibatnya. Ia hampir sama maknua dengan tafakkur. Kata tadabur (تدبر) berasal dari kata da-ba-ra – dubur (دبر), yang berarti “belakang” lawan qubul (قبل), yang berarti “depan.”
Dari kata dabbara – dubur (دبر), berarti “memikirkan sesuatu yang ada di akhir (belakang) sesuatu. Seperti dalam kalimat Tadabbartu al-amr (تدبرت الأمر), yang artinya “memandang, memperhatikan sesuatu yang ada di belakang (di akhirnya).
Kata tadabbur disebut 4 kali dalam Al-Quran. Di antaranya;
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS: Muhammad [47]: 24)
Dengan ayat ini Allah menegaskan, apakah mereka tidak memperhatikan, yaitu membaca, memikirkan, menghayati, dan mendalami pesan-pesan yang terdapat di dalam Al-Quran, hingga mereka beriman kepada Allah.
Sementara tafakkur artinya menggerakkan hati, merenungkan atau memikirkan. Kata tafakkur berasal dari tafakkara (التفكر) . Ia merupakan isim masdar dengan kata kerja تفكر – يتفكر yang artinya adalah memikirkan sesuatu.
Dalam Kamus al-Munawir dijelaskan bahwa kata رّكفت sama halnya dengan kata رّكذت yang berarti mengingatkan, sedangkan merupakan bentuk mudhari’nya berati memikirkan.
Tujuan Al-Quran diturunkan bukan sekadar hanya dibaca, namun Allah menyeru seluruh hambanya untuk menghayati sari pati dari isinya, sebagaimana firman-Nya:
كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. “ (QS: Shad: 29).
Imam al-Tabari menyatakan makna ayat tersebut ialah tujuan penurunan al-Quran supaya umat Nabi Muhammad ﷺ mentadabburkan makna ayat al-Quran serta beramal dengan segala yang telah disyariatkanNya. [al-Jaami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Aayi al-Quran, al-Thabari ( 20/79)].
Kita diperintahkan memahami isi kandungan Al-Quran untuk diambil pelajaran dan diamalkan di dalam kehidupan. Karenanya sangat rugi umat Islam yang telah diberi Al-Quran hanya sekedar dibaca saja, tetapi tidak berusaha memahami menghayatinya, sebagaimana firman Allah swt:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maksudnya: (Setelah diterangkan yang demikian) “Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?. (QS: Surah Muhammad (24)
Berdasarkan ayat tersebut dapat difahami bahwa mereka yang membaca al-Quran tanpa menghayati, tanpa memikirkan atau tidak melakukkan tadabur, maka kata Allah, “apakah hati mereka telah terkunci?”
Bagaimanapun, ayat tersebut menunjukkan agar kita merenungkan, memahami dan mentadaburkan isi ayat Al-Quran setelah kita baca. Sekiranya mereka yang telah membaca al-Quran dengan tadabbur, maka jiwa-jiwanya mereka akan diberikan kelapangan untuk menerima hidayah serta hikmah daripada Allah ﷻ.*