Hidayatullah.com–Walau proses penyelenggaraan haji baru berlangsung pada September 2015 mendatang, tetapi berbagai masukan dan saran agar penyelenggaraan haji ke depan lebih baik mulai mengalir ke Kementerian Agama. Salah satunya dari Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menyoroti kualitas bimbingan manasik haji.
Anggota DPD Fahira Idris mengatakan, penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia sudah menjadi even nasional yang besar, karena selain melibatkan banyak pihak di dalam negeri, pelaksanaan kegiatan ini berlangsung di negara lain yaitu Arab Saudi sehingga sangat kompleks.
“Karena itu harus ada evaluasi setiap kali penyelenggaraan haji selesai. Ini agar ke depan penyelenggaraan haji ke depan terus lebih baik dan sempurna, bukan mencari-cari kesalahan. Salah satu temuan Komite III DPD adalah perlu ada terobosan untuk meningkatkan kualitas manasik haji,” ujar Fahira yang juga Wakil Ketua Komite III DPD di mana lingkup tugasnya adalah pengawasan bidang keagamaan, salah satunya penyelenggaraan haji, di Komplek Parlemen, Senanyan, Jakarta (13/01/2015).
Menurut Fahira, dari semua proses penyelenggeraan haji terdapat tiga poin penting yang patut mendapat perhatian untuk ditingkatkan kualitasnya yaitu pembinaan, pelayanan (baik saat berada di Indonesia maupun di Arab Saudi), dan terakhir perlindungan jemaah haji. Manasik haji termasuk dalam kategori pembinaan yang sangat menentukan lancar-tidaknya jemaah saat menjalankan rangkaian kegiatan di tanah suci.
Berdasarkan hasil temuan Komite III DPD, lanjut Fahira, pola manasik haji pada 2015 ini harus diformat ulang dengan lebih mengutamakan praktek langsung berupa simulasi, daripada teori. Selain itu, pembimbing manasik haji harus disertifikasi agar terdapat standar yang sama diantara para pembimbing haji, baik dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) maupun dari Kementerian Agama (Kemenag).
“Saya masih dapat laporan kalau ada beberapa pembimbing haji yang masih belum paham sepenuhnya rukun haji. Di satu sisi, ada juga jemaah selama di tanah suci tidak mengikuti secara utuh proses rangkaian ibadah haji. Mungkin karena ketidakpahaman. Oleh karena itu, kegiatan manasik haji harus jadi perhatian dalam penyelenggaraan haji tahun ini,” ujar perempuan yang juga Pengurus Komisi Pendidikan dan Kaderisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait manasik, tambah Fahira adalah merevisi materi buku bimbingan manasik haji, sehingga lebih mudah dipahami oleh seluruh calon jemaah haji dan melakukan desentralisasi pencetakan dan distribusi buku, satu tahun sebelum penyelenggaraan manasik haji. Agar pemahaman jemaah lebih baik, Fahira juga menyarankan agar frekuensi manasik haji dilakukan lebih dari 10 kali, dengan metode yang kreatif, aktif dan inovatif.
“Untuk buku manasik juga perlu disediakan selain versi cetak. Bisa bentuk e-book atau jika perlu dijadikana aplikasi sehingga jemaah bisa mengaksesnya lewat android. Saya pribadi optimis, Menag Lukman Hakim Saifuddin punya banyak terobosan untuk perbaikan kualitas penyelenggaran haji tahun ini,” ujar Fahira.*