Data menunjukkan kekerasan seksual perilaku dating violence sejak 2018 tercatat 1.528 orang tahun 2019 meningkat 1.670 orang, perlu pengawasan remaja, khususnya perilaku dalam berpacaran
Oleh: Muhammad Iqbal
Hidayatullah.com | MASYARAKAT kembali disajikan tontonan kekerasan dimana seorang selebritas menganiaya pacarnya, dengan bangga dan berani ia mengatakan tidak takut bila dilaporkan, demikian juga kasus-kasus kekerasan berpacaran lainnya yang ramai di pemberitaan mulai dari pemerkosaan, pencabulan hingga penyebaran video mesum yang dilakukan oleh pacar dan mantan pacar
Kekerasan dalam berpacaran atau dating violence adalah salah satu bentuk kekerasan yang berawal dari relasi personal berupa kekerasan fisik, seksual, tekanan psikologis dan sosial.
Di era digital, kekerasan dalam berpacaran semakin marak terjadi, dampak media sosial dan tontonan membuat kekerasan berpacaran semakin marak, karena dengan berbagai kemudahan, tingginya ketidakharmonisan rumah tangga, membuat anak dan remaja tumbuh menjadi pribadi yang keras dan tidak matang
Kekerasan dalam berpacaran sangat kaitannya dengan kontrol diri dan kematangan serta kelekatan orang tua, termasuk juga ketidak keharmonisan keluarga yang membuat hubungan kasih sayang berubah menjadi kekerasan dan kesadisan
Individu yang memiliki kelekatan dan kenyamanan dalam pengasuhan akan mudah membangun relasi dengan pasangan dan sebaliknya individu yang kurang mendapatkan kehangatan orang tua dan kurang keharmonisan dapat menimbulkan perilaku yang agresif dengan pasangan.
Menurut data komisi anti-kekerasan perempuan tahun 2019 kekerasan seksual tertinggi adalah pacar, sejak 2018 tercatat 1.528 orang dan tahun 2019 meningkat menjadi 1.670 orang.
Demikian juga dengan data pengaduan Komnas Perempuan tahun 2023 dari 2098 kasus kekerasan berbasis gender (KGB) terhadap perempuan di Ranah Personal pelaku kekerasan yang terjadi banyak dilakukan oleh kekerasan mantan pacar (KMP) 713 kasus dan kekerasan dalam pacaran (KDP) 422 kasus, sedangkan data kasus tahun 2022 kasus kekerasan dalam pacaran mencapai 3528 kasus dan kekerasan mantan pacar 163 kasus
Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan dalam ranah personal yang mayoritas pelakunya adalah pacar dan mantan pacar adalah persetubuhan, pelecahan, pencabulan, perkosaan, kekerasan fisik, pemaksaan pelacuran, penyebaran video mesum, traficking hingga pemaksaan aborsi termasuk juga ancaman dan tekanan psikis.
Seorang remaja yang pernah kami bantu di rumah konseling dilarang hadir diacara keluarganya, dia harus nurut apa keinginan pacaranya, bila minta putus maka video mesum mereka diancam akan disebar, begitulah kasus-kasus yang marak terjadi di kalangan remaja saat ini.
Fenomena ini tentu saja sangat memprihatinkan, kekerasan yang dilakukan oleh pacar bukan hanya menimbulkan luka fisik, batik dan seksual namun juga kematian, karena dalam beberapa kasus pembunuhan dilakukan oleh pacar, karena disebabkan cemburu, selingkuh, kekerasan bahkan aborsi.
Bahkan dalam pengalaman saya menangani kasus kekerasan dalam berpacaran, hubungan relasi pasangan pada usia remaja lebih banyak mendatangkan luka daripada bahagia, banyak diantara remaja yang “lost control” dan menjadi budak cinta “cinta” yang akhirnya merugikan masa depannya, baik karena dianiaya fisik, hilang keperawanan hingga hamil di luar nikah serta mengabaikan keluarga.
Bahkan dalam kasus -kasus saya dapati porstitusi juga didapati berawal dari kekecewaan akibat pacar yang tidak bertanggung jawab sehingga menyebabkan mereka merasa hina karena hilang keperawanan sejak muda, sehingga mereka lebih memilih “menjual” diri.
Untuk itu orang tua harus bisa memberikan edukasi kepada remaja tentang bagaimana membangun relasi yang baik dan menjaga adab-adab dalam pergaulan
anak dan remaja adalah pribadi yang beresiko ketika menjadi hubungan asmara, karena mereka belum memiliki kemampuan dalam membangun relasi dan tidak memiliki kontrol diri yang baik!
Untuk itu perlu ketegasan dari orang tua, guru dan negara harus memberikan perlindungan tentang bahaya dan resiko berpacaran di usia remaja dengan memberikan edukasi dan pendidikan karakter yang kuat, khususnya wawasan dan pemahaman agama, karena agama sudah memberikan rambu-rambu yang menjalin hubungan yang bukan muhrim.
Pacaran saat ini sudah menjadi budaya, seolah-olah remaja tidak keren atau tidak gaul bila tidak memiliki pacar, padahal dengan mereka berpacaran maka semakin tinggi resiko mereka menjadi korban kekerasan.
Betapa banyak kasus di media sosial yang kita saksikan dimana remaja berkenalan dengan seseorang di media sosial berakhir dengan kekerasan, perkosaan dan pembunuhan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (SKAP KKBPK), 2018 cara remaja mengungkapkan kasih sayang saat berpacaran adalah pegangan tangan (76,2%), berpelukan (33,2%), cium bibir (14%), meraba/merangsang (4,4%) tidak melakukan apapun ( 2,4%), tidak tahu (18,9%).
Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri Mulia Hayati Sibarani dkk (2022) dari UIN Jakarta yang meneliti tentang gaya berpacaran siswa SMA X di Jakarta Barat.
Hasil penelitian menyatakan sebesar 31,3% responden memiliki perilaku pacaran berisiko, yang diantaranya 30,5% berciuman bibir, 16,4% necking, 17,2% meraba/diraba organ sensitif, 10,2% petting, dan 10,9% sexual intercourse.
Ini tentu saja dapat dikategorikan perilaku seksual yang beresiko, termasuk dalam penularan infeksi penyakit menular seksual dikalangan remaja termasuk HIV AIDS.
Terkadang orang tua menganggap remeh masalah pacaran, malah didapati ada juga orang tua memperolok anaknya ketika tidak memiliki pacar, dan terkesan bangga bila anaknya menjalin hubungan dengan lawan jenis, padahal itu adalah relasi yang sangat beresiko bagi remaja, karena cenderung mencari pengalaman baru dan mengeksplorasi hal yang berhubungan dengan seksual yang mulai tumbuh dan berkembang. Demikian juga dengan efek putus pacar, banyak kasus didapati berdampak kepada prestasi akademik dan kesehatan mental remaja.
Kesimpulan dan Saran
Kekerasan dalam ranah personal khususnya yang dilakukan oleh pacar dan mantan pacar sudah masuk kategori darurat moral, ini adalah fenomena gunung es yang bila dibiarkan akan banyak menimbulkan kerugian bagi masa depan anak dan remaja.
Disamping itu, untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam berpacaran sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Arizal Yoseawan Fristian dkk (2022) yang berjudul “ dating violence ditinjau dari kontrol diri dan insecure attachment Pada Remaja” bahwa ada korelasi antara kontrol diri dan insecure attachment dengan perilaku dating violence
Untuk itu pola asuh dan kedekatan orang tua dengan anak sangat mempengaruhi kemunculan perilaku dating violence.
Orang tua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang dapat membuat anak merasa nyaman, tenang, bahagia, dihargai, dicintai karana anak akan bisa menciptakan perilaku serupa, baik pada orang tua maupun pada orang lain. Kelekatan orang tua pada anak juga akan menciptakan control emosi serta kontrol diri yang baik untuk anak.*
Seorang psikolog, Assoc Profoser di Universitas Paramadina, IG : muhammadiqbalpsy