Hidayatullah.com–Jarum jam menunjukkan pukul 04.00 WIB. Sebagian orang sedang atau bahkan telah selesai bersantap sahur. Jalan di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat juga terlihat masih sepi dari lalu lalang kendaraan muapun manusia.
Tetapi, masih di kawasan jalan Kebon Kacang, di sebuah pusat perbelanjaan Thamrin City lantai 5 suasana begitu berbeda. Sejak pukul 04.00 WIB terlihat hiruk pikuk para pedagang berbagai busana Muslim membuka toko-tokonya. Sebagian pedagang ada yang terlihat membawa berkarung-karung barang dagangannya dengan troli. Sebagian lagi sibuk menata barang dagangannya di toko masing-masing.
Para pedagang-pedagang tersebut tidak hanya berasal dari Jakarta saja. Mereka kebanyakannya berasal dari Tasikmalaya, Bandung, dan Cicalengka, Jawa Barat. Karena banyaknya produk dan pedagang-pedagang asal Tasikmalaya ini, maka orang lazim menyebut pasar ini sebagai Pasar Tasik.
Ada juga yang menyebut Pasar Senin-Kamis. Disebut Pasar Senin-Kamis, karena pasar ini lebih ramai pedagang dan pembelinya pada hari Senin dan Kamis setiap pekannya. Pasar ini buka pukul 04.00 hingga 12.00 WIB. Karenanya, jika pembeli diluar hari dan jam itu, umumnya tinggal produk-produk sisa.
Menurut H Fikri, Ketua Persatuan UKM Thamrin City lantai 5 dalam rilis yang diterima hidayatullah.com awal dirintisnya tahun 2004, Pasar Tasik hanya terdiri dari 20 pedagang. Kini, jumlahnya berkembang mencapai lebih dari 1.000 pedagang. Umumnya para pedagang di Pasar Tasik Thamrin City lantai 5 Tanah Abang, Jakarta Pusat ini adalah pemilik konveksi dan melayani pembelian dalam bentuk grosir. Namun beberapa kios bisa melayani eceran. Harga eceran jauh lebih mahal. Bisa terpaut 5 ribu sampai 10 ribu rupiah.
Di banding dengan lokasi lain, di Pasar Tasik Thamrin City lantai 5 harga produknya jauh lebih murah. Selisih harganya bisa berkisar antara 10 hingga 15 persen jika dibandingkan dengan barang serupa di Pasar Blok A, Blok B, Blok F bahkan di pasar Jati Baru Tanah Abang.
Pembeli produk Pasar Tasik, kata H Fikri, umumnya para distributor, agen, dan pedagang pengecer dari berbagai pasar dan mall di Jabodetabek. Misalnya, pedagang dari Pasar Cipulir, Kebayoran, Ciledug, Manggarai, Pasar Anyar Kota Bogor, Pasar Cibinong, beberapa mall di Blok M, mall di Bekasi, di Depok, dan lain sebagainya.
H Fikri mengatakan omset para pedagang Pasar Tasik ini bervariasi. “Omset mereka bervariasi sesuai dengan kapasitas produksi masing-masing, umumnya antara Rp 5 juta – Rp 100 juta pada tiap hari Senin dan Kamis,” tulis H Fikri.
Omset penjualan bisa semakin berlipat pada setiap Ramadhan. Seperti Ramadhan 1434 ini. Salah seorang pedagang bernama Sealfen Hetman, pemilik toko Griselda Collection, mengakui adanya peningkatan penjual produk-produk yang ia jual. Ditemui oleh di tokonya belum lama ini, lelaki berdarah Minang ini mengklaim bahwa tokonya telah berhasil menjual ribuan kodi busana Muslim.
“Mayoritas pembeli berasal dari luar daerah,” aku pria yang tokonya menjual manset, tunik, gamis, dan lejing ini.
Ketika ditanya berapa omset pada Ramadhan kali ini? Dengan sedikit malu lelaki ini mengatakan bahwa omset bisa mencapai lebih dari lima ratus juta rupiah. “Alhamdulillah, omset bisa mencapai lima ratus juta rupiah,” ujarnya.
Sesuai Syariat
Menurut H Fikri busana Muslim memiliki aturan syar’i yang tetap menjadi frame sejauh apapun perkembangan dunia fashion Muslim dewasa ini. Pakem utama busana Muslim ini adalah: tidak boleh memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh dan bentuk tubuh, menutup aurat, dan hanya memperlihatkan muka dan telapak tangan. Yang lainnya adalah kreatifitas. Dengan adanya pakem ini, kreatifitas para perancang dan perajin busana Muslim yang tergabung dalam persatuan UKM Thamrin City ini menjadi sangat tinggi.*