Hidayatullah.com–Umat Islam berpuasa sejak sebelum terbit matahari hingga terbenam matahari selama bulan Ramadhan. Tidak setetes air pun diperbolehkan untuk diminum.
Tapi itu hanyalah sebagian dari cerita.
“Non-Muslim cenderung melihat larangan itu sebagai penderitaan,” kata Dr. Asma Mobin-Uddin, seorang dokter anak dan penulis buku, yang juga merupakan presiden Council of American-Islamic Relations (CAIR) cabang negara bagian Ohio.
“Mereka melihat, tidak makan dan tidak minum sebagai tantangan dan perjuangan. Tapi sudut pandang orang Islam sama sekali berbeda. Bukan sekadar masalah puasa. Tapi itu merupakan usaha untuk menjadi orang yang terbaik semampu yang ia bisa. Ramadhan merupakan masa yang indah.”
Seraya menjelaskan bahwa hidup sebagai seorang Muslim Amerika adalah sebuah misi bagi Mobin-Uddin. Ia telah menulis sebuah buku anak-anak berjudul “Nama Saya Bilal.” Buku itu bercerita tentang seorang bocah Muslim Amerika yang khawatir apakah ia akan bisa diterima oleh teman-teman sekolahnya.
Buku keduanya berjudul “Hari Raya Terbaik”, bercerita tentang sebuah keluarga yang merayakan Idul Adha.
Buku terakhirnya “Sebuah Pesta di Bulan Ramadhan”, mengisahkan tentang seorang gadis yang diundang ke pesta teman sekelasnya pada bulan Ramadhan. Buku yang telah mendapat Penghargaan Pilihan Orangtua tahun 2009 itu, seperti buku lainnya, ditulis untuk mengisi kekosongan, dengan ketiga anak-anaknya sebagai inspirasi.
“Saya tidak melihat ada sebuah buku yang berkisah tentang Ramadhan dan puasa dari sudut pandang seorang anak,” katanya. “Saya ingin berbagi mengenai keindahan, kesenangan dan berkah dari bulan Ramadhan. Anak-anak senang melakukannya. Saya tidak melihat hal seperti itu di buku-buku tentang hari raya suci itu.”
Mobin-Uddin, 42 tahun, telah berpengalaman menjelaskan tentang Islam ke masyarakat luas sejak masih kanak-kanak di tempat asalnya Marion, satu jam dari Columbus. Kedua orangtuanya yang dokter, pindah dari Pakistan ke sana.
Ia mendapatkan gelar sarjana kedokteran dari Universitas Ohio, dan tinggal di Westlake selama menjalani tugas praktek sebagai dokter muda di Rainbow Babies & Children’s Hospital. Suaminya yang berasal dari Cleveland, John Kashubeck, bertugas di Mt. Sinai Medical Center. Sekarang tinggal di Columbus pinggiran Dublin.
Pengalaman Ramadhan Mobin-Uddin tidak seperti yang ada dalam salah satu bukunya, saat ia diwawancara ketika akan menjadi dokter anak. “Kami pergi makan siang, saya tidak makan dan tidak minum, dan saya pikir mereka akan menyangka itu merupakan hal yang aneh. Tetapi saya kemudian diterima, dan saya sangat senang sekali ketika itu.”
“Bagi banyak Muslim, (Ramadhan) itu bulan favorit mereka,” kata Mobin-Uddin. “Karena ada banyak pengampunan, kedermawanan, dan kemurahan hati. Anda berusaha untuk tidak bertengkar atau marah. Itu merupakan waktu untuk berbagi, setiap orang memiliki donatur di bulan Ramadhan.”
Kurang lebih ada 60.000 orang Islam yang tinggal di Greater Cleveland, menurut Julia Shearson, dari CAIR setempat. Banyak di antara mereka yang akan mendatangi 13 masjid yang ada di wilayah itu untuk shalat malam (tarawih). Dan banyak yang berkumpul untuk berbuka, membatalkan puasa mereka dengan kurma dan air.
Keramaian seperti itu merupakan ciri khas bulan Ramadhan, yang juga memiliki makna spiritual tersendiri, kata Shearson. “Tak ada seorang pun yang tahu Anda puasa (atau tidak). Hal itu melahirkan kerendahan hati dan membantu kita untuk bersyukur atas setiap tetes air yang diberikan oleh Sang Pencipta. Ramadhan mengisi ulang baterai spiritual.” [di/cl/hidayatullah.com]