PERKEMBANGAN issu pencabutan Perda Minuman Keras (Miras) oleh Kemendagri, bak gelindingan bola salju, semakin membesar dan membesar.
Demo pun terjadi di beberapa daerah, menolak akan ide tersebut. Bahkan, di Jakarta, tepatnya di gedung Kemendagri, terjadi demo besar-besaran oleh para demonstran yang tergabung dalam Forum Pembela Islam (FPI), Forum Ummat Islam (FUI), dan Gerakan Reformasi Islam (Garis).
Sekali pun pencabutan baru sekedar isu, sepantasnya lah kita sebagai warga negara yang peduli akan masa depan bangsa, menolak akan pendapat tersebut.
Sebab, kalau saja hal itu bisa terealisasi, maka bisa dibayangkan betapa liarnya peredaran miras di negeri ini.
Indonesia akan menjadi surga miras bagi penikmat miras. Buahnya, akan terjadi degradasi moral yang besar-besaran di masyarakat disebabkan biasnya peredaran minuman berakohol ini.
Sudah banyak bukti, aneka ragam krminalitas terjadi disebabkan pengaruh alkohol yang mereka konsumsi.
Sebut saja satu contoh di Minahasa. Belum lama ini, Kepala Polda Sulut Brigjen Carlo Tewu di Manado, (Kompas, Kamis, 6/10/2011) mengatakan perang terhadap Miras melalui razia di warung-warung.
Menurut temuan aparat, minuman lokal Cap Tikus yang berkadar alkohol tinggi, mencapai 30 40 persen rupanya diproduksi secara massal pada beberapa kecamatan di Minahasa.
Sementara menurut Kapolda, di daerah ini, di mana minuman keras beredar, hampir semua kejahatan justru dipicu Miras baik pelaku maupun korban, tandas Kapolda.
Tak hanya Kapoldan, Gubernur Sulut S.H Sarundajang bahkan mendukung operasi Miras ini karena dinilai kerap memunculkan kerawanan sosial seperti; perkelahian antarkampung. Ia bahkan meminta tidak memberi tempat kepada Miras dan narkotika.
Catatan kriminaltas bulan Agustus telah terjadi tujuh kasus pembunuhan di wilayah kepolisian Sulawesi Utara akibat menenggak Miras. Angka itu naik menjadi 10 kasus pada bulan September.
Sebelum ini, kasus pembunuhan kembali terjadi menimpa seorang pemuda bernama Doli bin Arbani, warga Sungai Beras, Desa Sungai Hanya, Kecamatan Antang Kalang, akibat pesta Miras.
Angka ini hanya di Minahasa, masih ada lebih dari 30 propinsi di Indonesia, di mana Miras tidak terlacak penyebarannya. Padahal, saat ini saja, peredaran miras benar-benar memprihatinkan.
Entah sudah berapa masyarakat Indonesia yang mati konyol disebabkan over dosis menengguk miras. Kalau demikian kondisi kekinian, sebelum diberlakukannya pencabutan perda miras, lalu bagaimana kalau pencabutan tersebut benar-benar terlaksana?. Tentu sangat membahayakan.
Sebab itu, sepantasnya lah pemerintah, dalam hal ini kemendagri, mempertimbangkan kembali efek negatif akan pencabutan perda miras di beberapa daerah.
Bahkan, akan jauh lebih baik lagi, kalu saja pihak yang berwenang, justru dengan tegas melarang secara totalitas akan penyebaran miras di seluruh pelosok bumi pertiwi ini.
Ingat akan peringatan Allah, bahwa dalam miras tersebut hanya terdapat sedikit sekali manfaatnya, namun kemudharatannya/bahanyanya, sangat lah luar biasa. Kalau demikian, lalu kenapa kita masih toleran terhadap jenis minuman yang satu ini?
Ayo, berantas miras demi menatap masa depan Indonesia yang lebih baik lagi. Wallahu ‘alamu bis-shawab.*
Khoirul Hibri
Alumni P.P Baitul Arqom, Balung, Jember, Jawa Timur