BELUM lama ini Presiden Susilo B Yudhoyono (SBY) telah menetapkan PP No 61 Thn 2014 tentang pelegalan aborsi bagi korban perkosaan.
Selain alasan kedaruratan medis kini aborsi juga dilegalkan bagi korban perkosaan dengan indikasi sosial.
Legalisasi aborsi ini terdengar aneh di Indonesia. Mengapa demikian?
Karena di negara besar seperti Amerika Serikat saja yang telah melegalkan aborsi sejak tahun 1973, marak protes dan unjuk rasa yang berlangsung mengenai diberlakukannya undang-undang ini.
Akibat disahkannya undang-undang ini Amerika mengalami angka aborsi yang sangat tinggi setiap tahunnya. Data yang diperoleh menyebutkan bahwa terdapat 1 dari 5 wanita meninggal akibat aborsi. Data dari VOA Indonesia pada peringatan 40 tahun dilegalkannya aborsi, 48 persen rakyat Amerika menginginkan undang-undang ini dicabut.
Memang, hukum aborsi di Amerika dilegalkan atas dasar menyelamatkan jiwa wanita. Namun pada perkembangan selanjutnya, aborsi bisa dilakukan oleh siapa saja dengan alasan apapun.
Di Indonesia sendiri, undang-undang legalisasi aborsi ini sudah lama diperjuangkan, terutama oleh kaum feminis. Argumentasi dasar mereka adalah hak seorang wanita atas tubuhnya. Tubuh seorang wanita punya hak, untuk mau mengandung atau tidak.Terutama untuk kehamilan yang tidak diinginkan, seperti korban perkosaan dan seks bebas, wanita boleh menentukan apakah mau mengandung atau tidak. Akhirnya, argumentasi tersebut lolos sebagai PP No. 61 th. 2014 tentang kesehatan reproduksi.
Pengesahan Peraturan Pemerintah (Perpu) ini pun menuai tanggapan yang sangat beragam. Majelis Ulama Sampang Madura menolak tegas pengesahan Undang-undang ini, namun Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia menyetuui PP tersebut.
Bahkan Menteri Agama menyatakan bahwa PP Aborsi sudah sesuai dengan arahan Majelis Ulama Indonesia.
Itu semua sudah saatnya kita kembali kepada aturan Tuhan/Allah Subhanahu Wata’ala dalam memandang legalisasi aborsi ini.
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, danTirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah Subhanahu Wata’ala;
“Dan tidak patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Qs. al-Ahzab [33]: 36).
Dengan demikian, Islam melarang tegas pembunuhan janin dengan alasan apapun karena berarti melakukan penghilangan nyawa seorang manusia.Adapun bila dilakukan untuk melindungi nyawa si ibu kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Walaupun berdasarkan kaidah ini,secara medis seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, namun, dalam aspek sosial legalisasi aborsi ini akan memicu perilaku sosial yang bertentangan dengan aturan-aturan Allah.
Disahkannya PP ini akan menjadi legalisasi bagi korban perkosaan atau kehamilan yang tidak diinginkan untuk menggugurkan kandungannya atas kemauan sendiri. Peraturan Pemerintah ini juga akan menjadi pintu bagi legalisasi perbuatan asusila dan pergaulan bebas yang akan semakin marak di tengah masyarakat. Dengan payung PP ini pihak medispun bisa membantu aborsi tanpa khawatir akan dijerat pasal pembunuhan. Bila ini terus dilanjutkan, tidak mustahil apa yang sudah terjadi di Amerika Serikat dan Jerman atas tingginya angka kematian perempuan akibat aborsi akan juga terjadi di Indonesia.
Seharusnya kita belajar mengambil hikmah dari peristiwa yang sudah ada dan memutuskan segala sesuatunya sesuai dengan hukum Allah. Hukum Allah yang agung yang akan melindungi manusia dari perbuatan-perbuatan biadab ala hewan. Hukum sosial dan akan melindungi nyawa setiap jiwa bahkan calon janin sekalipun.
Juga hukuman yang keras bagi para pelaku penyimpangan sosial seperti penzina dan pemerkosa. Sebuah hukum komprehensif yang berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala, yaitu dengan syariat Islam.*
Penulis, Rina Nurawani, Guru Sekolah Madania