Hidayatullah.com | SEPERTI dijelaskan dalam hadis Nabi ﷺ, fajar itu ada dua yaitu fajar kazib dan fajar sadik. Secara bahasa, fajar (Arab: al-fajr) bermakna pencahayaan gelap malam dari sinar pagi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fajar adalah cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur saat menjelang Matahari terbit.
Secara astronomis, fajar adalah fenomena benda langit yaitu ketika Matahari berada di posisi tertentu di bawah ufuk timur yang secara perlahan muncul di atas ufuk timur. Bagi umat Islam, munculnya fajar (yaitu fajar sadik) menjadi pertanda tiba dan dimulainya shalat Subuh. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah hadis Nabi ﷺ.
Dalam astronomi, fajar (twilight) terbagai tiga. Pertama, civil twilight (fajar sipil) yaitu ketika Matahari -6 derajat. Kedua, nautical twilight (fajar nautikal) yaitu ketika Matahari -12 derajat. Ketiga, astronomical twilight (fajar astronomi) yaitu ketika Matahari -18 derajat.
Adapun fajar kazib (al-fajr al-kādzib), disebut juga dengan fajar pertama (al-fajr al-awwal), sebab ia muncul pertama kali dan berikutnya disusul munculnya fajar sadik. Dalam dunia astronomi, fajar kazib dikenal dengan “zodiacal light”. Dinamakan kazib (Arab: al-kadzib, dusta) adalah karena pada awalnya ia muncul namun segera menghilang.
Baca: Ayat-ayat Waktu Subuh
Tanda-tanda alami fajar kazib adalah ia muncul menjulang ke langit laksana ekor Serigala dan sesaat kemudian menghilang. Fajar kazib disini dimaknai menyerupai ekor Serigala yang berwarna hitam, hanya saja bagian dalam ekornya berwarna putih. Fajar kazib sendiri berwarna putih bercampur warna hitam.
Sementara itu fajar sadik (al-fajr ash-shādiq), disebut juga fajar kedua (al-fajr ats-tsāny), dinamakan demikian oleh karena ia muncul setelah fajar kazib atau fajar pertama. Dalam astronomi, fajar sadik dikenal dengan “twilight”. Tanda-tanda alami fajar sadik adalah ia tampak menyebar di sepenjuru ufuk timur dengan warna keputih-putihan, yang mana cahayanya terus bertambah hingga akhirnya terbit Matahari. Pasca berakhirnya fajar sadik, maka saat bersamaan Matahari akan terbit, dan ketika itu waktu Subuh berakhir.
Menurut Syeikh Wahbah az-Zuhaili dalam “al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu”, fajar sadik yang menjadi pertanda dimulainya awal waktu Subuh adalah cahaya putih yang tampak dan menyebar di penjuru ufuk timur yang muncul beberapa saat setelah fajar kazib. Fajar kazib dan fajar sadik sendiri muncul secara bergantian, dengan demikian munculnya fajar kazib menjadi syarat bagi munculnya fajar sadik.
Menurut An-Nawawi (w. 676 H/1277 M) dalam “Kitāb al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab”, dinamakan fajar kazib (dusta) adalah karena fajar ini pada awalnya tampak (muncul) dan bersinar namun kemudian menghilang. Sementara itu dinamakan fajar sadik karena ia dikategorikan benar-benar tampak dan jelas, dan ia menjadi pertanda tiba dan dimulainya waktu Subuh.
Di dalam al-Qur’an, istilah fajar disebut dengan dua istilah yaitu “al-khaith al-abyadh” (benang putih) sebagai fajar sadik dan “al-khaith al-aswad” (benang hitam) sebagai fajar kazib.
Dua istilah ini ditemukan dalam QS. Al-Baqarah ayat 187:
وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ
wa kulu wa asy-rabu hata yatabayyan lakum al-khaith al-abyadh min al-khaith al-aswad min al-fajr
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar). Benang putih (al-khaith al-abyadh) dalam ayat ini difahami sebagai batas dimulainya puasa yang mana ia muncul setelah munculnya benang hitam (al-khaith al-aswad).” (QS: al-Baqarah:187). Wallahu a’lam.*/ Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU, Universitas Muhammadiyah Sumetera Utara