Aliran sesat yang sering melakukan pembunuhan secara kejam. Sering bersekongkol dengan kaum Salib
Hidayatullah.com | ISLAM berlepas diri dari aliran atau sekte yang satu ini. Namanya sekte al-Bathiniyah atau al-Ismailiyah.
Al-Bathiniyah adalah salah satu sekte Syiah yang dinisbatkan kepada Ismail bin Ja’far ash-Shadiq yang diyakini sebagai imam ketujuh. Sebab itulah, sekte ini juga disebut sebagai sekte as-Sab’iyah. (Imam al-Ghazali, al-Fadha’ih al-Bathiniyah, hal 16).
Sekte ini memiliki keyakinan bahwa aqidah terbagi menjadi zhahir dan batin. Zhahir ditampilkan kepada manusia, sedangkan batin hanya diketahui oleh imam. Itulah sebabnya sekte ini juga disebut al-Bathiniyah.
Operasi Pembunuhan
Sekte al-Bathiniyah biasa melakukan operasi pembunuhan untuk menghabisi pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh. Sedangkan pelaku operasi pembunuhan dilakukan oleh kelompok yang disebut sebagai al-fidawiyah. Mereka biasanya menggunakan khanjar (pisau dua sisi) yang mengandung racun. Pembunuhan dengan senjata khas itu menjadi tradisi kelompok pembunuh berdarah dingin ini. (al-Fadha’ih al-Bathiniyah, hal 11).
Karena erat dengan identitas sebagai kelompok pembunuh dengan cara seperti di atas, maka sekte ini disebut juga sebagai al-Fidawiyah. Demikian dikatakan oleh Ibnu al-Furat. (Tarikh ad-Duwal wa al-Muluk, hal 153).
Penyebaran ajaran al-Bathiniyah di Persia dan Iraq merupakan dampak dari penyebaran dakwah Daulah al-Fathimiyah Mesir oleh al-Ma’ayyad fi ad-Dien asy-Syirazi. Penyebaran dakwah mereka didukung oleh Sultan Abu Kalijar al-Buwaihi yang memang condong kepada aliran al-Fathimiyah. (Sirah al-Muayyadiyah, hal 4, 13).
Alkisah, Wazir Nidzam al-Mulk menyatakan memusuhi kelompok ini. Akhirnya, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Khalikan, Wazir Nidzam al-Mulk dibunuh pada bulan Ramadhan 485 H.
Ketika itu, Wazir Nidzam al-Mulk usai berbuka puasa di perjalanan. Dia bermaksud mengunjungi keluarganya. Di perjalanan, tampaklah seorang anak kecil menghadang dan menyampaikan bahwa ia terzhalimi. Ketika ia mengulurkan tangan hendak menolong, maka anak itu menikam sang wazir tepat di jantungnya. (Wafayat al-A’yan, 1/ 358).
Pembunuhan semacam itu merupakan cara yang legal bagi sekte al-Bathiniyah. Itulah sebabnya penduduk Iraq dan Persia merasa tidak aman.
Dikisahkan oleh Imam as-Suyuthi, “Karena seringnya peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh al-Bathiniyah, maka para pejalan kaki pun mengenakan baju besi di balik pakaian mereka.” (Tarikh al-Khulafa’, hal 681).
Ajaran al-Bathiniyah juga menyebar di Syam di masa Malik Ridhwan berkuasa di Halab. Ia memang condong terhadap ajaran ini. Dengan demikian, Halab pernah menjadi pusat penyebaran paham sekte ini di wilayah Syam. (al-Qalanisi, Dzail Tarikh al-Baghdad, hal 142).
Bersekongkol dengan Pasukan Salib
Setelah sekte al-Bathiniyah menguasai Halab, maka operasi-operasi pembunuhan terus terjadi. Salah satu korbannya adalah Janah ad-Daulah bin al-Husain, penguasa Himsh. Ia dibunuh saat melaksanakan shalat di Masjid Halab.
Korban pembunuhan lainnya adalah Khalf bin Mula`ib, penguasa Afamih. Setelah Khalf terbunuh, maka datanglah serangan pasukan Salib sehingga berhasil menguasai wilayah Afamih. (al-Kamil fi at-Tarikh, 10/184, 185).
Maudud, pejabat militer keturunan Turki yang ikut serta dalam gerakan jihad melawan pasukan Salib, juga menjadi sasaran pembunuhan sekte al-Bathiniyah. Ia dieksekusi saat melaksanan shalat Jumat di Masjid Damaskus. (ar-Raudhatain, 1/27).
Pembunuhan juga dilakukan oleh al-Bathiniyah terhadap Aq Sanqar, penguasa Mosul. Pemimpin ini memiliki peran besar dalam menahan gempuran pasukan Salib di wilayah Syam bagian utara, setelah para pemimpin Muslim di kawasan itu tidak mampu bertahan. (Mufarrij al-Kurub, 1/3).
Pahlawan legendaris, Shalahuddin al-Ayyubi, akhirnya berhasil menguasai Mesir. Dia berhasil mengakhiri kekuasan al-Fathimiyah. Akibatnya, kelompok al-Bathiniyah pun marah. Mereka kemudian bergabung dengan Amuri I, penguasa Baitul-Maqdis saat itu, untuk melawan Shalahuddin. (as-Suluk, 1/62).
Suatu saat pasukan Shalahuddin al-Ayyubi mengepung A`zaz. Kelompok al-Bathiniyah pun melakukan penyerangan, bahkan mampu melukai Shalahuddin. (Siyar A’lam an-Nubala, 21/280).
Upaya pembunuhan terhadap Shalahuddin bahkan berulang kali dilakukan oleh sekte al-Bathinyah. Namun upaya-upaya itu bisa terus digagalkan. (Nujum az-Zahirah, 2/54).
Hancur
Pada tahun 627 H, pasukan Mongol melakukan serangan ke wilayah kaum Muslimin. Mereka berhasil mengalahkan Daulah al-Khawarizmiyah. Kedatangan orang-orang Mongol itu karena diundang oleh Ala`uddin, pemimpin sekte al-Bathiniyah. (al-Kamil fi at-Tarikh, 12/295).
Kejahatan para pengikut al-Bathiniyah terus berlanjut. Penduduk Qazwin yang merasa terancam kemudian mengadukan hal itu kepada penguasa Mongol. (Subhu al-A’sha, 3/309).
Dalam waktu yang sama, ternyata pihak Mongol juga merasa terancam oleh gerakan sekte al-Bathiniyah. Hubungan antara kedua belah pihak pun mulai berubah. Hal ini terlihat ketika pihak Mongol memperlakukan utusan al-Bathinyah dengan buruk di Qaraqaram. (Tarikh Mukhsar ad-Duwal, hal 449).
Konflik antara Mongol dan al-Bathiniyah semakin kuat dan terus berkecamuk. Hulagu Khan (pemimpin Mongol) akhirnya berhasil memaksa Khoursyah (pemimpin al-Bathiniyah) untuk menyerahkan diri dan tunduk kepada Mongol. (Jami’ at-Tawarikh, hal 255).
Hulaghu Khan kemudian meminta Khoursyah untuk mengeluarkan perintah agar seluruh benteng pertahanan al-Bathiniyah di wilayah Persia menyerah. Dengan perintah itu, akhirnya sekitar 100 benteng menyatakan tunduk.
Belakangan pihak Mongol merasa tidak membutuhkan lagi Khoursyah. Hulagu Khan kemudian memerintahkan pasukan untuk membunuhnya. Al-Bathiniyah di Persia akhirnya hancur oleh kekuatan Mongol. (Jami’ at-Tawarikh, hal 256, 257).
Dalam waktu yang sama, sekte al-Bathiniyah di Syam juga ambruk. Mereka berhasil dikalahkan oleh kekuatan Dhahir Baibars dari kesultanan Mamalik. (as-Suluk, 1/557).*/tulisan diambil dari Majalah Suara Hidayatullah