SALAH satu unsur penting pembentuk rumah tangga penuh cinta adalah suami. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan posisi qawwam (kepemimpinan) kepadanya karena beberapa kelebihan yang diberikan.
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (An-Nisa’: 34)
Lantaran posisi kepemimpinan ini maka suami wajib memberikan keteladanan yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Ia harus memulai pembinaan dari dirinya sendiri, sebelum melakukan dan memerintahkan kepada yang lain. Hendaknya para suami takut akan peringatan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan. (Ash-Shaff: 3)
Proses tarbiyah bagi para suami bisa dilakukan dengan berbagai cara dan metode yang masyru’ (dibenarkan oleh syariat). Namun, secara khusus ada hal yang perlu diperhatikan oleh para suami, sebagai berikut.
a. Selalu Memerhatikan Peningkatan Kualitas Diri
Syaikh Hasan Al-Banna pernah berpesan agar proses ishlahun nafsi (perbaikan diri) senantiasa diusahakan hingga tercapai pribadi yang kuat fisiknya, berakhlak mulia, terdidik pemikirannya, mampu mandiri dalam penghidupan ekonomi, berakidah lurus, shahih dalam ibadah, senantiasa bersungguh-sungguh, menjaga pemanfaatan waktu, dan terprogram dalam setiap urusannya, serta bermanfaat bagi orang lain.
Berbagai usaha peningkatan bisa dilakukan untuk mencapai kualitas tersebut, mulai dari pembinaan fisik, akhlak, akidah, ibadah, kedisiplinan, kesungguhan, dan sebagainya.
b. Pembinaan Jiwa Kepemimpinan
Para suami –lantaran posisinya sebagai qawwam dalam rumah tangga– perlu mengerti bagaimana harus berperan sebagai suami, bapak, mertua, atau juga sebagai kakek. Ketidaktahuan dalam peran-peran seperti itu kadang menimbulkan perilaku diktator kecil di tengah rumah tangga. Permasalahan yang semestinya kecil bisa membesar, bahkan diselesaikan dengan kekerasan atau kekasaran.
Keinginan mengatur tidak identik dengan pemaksaan kehendak. Fungsi syura dalam rumah tangga amat bagus untuk dihidupkan dalam upaya menumbuhkan perasaan mas’uliyah (tanggung jawab) bagi setiap anggota keluarga.
Pembinaan jiwa kepemimpinan ini bisa dilakukan. Salah satunya dengan mempelajari berbagai aspek tentang fikih usrah (syariat rumah tangga), tarbiyatul aulad (pembinaan anak), psikologi pendidikan, dan sebagainya. Selain itu, bisa dilakukan dengan melatih diri dan mempraktikkan pengetahuannya secara terus-menerus dalam muamalah sehari-hari di keluarga.
Kadang-kadang beberapa suami berpikiran bahwa tarbiyatul aulad urusan para wanita. Bahkan, dalam kenyataannya, berbagai kajian tentang tarbiyatul aulad lebih sering diarahkan dan diselenggarakan untuk para Muslimah. Padahal, pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama suami istri, bukan monopoli istri saja.*/Cahyadi Takariawan, dari bukunya Di Jalan Dakwah Kugapai Sakinah. [Tulisan berikutnya]