Hidayatullah.com–Rapat finalisasi Peraturan Pemerintah (PP) lintas kementerian tentang biaya akad nikah sementara menetapkan biaya nikah sebesar Rp 600 ribu. Biaya tersebut dikenakan jika akad nikah dilaksanakan di luar jam kantor atau di luar kantor.
Namun jika akad nikah dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA), cukup membayar Rp 50 ribu.
Sementara untuk masyarakat miskin, tidak dikenai biaya alias gratis, yang selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri Agama yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag).
“Bagi yang miskin secara ekonomi akan gratis diatur oleh Kemenag. Miskin secara hukum, itu tidak (gratis),” ujar Deputi IV Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koodinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agus Sartono, saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Rapat tersebut juga dihadiri Kemenag, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Agus menjelaskan, miskin secara ekonomi berbeda dengan miskin secara hukum. Miskin secara ekonomi misalnya yang tercatat di BPJS. Sementara miskin secara hukum akibat suatu perbuatan tindakan pidana dan menjadi miskin.
Menurut ia, seluruh biaya yang dikenakan tersebut akan masuk ke kas negara dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak, dan tidak serta merta menjadi milik petugas KUA.
“Semua masuk kas dalam bentuk PNBP, selanjutnya 80 persen PNBP dikembalikan ke Kemenag,” kata dia, dalam pemberitaan Tribunnews.
Agus menuturkan, PP yang baru tersebut merupakan revisi PP Nomor 47 Tahun 2004 terkait tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang menyebutkan biaya akad nikah sebesar Rp 30.000.
PP tersebut dicabut karena banyak menimbulkan gratifikasi karena melayani masyarakat menikah di luar jam kantor dan di luar kantor. Hal tersebut diperparah karena biaya operasional KUA sangat kecil yakni Rp 2 juta/bulan.
PP tersebut sendiri belum rampung. Rancangan tersebut akan final di Kementerian Hukum dan HAM sebelum diserahkan ke Presiden.*