Pesantren Ramadhan yang Dirindukan
“Ba-A-Ba… A-Ba-A…” ia membaca halaman 1 buku Iqro’ jilid 1. Awalnya tersendat-sendat, Alhamdulillah lama-lama lancar hingga mencapai Iqro jilid 3.
Jangan salah, itu bukan kegiatan belajar mengajar di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) yang biasa diikuti anak-anak usia balita. Yang sedang belajar membaca itu namanya Arvilyn Rollamas, ibu dari 3 anak. Dulu beragama Katolik, lalu bersyahadat pada tahun 2017.
Begitulah gambaran kegiatan “Pesantren Ramadhan” bagi komunitas mualaf Balik Islam di daerah pinggiran kota Manila, Filipina. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Departemen Hubungan Antar-Bangsa DPP Hidayatullah bekerjasama dengan Yayasan Sahabat Al-Aqsha, ISA (Institut Al-Aqsa untuk Riset Perdamaian), dan beberapa lembaga lainnya.
Wartawan Hidayatullah.com berkesempatan mendampingi para guru ngaji dari Indonesia ketika berdakwah di sana. Inilah beberapa laporan kisahnya:
Jatuh Cinta pada al-Qur’an
Ada banyak Muslimah seperti Arvilyn di Filipina wilayah utara. Meski telah sekian lama bersyahadat, namun belum bisa membaca al-Qur’an. Bukan karena malas belajar, tetapi tidak ada guru atau lembaga yang membimbingnya.
Di kawasan pinggiran Manila itu, memang nyaris tak ada guru ngaji. Masjid cuma ada satu, itupun ukurannya hanya seperti mushala di Indonesia. Jumlah penduduknya sekitar 110 ribu jiwa, dan yang beragama Islam hanya sekitar 400 orang saja.
Belakangan ini orang-orang asli Filipina berbondong-bondong mengucapkan dua kalimat syahadat. Muslim setempat menyebut para mualaf itu sebagai Balik Islam. Dari waktu ke waktu jumlahnya terus bertambah. Alhamdulillah.
Pada bulan Ramadhan 1445 H tahun lalu, DPP Hidayatullah dan Yayasan Sahabat Al-Aqsha menggulirkan program SEA Loves al-Qur’an. Yakni pengiriman para da’i untuk mengajar al-Qur’an di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara seperti Kamboja, Vietnam, Timor Leste, dan Filipina. Rupanya saudara-saudara Balik Islam di Filipina amat antusias menyambutnya.
Kegiatan Pesantren Ramadhan di Filipina saat itu diikuti belasan Muslimah mualaf. Mereka amat bersemangat, bahkan ada yang rela cuti bekerja demi bisa belajar agama.
Para mualaf belajar hal-hal mendasar mulai dari mengenal huruf Hijaiyah, tata cara berwudhu, shalat, cara mandi besar setelah haid, hafalan doa dan surat-surat pendek, dan sejenisnya.
Di akhir acara, diadakanlah acara wisuda. Mereka mendemonstrasikan kemampuannya menghafal surat-surat pendek dan membaca al-Qur’an. Lantas semuanya mendapat hadiah bingkisan Lebaran.
“Subhanallah, acaranya luar biasa. Kami selalu rindu agar acara serupa sering diadakan, namun di sini tidak ada tenaga guru mengaji dan minim sarananya,” ujar Sister Maryam, pengelola Al-Madinah Islamic Learning Center yang menjadi lokasi kegiatan.
Pada Ramadhan 1446 kali ini diadakan kegiatan serupa kembali. Sama dengan tahun sebelumnya, pesertanya ada belasan Muslimah. Arvilyn Rollamas adalah salah satunya.
“Peserta sangat bersemangat belajar mengaji. Sister Arvilyn itu tiap menyelesaikan 1 halaman Iqro’, selalu berteriak ‘Yes!’ saking gembiranya,” ujar Ustadzah Shofiyah, salah satu relawan Sahabat Al-Aqsha yang menjadi guru ngaji.
“Saya sangat senang bisa belajar membaca al-Qur’an. Ini sangat mengasyikkan. Aku mencintai al-Qur’an,” ujar Arvilyn dengan mata berbinar-binar.
Kelas Muslimah itu diikuti peserta mulai usia sekolah dasar hingga nenek yang telah punya beberapa cucu. Meski dalam kondisi puasa, semuanya bersemangat.
Kegiatan Pesantren Ramadhan untuk Muslimah berlangsung setiap hari tanpa libur. Dimulai sekitar jam 14.00 waktu setempat, lalu shalat Ashar berjamaah, hingga buka puasa bersama. Setelah shalat Maghrib berjamaah, acara berlanjut hingga ba’a Isya’.
Jadwal tersebut disesuaikan dengan aktivitas sehari-hari para peserta. Di antara mereka ada yang masih sekolah, kuliah, dan ada yang bekerja.
“Jika menyaksikan semangat mereka belajar, mata saya selalu gerimis. Mereka sangat kehausan belajar Islam, dan kecintaan terhadap al-Qur’an sudah tumbuh,” kata Ustadzah Irda Nurhasyanah, guru ngaji yang juga mudirah sebuah ma’had Tahfizhul Qur’an di daerah Depok, Jawa Barat.

Belajar dari Youtube
Selain kelas akhwat, Pesantren Ramadhan juga ada kelas ikhwannya. Lokasinya di Masjid Islam the Original Religion of Mankind (IORM). Acara diikuti oleh anak usia SD hingga pemuda 20 tahun.
Salah satu pesertanya bernama Isaah Castro. Pemuda 17 tahun ini bersyahadat dua tahun lalu. Kedua orangtuanya masih non-Muslim, begitu pula kakaknya. Karena tidak nyaman tinggal di rumah –terutama terkait makanan yang tidak dijamin halal—maka ia sekarang memilih tinggal di Masjid IORM.
Tiap waktu Isaah melantunkan hafalan ayat-ayat al-Qur’an, terutama surat-surat pendek dalam Juz ‘Amma. Hafalan itu tidak diperoleh dari guru ngaji, tetapi dari Youtube dan media sosial.
“Saya senang sekali mendengarkan dan melantunkan bacaan al-Qur’an. Sungguh indah,” ujarnya.
Ada lagi Bilal, anak SD berusia 9 tahun. Ia telah hafal surat-surat pendek, bahkan sudah hafal Surat ad-Dukhan ayat 40 hingga selesai, dan Surat Maryam ayat 1-10. Suaranya pun merdu.
Meski keduanya telah hafal ayat-ayat al-Qur’an, namun ternyata mereka belum bisa membaca huruf Hijaiyah. Apa boleh buat, mereka pun harus memulai belajar dari Iqro’ jilid 1.
“Ketika menghafal, bacaannya bagus, karena mereka biasa menyimak muratal para syaikh di Youtube. Tetapi mereka sebenarnya belum bisa membaca al-Qur’an. Subhanallah,” ujar Ustadz Achmad Dahlan, lulusan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIL) Pesantren Hidayatullah Surabaya yang bertugas mengajar ngaji di Masjid IORM.
Saban hari Dahlan dengan sabar membimbing para mualaf itu. Jumlahnya ada 15 orang. Kegiatan dimulai pukul 09.30 – 12.00, sesekali ada peserta yang belajar pukul 13.00 – 15.00, lanjut jam 16.00 hingga tarawih.
Alhamdulillah, mayoritas peserta antusias. Meski mereka mualaf, namun telah tumbuh cintanya kepada al-Qur’an. Bahkan beberapa peserta mengaku siap mendakwahkan al-Qur’an kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya.
“Jika Ustadz kembali ke Indonesia, kira-kira apakah saya sudah bisa membaca al-Qur’an? Saya ingin sekali bisa membaca al-Qur’an dan akan saya dakwahkan kepada keluarga,” kata Isaah kepada Dahlan.
Pada akhir Ramadhan, Dahlan (dan para guru ngaji lainnya) harus kembali ke Indonesia. Padahal Isaah baru belajar sampai Iqro’ jilid 4. Para mualaf Balik Islam pun sesungguhnya ingin terus didampingi.
Insya’Allah program ini akan terus dijalankan, agar para mualaf di Filipina bisa terus belajar al-Qur’an dan pemahaman agamanya semakin baik. Anda ingin men-support kegiatan ini?
Silakan transfer ke rekening BSI 7744123458 atas nama Sahabat Al-Aqsha Yayasan, beri keterangan: Untuk mualaf Filipina. Konfirmasi ke: 085842338879 atau 081333909595. Semoga jadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Amin.* (Bersambung)