Hidayatullah.com– Belakangan ini, sejumlah ulama yang dikenal kritis terhadap pemerintah mengakui nomor telepon seluler (ponsel)-nya dikloning alias digandakan. Tindakan pengkloningan itu tidak dibenarkan jika tanpa hak, kata Maneger Nasution, Komisioner Komnas HAM.
“Siapa pun, apalagi pemerintah sebagai pemangku kepentingan tidak boleh melakukan penyadapan, cloning, dan sebagainya terhadap ponsel warga negara tanpa hak,” ujar Maneger dalam pernyataan tertulisnya diterima hidayatullah.com Jakarta, Senin (13/02/2017).
Ia mengatakan, ponsel adalah barang multifungsi yang sangat privat dan pribadional.
Oleh karena itu, imbuhnya, siapa pun apalagi organ negara/pemerintah, tanpa hak, tidak boleh usil mengaksesnya (berdasarkan UU ITE pasal 30) dan juga tak boleh mentransmisinya (UU ITE pasal 27).
“Sekira siapa pun, apatah lagi pemerintah, tanpa hak, usil membuka, menyadap, men-cloning dan seterusnya ponsel warga negara sesungguhnya sudah melanggar UU ITE Pasal 30 ayat (1),” ungkapnya.
Siapa pun, apalagi pemerintah, imbuhnya, wajib hukumnya mengetahui perbuatan seperti itu melanggar hukum.
Meskipun, tambahnya, warga negara yang dibuka, disadap, dikloning ponselnya tidak atau belum menuntut. “Dan bisa jadi dia tidak tahu menahu bahwa ada orang atau organ pemerintah yang membuka, menyadap, meng-cloning ponselnya,” ujarnya.
Sebenarnya, jelas Maneger, hak itu sudah dijamin dalam UU ITE tahun 2009. Di situ tertulis terang benderang pada BAB VII tentang pelanggaran-pelanggaran pada sistem elektronik.
“Pada pasal 30 ayat (1) dan (2), di situ tertulis jelas bahwa UU ITE melarang setiap orang melakukan akses dengan cara apapun untuk mendapatkan informasi atau dokumen orang lain.
Jika terbukti melakukannya, maka akan mendapat ketentuan hukum pada pasal 46 ayat (1) dan (2) yaitu dengan penjara 6 sampai 7 tahun dan denda sebesar Rp 600.000.000,00 sampai Rp 700.000.000,00,” bebernya menjelaskan.
SBY: Penyadapan Kejahatan Serius, Polri Harus Tegakkan Hukum
Negara Wajib Lindungi Privasi Warganya
Di samping pasal-pasal itu, kata Maneger, sebenarnya hak privasi itu adalah hak konstitusional warga negara yang wajib hukumnya dijamin dan dilindungi pemerintah.
Hak privasi, kata dia, adalah keleluasaan individu dan sangat elementer dalam HAM. Lantas bagaimana bila hak itu tercederai oleh perilaku tidak terpuji orang lain apalagi oleh organ negara/pemerintah?
“Sejatinya kita tidak terima lalu menuntut melalui mekanisme hukum yang tersedia,” Maneger menekankan. Langkah itulah, menurutnya, cara elegan mempertahankan hak atas privasi.
Oleh karenanya, lanjutnya, semua orang apalagi negara/pemerintah, seharusnya menghargai hak privasi orang lain, warga negaranya sendiri.
“Negara terutama pemerintah wajib hukumnya hadir melindungi dan memenuhi hak konstitusional warga negara tersebut (Pasal 28I ayat (4) dan Pasal 71 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM),” ujarnya.*