Hidayatullah.com— Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing membela diri terkait operasi pembersihan bukan Oktober di Rakhine setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan akan menyelidiki tuduhan keterlibatan pasukan keamanan itu dalam aksi pemmbunuhan, penyiksaan dan pemerkisaan etnis minoritas Islam Rohingya.
Berbicara di depan massa di Naypyidaw untuk merayakan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, ia mengatakan orang Bengali (sebutan orang Myanmar untuk etnis Rohingya) di Negara Bagian Rakhine bukan warga negara Myanmar tetapi hanyalah imigran gelap, katanya.
“Kaum Bengali di negara bagian Rakhine bukan warga negara Myanmar dan mereka hanya orang-orang yang datang dan tinggal di negeri ini,” katanya, menggunakan sebuah istilah untuk merendahkan warga Rohingya.
Baca: Myanmar Menolak Penyelidikan PBB terkait Kejahatan pada Etnis Rohingya
“Kami memiliki kewajiban untuk melakukan apa yang harus kita lakukan, menurut hukum, dan kami juga memiliki tugas melindungi kedaulatan kita ketika dirugikan oleh masalah politik, agama dan ras di negeri ini,” katanya.
Hampir 75.000 warga Rohingya lari ke Bangladesh setelah militer Myanmar meluncurkan operasi pembersihan etnis memburu pemberontak Rohingya yang dituduh menyerang pos perbatasan polisi di utara Rakhine pada Oktober 2016, tulis AFP.
Catatan sejarah kolonial Inggris yang pernah menguasai Myanmar menunjukkan penduduk Rohingya sudah tinggal di Arakan selama ratusan tahun.
Baca: Aksi Ekstremis Buddha Tolak Kartu Identitas Kewarganegaraan Etnis Rohingya
Sekitar 200 orang tewas dalam bernuansa Sara di sebelah barat negara bagian Rakhine tahun 2013. Lebih 140.000 orang terpaksa mengungsi dan terombang-ambing di laut akibat ditolak berbabagai negara, kebanyakan di antaranya etnis Muslim Rohingya.
Minggu lalu, ratuan biksu dan anggota partai utama Rakhine, Partai Nasional Arakan menuntut kepala imigrasi ditangkap karena mengeluarkan kartu identifikasi Nasional untuk komunitas etnis minoritas Rohingya.
Penyelenggara demonstrasi, Aung Htay menegaskan penolakan atas rencana pemerintah yang akan memberikan hak kewarganegaraan kepada etnis Muslim Rohingya.
“Kami berdemo untuk mengatakan kepada pemerintah agar sepenuhnya menaati UU Kewarganegaraan 1982. Kami tidak mengizinkan pemerintah memberikan kewarganegaraan bagi imigran ilegal,” ujar Aung Htay, penggagas demonstrasi seperti dikutip dari Associated Press, Selasa (21/3/2017).
Kelompok hak asasi dan masyarakat internasional telah mengecam Myanmar yang menolak kewarganegaraan dan akses terhadap layanan dasar lebih dari 1,1 juta warga Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine karena mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.*