KEBERUNTUNGAN hidup selamanya milik orang-orang beriman, di dunia terlebih di hari Akhirat kelak.
Termasuk ketika mereka senantiasa berpegang teguh dalam rel kebaikan dan ketaatan di jalan Allah.
Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا ما يُوعَظُونَ بِهِ لَكانَ خَيْراً لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتاً ، وَإِذاً لَآتَيْناهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْراً عَظِيماً، وَلَهَدَيْناهُمْ صِراطاً مُسْتَقِيماً
“… Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nisa [4]: 66-68).
Baca: Jalan Kebaikan
Setidaknya ada empat kabar gembira (busyrah) dalam ayat di atas, bagi orang-orang yang senantiasa istiqamah mengerjakan perintah agama.
Pertama, kebaikan berbalas kebaikan. Inilah rumus awal kemenangan orang-orang beriman.
Orang yang berbuat baik niscaya meraih kebaikan dan akan dikumpul bersama orang-orang yang baik pula. Allah bahkan tak segan memberi cap baik kepada hamba tersebut.
Alhasil dengan stempel baik itu tadi, maka setiap perilakunya senantiasa baik, tingkah lakunya lalu berhias adab dan akhlak mulia.
Serta yang terpenting adalah kebaikan apapun akan menjadi ringan dikerjakan dengan bantuan Allah Ta’ala.
Baca: Siapa Mengajak Kebaikan, Ia Memperoleh Pahala seperti Pahala yang Mengikuti
Kedua, jaminan keteguhan iman dari Allah. Jika seorang Muslim istiqamah menegakkan agama, niscaya Allah tak sungkan menolongnya dengan mengokohkan keimanannya.
Di zaman fitnah sekarang, keteguhan iman adalah barang langka sekaligus harga mati sebuah keyakinan. Ia tak bisa ditawar apalagi ditukar dengan materi duniawi.
Kini, dunia berkabut fitnah dan berselimut syubhat agama. Keburukan dan kemaksiatan kian merajalela. Keduanya bahkan seolah tak bisa dikenali dan dibedakan dengan kebaikan dan ketaatan.
Pelaku keburukan justru disanjung dan dielu dengan pujian, sedang orang-orang baik justru terpinggirkan. Mereka kian asing di tengah pusaran fitnah dan badai syubhat dan syahwat tersebut.
Ketiga, ganjaran pahala yang besar. Orang-orang yang istiqamah di masa fitnah melanda akan memperoleh ganjaran yang datang dari sisi Allah Ta’ala.
Ganjaran tersebut berlaku di dunia dan di Akhirat nanti. Di dunia mereka memperoleh ketenangan serta kebahagiaan jiwa.
Sedang di surga, seluruh kebutuhan dan kesenangan mereka dipenuhi sesuka hati. Sesuatu yang selama ini belum pernah terlihat oleh mata, belum terdengar oleh telinga, bahkan tak terjangkau khayalan manusia sekalipun.
Keempat, jaminan hidayah. Pastinya Kami tunjuki ia ke jalan yang lurus, begitu janji Allah kepada hamba-Nya.
Abdurrahman as-Sa’di mengurai persoalan ini dengan berkata: Hal ini merupakan bentuk keumuman makna setelah pengkhususannya. Yaitu, dari kemuliaan hidayah menuju jalan yang lurus.
Kini, Ramadhan telah berlalu beberapa hari. Berburu kebaikan dan ketaatan adalah keniscayaan di bulan mulia tersebut.
Diharapkan, kabar gembira di atas menjadi motivasi tambahan bagi setiap kita untuk tak melewatkan waktu berkah tersebut kecuali dengan ibadah dan ragam amal shaleh lainnya.*