Hidayatullah.com–Tidak ada rumus kalah atau rugi bagi orang beriman. Buat dirinya sendiri terlebih ketika ia berinteraksi dengan orang lain. Bagi orang beriman, semua yang ia lakukan sebatas mujahadah (usaha maksimal) dalam meraih ridha Allah di dunia.
“Orang beriman itu tak pernah rugi jika ia memang sudah berusaha maksimal. Sebab orang beriman itu hanya bertugas bekerja sedang hasil usahanya senantiasa kembali kepada kuasa dan ketetapan Allah semata,” demikian disampaikan anggota Dewan Syura Hidayatullah, Nashirul Haq, Lc, MA di hadapan peserta “Training Marhalah Wustha” yang diadakan di Gedung Unit Pelaksana Teknis Bersama (UPTB) Balai Penelitian Pertanian (Bapeltan) Samarinda, Kaltim, Kamis (09/01/2014).
Saat mengampu kajian materi “Mengenal Harakah-harakah Islam”, kandidat doktor Islamic Revealed Knowledge and Heritage di International Islamic University Malaysia (IIUM) ini memaparkan bagaimana seharusnya orang beriman bergaul dengan orang lain.
Kata Nashirul Haq, orang beriman hanya mengenal sinergi positif dengan saudaranya serta membuang jauh hal-hal negatif yang bersifat dzan (prasangka) yang timbul dari perasaan semata.
Ketika seorang Muslim dituntut untuk bekerja sama dalam urusan dakwah di tengah masyarakat, ia tak perlu merasa tersaingi atau dikalahkan oleh saudaranya sesama Muslim.
Sebab, terangnya, dakwah dan hasil dari berdakwah itu bukan tujuan utama dia.
Sehingga, tegasnya, seorang Muslim tidak perlu merasa jadi pecundang atau bersikap “win win solution”. Karena sikap yang benar bagi seorang Muslim menurut Nashirul, tidak lain adalah saling bersinergi dan senantiasa husnudzan (berprasangka baik) kepada orang lain.
Menurutnya, inilah kelemahan internal pada tubuh umat Islam.
Hari ini umat Islam kehilangan kepercayaan di antara sesama mereka sendiri. Alih-alih bekerja sama membina umat Islam, mereka sendiri sibuk bertikai dalam urusan yang sejatinya hanya bersifat furu’iyah.
Padahal kesamaan yang menyatukan mereka begitu banyak. Sebagaimana potensi umat Islam begitu kuat andai mereka saling bersinergi satu sama lain.
Ibarat bangsa semut, hidup berjamaah menjadi fitrah yang telah digariskan Allah kepada manusia sebagai makhluk sosial.
Lebih dari itu, berjamaah adalah sunnatullah syar’iyah. Bahwa untuk menjalani kehidupan beragama yang lebih baik, maka berjamaah menjadi sebuah keniscayaan bagi orang beriman.
Nashirul mengingatkan, di dunia ini hanya ada dua jamaah yang senantiasa saling berseteru dalam pertikaian abadi.
“(Perseteruan) yang ada hanyalah antara jamaah al-haq versus jamaah al-bathil. Antara hizbullah melawan hizbu as-syaitan,” ujarnya.
Terakhir, ia mengingatkan para peserta training sebuah ungkapan dari Ali bin Abi Thalib, sebuah kejahatan yang dimenej dengan baik ternyata mampu mengalahkan kebaikan yang hanya dikelola apa adanya saja.
Ia berharap semoga ini semua menjadi kesadaran kita bersama untuk tidak lagi ragu bekerja sama dengan saudara seiman dan kelompok-kelompok dakwah yang lain sesama ahlus sunnah.
“Buang jauh-jauh kecurigaan sesama Muslim. Sebab ia hanya merusak hati dan ukhuwah di antara umat Islam saja,” pungkas nya penuh semangat.*/ kiriman Masykur Suyuthi (Samarinda)