Hidayatullah.com– Peringatan 90 tahun Rabithah Alawiyah digelar di Jakarta, Ahad (16/12/2018). Peringatan itu tampak dihadiri Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen Umar Smith beserta jajaran pengurus lainnya, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan, serta para ulama dan habaib.
Menag dalam sambutannya mengapresiasi peran para alawiyin dalam pembangunan bangsa.
“Saya kira tidak ada keraguan sedikit pun bahwa golongan keturunan Arab sebagai bagian dari bangsa Indonesia memiliki peran dan sumbangsih yang besar dalam membangun rumah kebangsaan Indonesia,” ujar Menag saat menghadiri acara itu.
Menag mengatakan, para ulama dan tokoh masyarakat alawiyin memiliki peran besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
“Para Alawiyin dan masyarakat keturunan Arab juga mengisi kemerdekaan Indonesia melalui berbagi kegiatan pendidikan, dakwah, sosial, dan kemanusiaan,” ungkap Menag lansir Kemenag.
Menag pun mengapresiasi keberadaan Rabithah Alawiyah, sebagai organisasi massa Islam yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, dimana mayoritas anggotanya adalah para WNI Keturunan Arab.
Baca: Diberitakan Dukung Pembubaran HTI, Rabithah Alawiyah Sayangkan Namanya Dicatut LPOI
Peringatan 90 tahun Rabithah Alawiyyah, menurut Menag, menemukan momentumnya dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Keberadaan Rabithah Alawiyah sejak tahun 1928 memiliki arti penting dalam sejarah Indonesia, baik sebelum kemerdekaan maupun sesudahnya,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, banyak di antara alawiyin maupun masyarakat Indonesia keturunan Arab yang terjun di bidang sosial kemasyarakatan.
“Mereka membina masyarakat agar menjadi warga negara yang berakhlakul karimah,” ujarnya.
Menag mencontohkan ajaran yang disampaikan Habib Ali bin Abdurrahman Kwitang.
“Habib Kwitang ini, tidak pernah mengajarkan ideologi kebencian, berpolitik adu domba, iri, dengki, ghibah, fitnah, dan namimah,” tuturnya.
Sebaliknya, Habib Ali mengembangkan tradisi kakek-kakeknya. Inti dari ajaran Habib Ali, kata Menag adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
“Ajaran untuk menghormati hak-hal setiap manusia tanpa membedakan manusia atas latar belakang status sosial mereka,” tandasnya.*