Hidayatullah.com—Italia menjadi negara maju pertama yang bergabung dengan program investasi global China, yang menimbulkan kekhawatiran negara-negara Barat sekutu Italia.
Proyek yang disebut sebagai Jalur Sutra Baru itu, yang berusaha menghidupkan rute perniagaan lama untuk menghubungkan China dengan Eropa, diteken Italia dalam 29 perjanjian bernilai 2,5 miliar euro atau $2,8 miliar. Kesepakatan itu ditandatangani saat Presiden Xi Jinping berkunjung ke Roma, lansir BBC Sabtu (23/3/2019).
Program besutan China itu, yang memiliki nama lain Belt and Road Initiative (BRI) meliputi pendanaan China dalam pembangunan-pembangunan mega infrastruktur di berbagai belahan dunia, yang bertujuan melancarkan ekspor produk-produk China ke mancanegara.
Atas nama Italia, Wakil Perdana Menteri Luigi Di Maio (ketua partai antimigran Gerakan Bintang Lima) menandatangani memorandum of intent yang menjadikan Italia resmi bagian dari Economic Silk Road dan 21st Century Maritime Silk Road.
Para menteri Italia kemudian menandatangani kesepakatan-kesepakatan di bidang energi, keuangan, serta produk-produk pertanian. Disusul kemudian penandatanganan kesepakatan oleh pimpinan-pimpinan perusahaan besar di sektor gas dan energi serta engineering Italia yang akan diberikan akses ke pasar China.
Perusahaan milik pemerintah Beijing China Communications and Construction Company (CCCC) akan diberikan akses ke pelabuhan Trieste sehingga China dapat merambah kawasan tengah dan timur Eropa. China juga akan dilibatkan dalam pembangunan pelabuhan Genoa.
Italia menjadi anggota kelompok negara maju G7 yang menerima tawaran uang China.
Italia termasuk 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia, tetapi beberapa tahun terakhir kondisi keuangannya tidak terlalu baik.
Italia terjerumus ke dalam resesi sejak akhir 2018, tingkat utang nasionalnya termasuk tertinggi di kalangan negara-negara pengguna mata uang euro. Pemerintah Italia yang dikuasai politisi populis sejak Juni 2018 mengajukan anggara belanja negara yang sangat besar, tetapi terpaksa menguranginya sebab mendapat tekanan dari Uni Eropa yang menuntut Italia berhemat.
Menanggapi kekhawatiran sekutu-sekutu Italia dalam sebuah konferensi pers Di Maio berkata, “kami tidak ingin melangkahi mitra-mitra Eropa kami. Kami tetap berada di dalam aliansi Euro-Atlantic dan kami tetap sekutu dari negara-negara dalam NATO.”
Namun demikian, rupanya tidak semua dalam pemerintahan Italia setuju dengan kesepakatan tersebut. Mitra koalisi Di Maio, pimpinan partai sayap kanan Liga yang juga menjabat wakil perdana menteri Matteo Salvini dengan sangat mencolok absen dari semua acara resmi yang sangat penting tersebut.
Sebelumnya, Salvini pernah memperingatkan bahwa dia tidak ingin bisnis asing “menjajah” Italia.
“Sebelum mempersilahkan seseorang berinvestasi di pelabuhan Trieste atau Genoa, saya akan berpikir tidak hanya sekali melainkan seratus kali,” kata Salvini.
Sebelumnya, Salvini pernah memperingatkan bahwa dia tidak ingin bisnis asing “menjajah” Italia.
“Sebelum mempersilahkan seseorang berinvestasi di pelabuhan Trieste atau Genoa, saya akan berpikir tidak hanya sekali melainkan seratus kali,” kata Salvini.
Label “Made in Italy” memiliki reputasi kualitas yang baik di mancanegara, dan secara hukum dilindungi untuk dipakai pada produk-produk yang diproses atau diproduksi “sebagian besarnya” di Italia.
Beberapa tahun belakangan ini, pabrik-pabrik China yang didirikan di Italia dan menggunakan tenaga kerja asal China telah “mengusik” kepercayaan konsumen terhadap label “Made ini Italy”.*