Hidayatullah.com–Dokter militer pengungkap tindakan pemerintah China yang menutup-nutupi wabah severe acute respiratory syndrome (Sars) di tahun 2003 ditempatkan dalam tahanan rumah sejak tahun lalu, menurut keluarga dan temannya.
Nasib Dr. Jiang Yanyong, 88, seorang pensiunan jenderal dari Tentara Pembebasan Rakyat China, mencuat kembali ke publik setelah kematian Dr. Li Wenliang hari Jumat lalu dalam usia 34 tahun. Li adalah dokter yang memperingatkan koleganya dan pejabat kesehatan China tentang coronavirus di Wuhan di awal kemunculannya, tetapi justru ditangkap dan ditahan aparat karena dianggap menimbulkan keresahan masyarakat.
Sejak April 2019, aparat mencabut kontak Jiang dengan dunia luar dan membatasi pergerakannya setelah dia menulis surat kepada pejabat tinggi China meminta agar mengasesmen ulang gerakan pro-demokrasi 1989 di Lapangan Tiananmen. Demikian dikatakan seorang teman dekatnya, yang tidak bersedia disebutkan identitasnya.
Istri Jiang, Hua Zhongwei, mengkonfirmasi bahwa suaminya dikurung di rumah.
“Dia tidak diperbolehkan melakukan kontak dengan orang luar. Dia saat ini berada di rumah. Dia tidak memiliki alat komunikasi [dengan orang luar],” kata wanita itu seperti dilansir The Guardian Ahad (9/2/2020).
“Kondisi kesehatannya tidak baik. Keadaan mentalnya juga demikian. Dia tidak dalam kondisi baik,” tegasnya.
Wanita itu mengatakan suaminya menderita pneumonia dan dirawat di rumah sakit tahun lalu. “Maaf, rasanya kurang nyaman untuk bercerita lebih banyak,” kata Hua.
Jiang dirawat di Rumah Sakit Militer 301 di Beijin, tempatnya bertugas selama lebih dari 60 tahun. Selama dirawat sebulan lebih mulai April, dia dikawal ketat dan dilarang dikunjungi keluarganya, kata temannya. Ketika Jiang menjadi marah dia diberi obat, yang mengakibatkan otaknya hilang ingatan. Sejak itu, pergeraknnya dibatasi oleh aparat China, imbuh temannya tersebut.
Seorang temannya yang lain menambahkan, “Kami sudah lama tidak melihatnya dan tidak dapat mengontaknya. Kami dengar otaknya terdampak parah.”
Jiang dianggap pahlawan nasional oleh rakyat China setelah mengungkap wabah Sars tahun 2003 yang ditutup-tutupi pemerintah. Namun, dia dipaksa memjalani “sesi cuci otak”, yang disebut China sebagai fasilitas re-edukasi, setelah menyeru agar pemerintah Komunis mengakui demonstrasi mahasiswa di Tiananmen tahun 1989 sebagai “gerakan patriotik”.
“Kesalahan-keaalahan yang dilakukan oleh partai kita harus diperbaiki oleh partai. Lebih cepat hal itu dilakukan dan dengan seksama, maka akan lebih baik,” tulis Jiang di tahun 2004, dalam peringatan ke-15 tahun tindakan keras militer Komunis China membantai rakyatnya di Tiananmen.
Dalam sebuah wawancara tahun 2013 dengan Southern People Weekly, majalah yang berani bersuara lantang, Jiang menegaskan tekadnya untuk menyuarakan kebenaran.
“Sebagai seorang dokter menjaga kesehatan dan nyawa pasien adalah prioritas pertama dan paling utama … persyaratan paling dasar bagi seorang dokter adalah menyuarakan kebenaran. Saya sudah mengalami banyak pergerakan politik selama 50 tahun, saya merasa sangat mudah untuk berkata bohong, karena itu saya bertekad tidak akan pernah berkata bohong,” kata Jiang kepada majalah tersebut.*