Hidayatullah.com—Seorang juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa, pada hari Senin (27/7/2020) memberikan pernyataan bahwa Turki akan tetap menjadi republik dengan sistem demokrasi. Pernyataan tersebut keluar sebagai tanggapan atas timbulnya kegemparan di media sosial dengan seruan pembaruan kekhalifahan.
“Republik Turki adalah negara yang demokratis dan sekuler berdasarkan aturan hukum,” kata juru bicara Omer Celik dalam sebuah ciutan twitter. “Republik kita adalah payung bagi kita semua berdasarkan kualitas-kualitas ini,” ujarnya sebagaimana dikutip oleh The New Arab.
“Adalah hal yang salah untuk memicu polarisasi tentang sistem politik Turki … Debat dan polarisasi tidak sehat yang muncul di media sosial kemarin tentang sistem politik kita tidak ada dalam agenda Turki,” tulis Celik. “Republik Turki akan berdiri selamanya. Dengan doa dan dukungan dari negara kita, dan di bawah kepemimpinan presiden kita, kita berjalan menuju apa yang disebut tujuan yang tak terjangkau untuk negara dan kemanusiaan kita. Republik kita akan terus bersinar,” tambahnya.
Cuitan resmi AKP muncul pada pagi hari setelah Gercek Hayat, majalah mingguan surat kabar Yeni Safak yang terkait dengan pemerintah, memberitakan seruan agar Ankara untuk membangkitkan kembali kekhalifahan, yang dihapuskan tidak lama setelah jatuhnya Kekhilafahan Utsmani (Ottoman).
“Sekarang Hagia Sophia dan Turki bebas; bersiaplah untuk kekhalifahan,” isi sampul Gercek Hayat terbitan 27 Juli lalu. “Jika tidak sekarang, lalu kapan? Jika bukan kamu, lalu siapa?” tanya sampul tersebut, tampaknya merujuk pada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Kekhalifahan adalah sisrem Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah, yang memerintah berdasarkan hukum-hukum Islam. Kekhalifahan terakhir, dipimpin oleh Utsmani, jatuh pada tahun 1924 lalu digantikan dengan Republik Sekuler Turki.
Pernyataan itu disertai dengan terjemahan dalam bahasa Inggris dan Arab. Gercek Hayat dan Yeni Safak dimiliki oleh Albayrak Media Group, yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Turki dan Presiden Erdogan.
Pada hari Jumat (24/7/2020), Turki membuka kembali Masjid Hagia Sophia setelah lebih dari 80 tahun dikonversi menjadi museum oleh pendiri Republik Sekulerisme Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
“Hagia Sophia kini melepaskan diri dari rantai penawanannya. Itu adalah impian terbesar kaum muda kita,” kata Erdogan awal bulan ini. “Hal ini adalah kerinduan rakyat kita dan ia telah tercapai.”
Hagia Sophia difungsikan sebagai gereja selama 916 tahun hingga penaklukan Konstantinopel, kini Istanbul, dan menjadi sebuah masjid dari tahun 1453 hingga 1934 – hampir 500 tahun – dan kemudian oleh Kemal Attaturk diputuskan untuk diubah menjadi museum, keputusan yang dianggap tidak sah dan kemudian dibatalkan pada 10 Juli 2020 ini melalui Dewan Negara Turki.
Pada tahun 1985, selama menjadi museum, Hagia Sophia ditambahkan ke Daftar Warisan Dunia UNESCO. Selain menjadi masjid yang berfungsi, Pemerintah Turki telah mengumumkan bahwa Masjid Hagia Sophia adalah tujuan wisata utama Turki dan akan tetap terbuka untuk pengunjung domestik dan asing.*