Hidayatullah.com | LAKSANA lautan tak bertepi bila membincang cinta dalam Al-Qur’an. Sedangkan cinta itu sendiri juga tak pernah selesai diperbincangkan dalam sejarah manusia, ia ada dan nyata, tapi selalu menjadi rahasia.
Berjuta-juta buku tentang cinta tak pernah kering dari tinta. Berbagai ilmuwan tak pernah selesai membuat definisi tentangnya, dan setiap zaman selalu ada yang baru dalam ekspresi dan aksinya.
Dalam al-Qur’an terdapat 38 bentuk kata cinta, yang setiap katanya memiliki makna yang berbeda-beda. Demikian kata Ghazi bin Muhammad. Beberapa kata cinta tersebut; al-Hubb, al-Mahabbah, al-Istihbab, al-Rahmah, al-Ra’fah, al-Wuddu, al-Mawaddah, al-Widad, al-Iradah, al-Syaghaf, al-Hawa, al-istihwa, al-Ghawai, al-Ham, al-Raghab, al-Taqarub, al-Gharam, al-Hiyam, al-Khullakh, al-Sadaqah, al-Istar, al-Hannan, al-i’Jab, al-Mail dan beberapa kata cinta yang disertai kalimat memiliki makna tersediri.
Dalam al-Qur’an juga terdapat marahil (tingkatan) cinta, ada 100 al-marahil al-hubb al-Ilahi wa al-basyari (cinta pada Tuhan dan manusia) yaitu; al-Faragh, al-Faqr, al-Tazzayyun, al-I’jab, al-Hubb, al-Ridha dan lainnya. Juga ada tingkatan al-hubb al-nas ila Allah (Manusia mencintai Tuhan) seperti; al-Wudd, al-syafaqah, al-Isti’nas, al-Salam, al-Iktifak, al-Syukr, al-Tawakkul, insyirah al-Shadr, Lainul Al-Jild, Lain al-Qalb, al-tabattul, al-Ikhba’, al-Inabah dan lainnya. Dan tingkatan cinta manusia pada manusia; al-Mahabbah, wujud al-Jamal, al-Ta’aruf, al-Mail, al-Mawaddah, al-Ro’fah, al-Murawidah, al-Shaf dan kata lainnya.
Cinta Allah pada manusia tidak pernah berubah dan tidak pernah berakhir. Allah selalu mencintai manusia. Bila ada yang berubah, yang berubah bukan cinta Allah, tetapi cintanya manusia padaNya.
Mereka berbuat kejahatan, dosa, kemaksiatan, dan berbagai kejelekan. Mereka menolak cinta Allah, melupakan cintaNya, bahkan mereka tak pernah lagi ada rasa cinta padaNya. Sehingga ada rasa kering dan hampa dalam dirinya, bila rasa kering padaNya menyergap, ia akan menjauh dariNya, bila jauh dariNya, jauh dari rahmatNya, bila jauh dari rahmatnya, jauh pula ketenangan dan ketentraman dalam hidupnya. Dalam hidupnya dipenuhi bara (adzab), sehingga mencari ketengan dan kebahagiannya fana, bila jenuh dengan kebahagian fana, ia akan mengakhiri hidupnya dengan menyiksa dirinya.
Bila keimanan seseorang semakin menipis, maka kecintaan kepadaNya juga demikian. Bila iman seseorang bertambah dan terus bertambah, maka cintanya juga berbunga kepadaNya.
Puncak cinta dalam al-Qur’an adalah untuk kebaikan, dan kedekatan kepadaNya, apabila ada kedekatan kepadaNya, maka akan dapat memperbaiki sikap, prilaku, pola pikir, sampai gerak hati. Bila mencintaNya, dia tidak akan mengabaikan fitrah cinta pada sesama, dan makhluq lainnya.
Allah menciptakan makhluq dengan penuh cinta (al-hubb) dan kasih sayang (rahmah), serta dengan penuh keindahan (al-Jamal), dengan cinta ia akan kembali kepadaNya Sang Maha Pencipta dan Pecinta, namun Allah memberi pilihan al-hubb al-al’la (cinta agung) dan al-hubb al-adna (cinta rendah). Jika manusia memilih al-adna (rendah, hina) ia dengan sendirinya menuju kepada neraka, “Wahadainahu Najdain…”, Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan). Allahu’alm bis Shawab.*/ Halimi Zuhdy