Hidayatullah.com—Ilmu jurnalistik adalah senjata yang bisa digunakan melawan propaganda islamofobia. Hal ini disampaikan Erwyn Kurniawan, pemimpin redaksi Kabar Berita Semesta pada sesi tanya jawab materi perkuliahan di Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta.
“Jurnalistik berkaitan erat dengan pemberitaan,” ujarnya mengawali materi. “Sedangkan berita sendiri adalah segala informasi yang menarik perhatian manusia dan menyangkut kepentingan umum serta dilaporkan oleh wartawan,” ujarnya kepada peserta SPI angkatan 11 dengan tajuk “Jurnalistik Dasar” melalui daring, hari Rabu malam (03/03/2021).
Dalam pertemuan yang diikuti oleh peserta dari wilayah Jabodebek, penulis buku Dalam Lingkaran Kebisuan ini menambahkan bahwa teks berita seharusnya disusun berdasarkan kaidah-kaidah serta etika jurnalistik. Sehingga informasi yang diterima dapat dibuktikan kebenarannya.
Penulisan sebuah berita yang baik juga harus mengandung nilai-nilai berita seperti kedekatan, luas pengaruh, tingkat signifikansi, keterkenalan, tren, konflik, unik, kemanusiaan, dan aktual.
Erwyn lebih lanjut menyampaikan bahwa penulisan sebuah berita memiliki rumus matematikanya tersendiri. “Satu orang biasa, ditambah satu kejadian biasa, bukan merupakan sebuah berita, sedangkan satu orang biasa ditambah dengan kasus korupsi bansos dapat disebut sebagai berita, apalagi ditambah menteri yang melakukan, itu bisa jadi top news,” ungkap jurnalis satu ini.
Baca juga: Posisi Kabar dalam Keilmuan Islam
Dalam sesi tanya jawab, salah satu peserta, Devi Riyawati menyatakan bahwa saat ini semakin banyak berita dengan judul yang clickbait dan pemberitaan yang digemari masyakarat pun adalah pemberitaan buruk.
“Gimana caranya kita sebagai muslim mengembalikan fungsi jurnalistik ke fungsi awalnya?,” tanya aktivis Muslimah ini.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Erwyn mengatakan bahwa cara mengembalikan fungsi jurnalistik adalah dengan tidak memberitakan bad news is a good news. “Media seperti hidayatullah.com, dakwatuna, contohnya, memberitakan hal-hal yang positif. Media perlu melakukan pengelolaan berita yang tidak terjebak dengan hoaks dan memenuhi kaidah jurnalistik,” lanjut Presiden Relawan Literasi ini.
Erwyn yang juga merupakan Tenaga Ahli DPR Periode 2019-2024 ini menyatakan bahwa pemikiran islam dengan jurnalistik itu memiliki keterkaitan yang erat seperti 2 sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Media adalah wahana atau alat bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan serangan pemikiran. Propaganda busuk dari islamofobia, disalurkan melaui media.
“Terjunlah ke media sosial untuk melawan propaganda islamofobia melalui kaidah-kaidah jurnalistik,” ungkapnya kepada para peserta Sekolah Pemikiran Islam.
Menanggapi pernyataan Erwyn, Annisa Nurul Hidayah, salah seorang peserta SPI angkatan 11 turut berkomentar. Menurutnya, umat Muslim harus mulai terjun ke media, karena jika umat muslim tidak menguasai media, pastinya orang-orang fasiq makin berkuasa dan makin mendoktrin masyarakat dengan tulisan mereka, ujar wanita yang sedang berkuliah di STIDDI Al-Hikmah Jakarta ini.*