Hidayatullah.com—Kristikus Faizal Assegaf akhirnya memberi tanggapan kepada publik setelah sebelumnya dilaporkan oleh GP Ansor DKI Jakarta akibat unggahan di akun Twitter terkait kecamanya kepada Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf. Faizal mengklaim, hal itu agar kebaikan ormas NU sendiri, agar “tidak bertambah rusak”.
Faizal mengaku sudah mengikuti perkembangan berbagai laporan bahwa dirinya telah dilaporkan banyak organisasi sayap Nahdlatul Ulama (NU) di seluruh Indonesia dalam beberapa hari ini. Ia klaim hampir ada sekitar 150 lembaga bantuan hukum GP Ansor mengadukannya ke kantor polisi terkait pernyataannya yang mempertanyakan mengapa Ketua PBNU Yahya Cholil Tsaquf menyimpulkan habaib Indonesia itu sebagai pengungsi dengan sinisme dan gestur tubuh yang mengejek.
“Saya bereaksi mempertanyakan secara argumentasi apa dasar-dasar yang dimiliki oleh Yahya Tsaquf dengan klaim bahwa habaib itu adalah tetapi menariknya pertanyaan kritis saya ini memicu satu gerakan politik untuk menekan penegak hukum yang meminta saya untuk ditahan dan dipenjarakan karena mereka mengklaim saya melakukan ujaran kebencian atau penghinaan kepada Ketua PBNU,” katanya.
Dengan perkembangan ini Faizal Assegaf meyakini organisasi Nahdlatul Ulama (NU) telah mengalami kebangkrutan dan kemerosotan intelektual di ruang publik. “Memang sudah sejak lama saya menyimpulkan organisasi NU ini mengalami kemerosotan intelektual dan moral mereka, dan hari ini terbuktikan bagaimana orang-orang yang mengklaim mereka memiliki organisasi besar terbukti berpikiran kerdil,” ujarnya dalam video yang diunggah di kanal YouTube-nya, berdurasi 7 menit 19 detik.
Tindakan-tindakan atau fenomena kemerosotan organisasi NU, demikian klam Faizal, harus dilihat sebagai satu kebangkrutan dalam berorganisasi di tengah kemajuan zaman. “Kalau semua orang dengan sikap kritis kemudian direspons dengan ancaman-ancaman penegakan hukum, maka menurut saya organisasi ini tidak perlu lagi masuk di ruang publik, tidak usah muncul di ruang publik sebagai organisasi yang terbuka, tapi kalian berorganisasi saja di dalam gua , supaya apa pun tindakan yang kalian buat, ucapan, pemikiran, atau perilaku apa saja tidak dikoreksi atau mendapat tanggapan dari publik,” tegas eksponen 98 ini.
Menurutnya, kalau semua orang dengan sikap kritis kemudian direspon dengan ancaman-ancaman penegakan hukum, maka organisasi ini tidak perlu lagi muncul di ruang publik dengan mengklaim sebagai sebagai organisasi yang terbuka.
“Kalau ingin menjadi organisasi publik, maka juga harus siap dengan kemampuan berargumentasi, kemampuan untuk menyampaikan pendapat kemudian untuk melakukan pertentangan-pertentangan dialektika pemikiran sebagai cara untuk menemukan jalan pikiran yang konstruktif dalam memahami akar masalah yang terjadi,” tambahnya.
Sebelumnya, hari ini Selasa (8/11/2022), Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta melaporkan Faizal Assegaf ke Polda Metro Jaya. Laporan dibuat GP Ansor terkait cuitan Faizal Assegaf melalui akun Twitter pribadinya antara tanggal 27–30 Oktober 2022 yang dianggap “menghina dan memfitnah” Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf.
Faisal Assegaf menjelaskan, ia dilaporkan ratusan organisasi di bawah NU setelah dirinya mempertanyakan dan mengkritik keras pernyataan Yahya Cholil Staquf tentang habaib itu pengungsi di Indonesia. Menurutnya, Yahya Cholil Staquf sebagai ketua PBNU dan selaku tokoh NU telah mengabarkan berita bohong, berita yang rasis, dengan sinisme, dengan gestur tubuh yang mengejek yang mengatakan habaib itu pengungsi di Indonesia.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sementara itu, seorang ahli hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia Prof Dr Refly Harun menanggapi kasus Faisal Assegaf yang akhirnya diadukan ke Mabes Polri. Menurutnya, hal-hal seperti ini tidak harus diselesaikan melalui jalur pidana karena pidana adalah jalur yang dinilai paling kejam.
“Pidahal adalah jalur yang bisa memenjarakan orang, padahal kita harus pahami bahwa harusnya masalah apalagi yang sifatnya dimensinya perdata, diselesaikan dengan cara perdata pula, “ ujarnya di kanal YouTube miliknya.
Meski demikian, Refly memahami fenomena seperti ini di pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Saya pribadi banyak protes, kok mudah sekali orang kemudian dilabelin melakukan ujaran kebencian berbasis SARA, kemudian dianggap mencemarkan menyebarkan berita bohong dengan ancaman hukuman 10 tahun dan 6 tahun sehingga kalau dia misalnya tidak punya backup kekuasaan atau katakanlah dia kubu oposisi, maka mudah sekali ditangkap, kemudian ditahan, lalu diadili dalam jangka waktu yang agak lama,” ujarnya.*