Ulama India, Syeikh an-Nadwi, mengingatkan tantangan iman dan cengkeraman peradaban Barat yang sekular, liberal, materialistis, dan Muslim dipaksa menelan ide-ide mereka
Oleh: Dr. Adian Husaini
Hidayatullah.com | ULAMA besar India, Syeikh Abul Hasan Ali an-Nadwi, pernah menyampaikan peringatan penting kepada umat Islam sedunia. Bahwa, sejak zaman Rasulullah saw, umat Islam belum pernah mengalami ujian iman yang lebih berat, ketimbang yang dihadapi di zaman modern ini.
Syeikh an-Nadwi menulis: “di saat sekarang ini selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan pada ancaman kemurtadan yang menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari ujung ke ujung…Inilah kemurtadan yang telah melanda Muslim Timur pada masa dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan tantangan yang paling serius terhadap Islam sejak masa Rasulullah ﷺ. Filsafat materialistis Barat ini tak diragukan lagi adalah “agama” terbesar yang diajarkan di dunia setelah Islam. Ia adalah agama terbesar dipandang dari sudut keluasan bidangnya; agama yang paling mendalam dipandang dari sudut kedalaman tancapan akarnya… bahwa kemurtadan-kemurtadan macam inilah yang pada masa sekarang melanda dunia Islam dari ujung satu ke ujung yang lain. Ia telah melancarkan serangan gencarnya dari rumah ke rumah dan dari keluarga ke keluarga. Sekolah-sekolah dan universitas semua telah dibanjiri dengannya. Hampir tak ada keluarga yang masih beruntung tak memiliki anggota yang menganut kepercayaan ini. (Abul Hasan Ali An-Nadwi, ‘Ancaman Baru dan Pemecahannya’ dalam buku Benturan Barat dengan Islam, (1993:13-19).
Allah SWT sudah menegaskan bahwa tidak akan dibiarkan seseorang mengatakan, ”Aku beriman!” sedangkan dia tidak diuji lagi. ”Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami beriman, sedangkan mereka tidak diuji. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS 29:2-3)
Nah, di zaman modern ini, menurut Syeikh an-Nadwi, tantangan iman datang dalam bentuk yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Kaum Muslimin yang hidup di bawah hegemoni dan cengkeraman peradaban Barat yang sekular, liberal, dan materialistis, dipaksa untuk menelan ide-ide Barat itu – suka atau tidak suka.
Paham-paham yang bertentangan dengan Islam dijejalkan ke pikiran kaum Muslim. Paham-paham itu telah menyerbu jantung-jantung pertahanan umat Islam. Kata an-Nadwi, paham-paham yang menyesatkan dan menghancurkan keimanan itu telah melancarkan serangan gencarnya dari rumah ke rumah, dari keluarga ke keluarga Muslim. Sampai-sampai sekolah-sekolah, pesantren, universitas, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam – yang seharusnya menjadi benteng pertahanan aqidah Islam – juga telah diterjang oleh paham-paham ini.
Sungguh mengerikan pernyataan Syeikh an-Nadwi, bahwa ”Hampir tak ada keluarga yang masih beruntung tak memiliki anggota yang menganut kepercayaan ini.”
Jangan anggap enteng!
Para santri di pesantren biasanya sangat akrab dengan Kitab Sullamut Tawfiq karya Syeikh Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim. Kitab ini termasuk yang mendapatkan perhatian serius dari Imam Nawawi al-Bantani, sehingga beliau memberikan syarah atas kitab yang biasanya dipasangkan dengan Kitab Safinatun Najah.
Dalam kitab inilah, sebenarnya umat Islam diingatkan agar menjaga Islamnya dari hal-hal yang membatalkannya, yakni murtad (riddah). Dijelaskan juga dalam kitab ini, bahwa ada tiga jenis riddah, yaitu murtad dengan I’tiqad, murtad dengan lisan, dan murtad dengan perbuatan.
Contoh murtad dari segi I’tiqad, misalnya, ragu-ragu terhadap wujud Allah, atau ragu terhadap kenabian Muhammad saw, atau ragu terhadap al-Quran, atau ragu terhadap Hari Akhir, surga, neraka, pahala, siksa, dan sejenisnya.
Masalah kemurtadan ini perlu mendapatkan perhatian serius dari setiap Muslim, sebab ini sudah menyangkut aspek yang sangat mendasar dalam pandangan Islam, yaitu masalah iman. Dalam pandangan Islam, murtad (batalnya keimanan) seseorang, bukanlah hal yang kecil.
Jika iman batal, maka hilanglah pondasi keislamannya. Banyak ayat al-Quran yang menyebutkan bahaya dan resiko pemurtadan bagi seorang Muslim.
وَمَنۡ يَّرۡتَدِدۡ مِنۡكُمۡ عَنۡ دِيۡـنِهٖ فَيَمُتۡ وَهُوَ کَافِرٌ فَاُولٰٓٮِٕكَ حَبِطَتۡ اَعۡمَالُهُمۡ فِى الدُّنۡيَا وَالۡاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰٓٮِٕكَ اَصۡحٰبُ النَّارِۚ هُمۡ فِيۡهَا خٰلِدُوۡنَ
”Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah:217).
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَعْمَٰلُهُمْ كَسَرَابٍۭ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ ٱلظَّمْـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥ ۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS: an-Nur:39).
Kini kita hidup di satu zaman, dimana virus-virus perusak pemikiran dan aqidah Islam – seperti paham materialisme, liberalisme, sekularisme, Pluralisme Agama dan sebagainya — bergentayangan secara bebas, maka tidak ada jalan lain bagi setiap Muslim untuk membentengi imannya dan keluarganya. Caranya dengan meningkatkan keilmuan Islam yang kokoh sehingga mampu mengenali dan menangkal serangan berbagai virus aqidah yang kini begitu mudah merasuk ke pojok-pojok rumah kita.
Allah dan Rasul-Nya telah berpesan agar kita semua, kaum Muslim, jangan sampai murtad; jangan sampai meninggalkan Islam. ”Janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan Islam!” (QS 3:102). Rasulullah ﷺ juga mengajarkan kepada kita agar berdoa:
يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
”Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah aku dalam agamamu!”
Kita juga sering berdoa: ”Allahumma innaa nas-aluka salaamatan fid-diin, wa’aafiyatan fil-jasad, wa ziyaadatan fil-’ilmi, wabarakatan fir-rizqi, wa taubatan qablal maut, wa raahatan ’indal maut, wa maghfiratan ba’dal maut…”.
Sambil terus berdoa, setiap Muslim pun diwajibkan mencari ilmu untuk memahami hal-hal yang haq sekaligus paham hal-hal yang bathil. Sesuai doa harian kita, maka kita wajib tahu mana jalan yang lurus, sekaligus kita wajib mencari ilmu untuk memahami mana jalan al-maghdhub (jalan kaum Yahudi) dan juga mana jalan al-dhalliin (jalan kaum Nasrani).
Jadi, sesuai peringatan Syeikh an-Nadwi, di zaman kini, mencari ilmu untuk keselamatan iman bukan perkara mudah, sehingga tidak bisa dilakukan asal-asalan atau sambilan! Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 26 februari 2020).*
Penulis Ketua Umum Dewan Da’wah Islam Indonesia