Hidayatullah.com– Satu tim pencari dari Qatar memulai misi mereka untuk menemukan sisa-sisa jasad sejumlah warga negara Amerika Serikat yang disandera dan dibunuh oleh kelompok bersenjata ISIS di Suriah satu dekade silam.
ISIS, yang menguasai banyak wilayah Suriah dan Iraq di masa kejayaannya dari 2014 sampai 2017, memenggal kepala sejumlah orang yang disanderanya, termasuk warga negara Barat, dan merilis video pembunuhan tersebut.
Tim pencarian dan penyelamatan internasional asal Qatar hari Rabu (7/5/2025) memulai tugas mereka, ditemani oleh beberapa orang Amerika, kata dua sumber yang mengikuti pengarahan mengenai misi tersebut, lapor Reuters Sabtu (10/5/2026).
Tim pencari ini, yang pernah dikerahkan oleh pemerintah Doha ke zona-zona gempa di Maroko dan Turki, sejauh ini sudah menemukan tiga mayat kata sumber-sumber itu.
Salah satu sumber itu – sebuah sumber keamanan dari Suriah – sisa-sisa jasad yang ditemukan belum diidentifikasi. Sementara sumber kedua mengatakan tidak jelas berapa lama misi tersebut akan berlangsung.
Pihak Departemen Luar Negeri AS belum menanggapi permintaan komentar perihal itu, lapor Reuters.
Misi pencarian Qatar itu diberangkatkan ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersiap untuk melakukan kunjungan ke Doha dan sejumlah negara sekutu di Timur Tengah pekan depan, dan dilakukan disaat pemerintahan baru Suriah – yang merupakan sekutu Qatar – sedang mengupayakan pencabutan sanksi-sanksi yang dijatuhkan AS atas negaranya.
Sumber Suriah tersebut mengatakan fokus awal misi pencarian itu adalah menemukan sisa jasad pekerja kemanusiaan Peter Kassig, yang dipenggal kepalanya oleh ISIS pada 2014 di Dabiq di bagian utara Suriah.
Sumber kedua mengatakan bahwa jasad Kassig merupakan salah satu yang diharapkan bisa ditemukan oleh tim pencari itu.
Jurnalis AS James Foley dan Steven Sotloff juga termasuk sekelompok orang Barat yang dibunuh ISIS. Kematian mereka dikonfirmasi pada tahun 2014.
Pekerja bantuan Kayla Mueller juga dibunuh saat dalam tawanan ISIS. Kematiannya dikonfirmasi pada tahun 2015. Menurut para pejabat AS, wanita itu diperkosa beberapa kali oleh pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi sebelum kematiannya.
Rencana misi Qatar itu dibahas oleh Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani dan Menteri Luar Negeri Mohammed al-Khulaifi selama kunjungan ke Washington pada bulan April. Perjalanan tersebut juga dirancang untuk mempersiapkan kunjungan Trump ke Qatar, kata salah satu sumber tersebut.
Seseorang lain yang juga familiar dengan isu tersebut mengatakan pencarian jasad warga AS itu merupakan komitmen dari setiap pemerintah AS yang datang bergantian, dan bahwa sebelumnya sudah beberapa kali dilakukan upaya pencarian di sejumlah area tertentu di Suriah.
Orang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Namun, fakta di lapangan menunjukkan Amerika Serikat mengerahkan ratusan personel militer di bagian utara Suriah dan masih terus memburu sisa-sisa kelompok ISIS.
Orang tersebut mengatakan jasad Kassig, Sotloff dan Foley kemungkinan berada di area yang sama, dan bahwa Dabiq pernah menjadi salah satu markas pusat ISIS.
Kasus Mueller berbeda, karena wanita itu ditawan oleh Baghdadi, kata orang tersebut.
Saat ini, dua anggota ISIS yang merupakan warga negara Inggris yang ambil bagian dalam sel pemenggal para tawanan asal Amerika, sedang menjalani hukuman penjara seumur hidup di Amerika Serikat.
Presiden Suriah saat ini Ahmed al-Sharaa, yang memimpin pasukan oposisi dukungan Turki menggulingkan rezim Bashar Assad pada bulan Desember 2024, pernah bertempur melawan ISIS saat masih menjadi komandan Nusra Front – faksi yang berkaitan dengan Al Qaeda – semasa perang sipil Suriah. Namun, Al-Sharaa memutus hubungannya dengan Al Qaeda pada 2016.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang ambil bagian dalam tugas ini dan mempertaruhkan nyawa mereka dalam beberapa situasi untuk berusaha menemukan jasad Jim dan sandera-sandera lainnya,” kata Diane Foley, ibu dari James Foley. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam upaya ini.”
Keluarga sandera lainnya, yang dihubungi melalui Committee to Protect Journalists, belum menanggapi permintaan komentar, lapor Reuters.*