Hidayatullah.com–Musron tampak asyik siaran. Pandangnya fokus ke dua layar monitor komputer di depannya. Yang satu khusus untuk lagu, iklan, dan program siaran. Sedangkan satunya lagi di sebelah kiri untuk menampung SMS, inbox Facebook, dan YM dari para pendengar.
Mulutnya tak henti-hentinya cas-cis-cus. Selalu ada saja yang dibahas. Kadang mengometari SMS masuk, lagu yang baru atau hendak diputar. Kadang juga iseng mengomentari suhu politik Palestina, korupsi, cuaca, hingga ke masalah got mampet. Entah apa pentingnya. Pokoknya ada saja kata yang keluar.
“Nggak tahu, Mas! Refleks saja,” kata penyiar yang menggunakan nama Roni Julian atau akrab disapa “ROJUL” ini.
Feedback (umpan balik) dari pendengar cukup banyak. Baik berupa SMS, FB maupun telepon masuk. Baru saja ia membacakan SMS dan request dari salah satu pendengar di sebuah daerah di Kota Malang, sudah ada telepon baru masuk. Ia pun langsung menerimanya.
“Assalamu’alaikum,….Mas Rojul, apa kabar? Saya Abdulllah di Malang. Request lagunya Maher Zain, Barakallah. Salamnya untuk Mas Rojul, dan pendengar Mitra, khususnya teman-teman yang sekarang lagi weekend ngumpul-ngumpul di rumah,” ujar penelepon di ujung sana.
Usai menerima telpon, Rojul pun langsung meng-klik lagu yang telah di-list-nya di komputer. “Berikut lagu Barakallah dari Maher Zain, request Mas Abdullah,” komentar Rojul. Sebelum ia menarik salah satu tombol di alat mixer di depannya kembali ia menyenggol penelepon dan pendengar.
“Semoga lagu Barakallah ini memotivasi para pendengar, khususnya mas Abdullah yang masih lajang untuk segera menikah”.
Ketika lagu Maher Zain mengudara, sebuah pesan pendek masuk di layar monitor. “Iya, begitu juga penyiarnya. Semoga ketularan lagu tersebut,” begitu bunyinya.
Rojul pun hanya senyum simpul sambil berkomentar sedikit. “Ini doa dari pendengar. Semoga diijabah,” katanya.
Rojul, pria kelahiran Bengkulu, Sumatera Selatan ini cukup familiar di kalangan pendengar Radio Mitra yang mengudara di gelombang 97 FM, Batu, Jawa Timur. Hampir setiap hari di porgram-program tertentu, ia menemani pendengar dengan setia. Suaranya yang agak berat dan gaya siaran khasnya, mudah diingat pendengar.
Ia juga terlihat cukup lihai mengolah dan menyederhanakan bahasa agar mudah diserap pendengar.
Kendati terkesan bebas berekspresi dalam gaya dan kata, tapi Rojul harus hati-hati. Sebab, pihak manejemen telah menyiapkan aturan siaran. Radio Mitra yang berada di kota apel, Batu, ini memiliki positioning keluarga. Untuk itu haris menyampaikan bahasa yang santun dan ramah. Setiap penyiar, termasuk dirinya, harus bisa membawakan secara akrab.
Lebih dari itu, katanya, radio yang pernah menyabet radio favorit nomor satu di kota apel ini adalah media dakwah, meski belum sempurna seratus persen. Karena itu, sebisa mungkin, siarannya harus bisa membawa keluarga dekat kepada Allah dan tambah ilmu agamanya.
“Setidaknya, ungkapan atau kalimat yang keluar sebisa mungkin penuh inspirasi dan ada ilmu agama,” terangnya.
Karena itu, menjadi penyiar Mitra, tidak mudah. Harus juga paham ilmu agama, seperti dai. Dan, untuk menjadi seperti itu, tidak seperti membalik telapak tangan. Setidaknya butuh keahlian dan ilmu agama yang luas. Lebih beratnya lagi, tentang ilmu siaran. Tak semua dai bisa.
Hal itu juga dirasakan ketika kali pertama menjadi penyiar. Banyak kritik masuk kepadanya, bahkan relatif pedas. “Siaran saya dibilang jelek. Nggak mutu blas,” ujarnya.
Namun, kritik itu justru menjadi pelecut dirinya menjadi lebih baik. Tak lama kemudian, alumnus STAIL jurusan Dakwah ini pun bisa beradaptasi. “Alhamdulillah, kini respon pendengar sangat bagus,” ujarnya.
Dakwah yang ia lakukan di udara lambat laun juga terasa. Ada saja pendengar yang merasa tersentuh lalu kembali ke jalan yang benar. Atau setidaknya bertambah ilmu agamanya. Ada juga pendengar yang gara-gara mendengar siarannya tentang haramnya pacaran lalu tobat. Padahal, sebelumnya hobi pacaran.
“Iya itu salah satunya, masih banyak lagi manfaat dakwah di udara,” ujarnya.
Dakwah di udara juga banyak pernak-perniknya. Terkadang juga lucu. Ada pendengar akhwat yang mengajukan proposal nikah. “Ada sih, lebih dari satu. Karena itu, harus kuat imannya. Kalo nggak bisa berbahaya,” tuturnya. Sebagai penyiar ia juga dituntut menjaga jarak dengan pendengar.
Sebagai penyiar, Rojul kini memiliki banyak pendengar. Dari situ, ia punya banyak kenalan dan sahabat.
Biasanya, di hari libur, Sabtu dan Ahad, tidak sedikit tamu yang datang silaturahim. Ada bapak-bapak, ibu-ibu, ikhwan dan akhwat. Mereka juga sering bawa oleh-oleh. Bahkan, katanya lagi, ia kerap kali mendapat hadiah baju.
“Alhamdulillah banyak rezeki. Ini berkah dakwah di udara. Selain dapat pahala, juga dapat saudara dan rezeki,” tuturnya.*