Hidayatullah.com–Kelemahan Peraturan Bersama 2 Menteri karena Kepala Daerah tidak mempunyai kewenangan eksekusi sehingga dimungkinkan konflik pelanggaran peraturan ini akan berlarut-larut mengingat solusi penyelesaiannya tetap berada di tangan pengadilan.
Pendapat ini disampaikan Prof.Dr.Edi Setiadi,SH,MH dalam diskusi penel, ”Menyoroti Peraturan Bersama Menag dan Mendagri no.09 dan 08 Tahun 2006” di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Selasa (26/10).
”Penyelesaian di pengadilan pun akan bersifat perdata dan administrasi sehingga hanya akan menimbulkan pengulangan pelanggaran peraturan tersebut,” imbuhnya.
Persoalan semakin rumit dan berlarut karena tidak adanya ketegasan dari pemerintah dalam hal sudah terjadi konflik antar pemeluk agama dan antar sesama pemeluk agama.
Ditanya soal kasus Ahmadiyah, Edi menjawab bahwa secara spesifik aturan bersama ini lebih kongkrit yaitu melarang kelompok Ahmadiyah untuk menyiarkan, menafsirkan ajaran agama yang ada kaitannya dengan keyakinan agama Islam terutama dalam hal keyakinan nabi terakhir.
”Kuncinya Ahmadiyah tunduk pada aturan ini dan pemerintah tegas melaksanakan aturan yang telah dibuatnya,” jelas Edi.
Sementara itu Prof.Dr.Dadang Kahmad,M.Si yang juga hadir sebagai panelis berpendapat bahwa timbulnya berbagai konflik antar umat bergama salah satunya disebabkan kesadaran beragama masih rendah.
”Kita bisa lihat umat Islam sendiri kesadaran untuk menuntut ilmu agama dan mempraktekannya secara baik dan benar juga masih rendah,misal kesadaran sholat berjama’ah di masjid,” ujar Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini memberi mencontoh.
Namun Dadang tidak setuju jika konflik antar umat beragama tersebut disebabkan rendahnya toleransi umat Islam.
”Harus diakui umat Islam mempunyai sikap toleransi yang tinggi namun justru sering dimanfaatkan umat lain secara salah,”pungkas Dadang. [man/hidayatullah.com]