Hidayatullah.com–Para pelacur atau Wanita Tuna Susila (WTS), penyedia jasa prostitusi dan para hidung belang, termasuk bagi yang suka main ke tempat prostitusi harus siap-siap menerima sanksi yang cukup berat. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi sudah bertekat memberantas segala bentuk prostitusi di kota beradat ini.
Dinas Soasial dan Tenaga Kerja Kota menyiapkan perda khusus untuk memerangi prostitusi dengan ancaman sanksi yang amat berat. Rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang pemberantasan pelacuran dan perbuatan asusila tersebut telah disampaikan ke DPRD kota Jambi untuk diteliti dan disahkan.
Dalam ranperda yang berisi 25 pasal tersebut dijelaskan secara rinci apa saja yang termasuk tindak pidana pelacuran, berikut sanksi bagi yang melanggarnya. Tujuan akhir peraturan ini adalah menutup tempat-tempat prostitusi, sehingga Kota Jambi benar-benar bebas dari pelacuran.
Dikutip JPPN, Materi pokok Ranperda ini meliputi pengaturan tentang larangan pelacuran, larangan perbuatan asusila, kewajiban pemerintah daerah, partisipasi masyarakat, penyidikan dan ketentuan pidana. Pengaturan larangan pelacuran dijelaskan secara rinci dalam Bab II dengan judul tindak pidana pelacuran.
Dalam Pasal 2 Bab II tersebut ditegaskan bahwa setiap orang dilarang; a, menawarkan diri, mengajak oranglain secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan media informasi untuk melakukan pelacuran.
Kemudian poin b, dilarang berkeliaran di jalan atau di tempat-tempat umum dengan tujuan melacurkan diri. Poin c, dilarang memanggil atau memesan pelacur baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan media informasi dengan maksud untuk melakukan pelacuran. Lalu poin d, setiap orang juga dilarang melakukan pelacuran, dan poin e, dilarang melakukan hubungan seksual dengan pelacur.
Selanjutnya, dalam pasal 3 ditegaskan, setiap orang dan/atau badan dilarang menggunakan tempat tinggal, hotel, panti pijat, salon, asrama, warung, kantor, tempat hiburan dan tempat-tempat usaha lainya untuk kegiatan pelacuran. Berikutnya, pasal 4 berbunyi, setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja membujuk orang lain supaya melakukan pelacuran.
Bagi yang melanggar ketentuan pasal 2 poin a, b dan c dipidana dengan hukuman kurungan maksimal 3 bulan atau denda paling banyak Rp 25 juta. Kemudian, bagi yang melanggar ketentuan pasal 2 poin d dan e, serta pasal 4 dipidana dengan hukuman kurungan maksimal 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta. Begitu juga bagi yang melanggar ketentuan pasal 3 dipidana dengan hukuman kurungan masimal 6 bulan atau denda palinng banyak 50 juta.
Tak hanya pelacuran saja, dalam ranperda tersebut juga diatur tentang tindak pidana kesusilaan yang termuat dalam bab II yang terdiri dari 5 pasal, yaitu pasal 5 hingga pasal 9. Dalam pasal 5 ditegaskan bahwa setiap orang yang tidak terikat dalam pernikahan dilarang melakukan perbuatan cabul dengan sesama orang yang tidak terikat dalam pernikahan.
Lalu pasal 6 ayat 1 berbunyi, setiap orang yang tidak terikat dalam pernikahan dilarang melakukan hubungan seksual dengan sesama orang yang tidak terikat dalam pernikahan. Sedangkan pada ayat 2 berbunyi jika terjadi hubungan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat 1 jika mengakibatkan seorang wanita hamil, laki-laki yang menghamili wajib menikahi.
Sedangkan pasal 7 berbunyi setiap laki-laki dan perempuan yang tidak dalam ikatan pernikahan dilarang hidup bersama seolah-olah sebagai suami istri. Lalu pada pasal 8 ayat 1 disebutkan, setiap orang dilarang sengaja memberi bantuan untuk terjadinya tidak pidana pelacuran dan tidak pidana kesusilaan. Kemudian, ayat 2, setiap orang juga dilarang sengaja memberi kesempatan, saran atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pelacuran dan tindak pidana kesusilaan.
Di pasal 9 disebutkan jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 8 adalah pelanggaran. Dengan demikian jelaslah jika pelanggaran maka akan dikenakan sanksi.
Bagi yang melanggar pasal 5 dan pasal 8 dipidana dengan hukuman kurungan maksimal 2 bulan atau dengan paling banyak Rp 15 juta. Selanjutnya, bagi yang melanggar pasal 6 dipidana dengan hukuman kurungan maksimal 3 bulan atau denda paling banyak Rp 20 juta.
Tak hanya sekedar memberikan tindakan tegas untuk semua orang yang terlibat dalam tindak pidana pelacuran, dalam peraturan ditetapkan juga aturan mengenai pembinaan mereka. Sehingga, mereka nantinya tidak ditelantarkan begitu saja. Tetapi juga mendapatkan pembinaan dari Pemkot Jambi.
Seperti diberitakan, Ketua Balegda DPRD Kota Jambi Said Abdullah Kasim membenarkan sudah menerima naskah ranperda tentang pemberantasan pelacuran dan tindakan asusila tersebut. Menurut dia, pihaknya akan segera membentuk panitia khusus untuk membahas ranperda tersebut.
“Berkasnya sudah masuk dan jadi salah satu agenda kerja baleg di 2012 mendatang. Bahkan ini salah satu ranperda yang diprioritaskan,” katanya dikutip JPPN, Kamis (03/11/2011).
Sementara itu, Ketua RT 16 Kawasan Lokalisasi Payosigadung (Pucuk), Kelurahan Rawasari, Ujang mengaku pesimis perda (sekarang masih ranperda) tersebut menghentikan prostitusi di Kota jambi. Sebab, saat ini banyak prostitusi yang terkordinir dan terselubung berkembang di kota ini.
Dia mencontohkan cewek-cewek panggilan yang selalu datang ketika dipanggil ke hotel-hotel atau tempat karaoke. “Justru yang kayak gitu yang sebenarnya berbahaya, karena yang seperti itu mudah dapatinnya,” kata Ujang.
Menurut dia, sementara ini belum ada dampak bagi PSK di lokalisasi payosigadung terhadap Ranperda tersebut. ’’Jika memang peraturan tersebut sudah disahkan atau ditetapkan, barulah mungkin membuat resah. Sebab selama ini isu semacam ini sudah sering didengungkan, tetapi tidak pernah terjadi,’’ ujarnya. Lalu bagaimana jika aturan ini benar-benar diterapkan? Ujang enggan berkomentar. “Liat nanti sajalah,” katanya.*