Hidayatullah.com–Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) menilai Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror diduga telah banyak melakukan kesalahan prosedur dalam penanganan kasus terorisme. Pernyataan ini disampaikan Ketua PUSHAMI, Hariadi Nasution saat menerima Hj Fatma (55), ibunda dari Anas Wiryanto yang ditembak mati aparat hari Sabtu (05/01/2013).
“Tidak ada aturan bahwa orang yang baru terduga teroris boleh ditembak,” jelasnya kepada hidayatullah.com, Senin (14/01/2013) di Jakarta.
Kesalahan lain Densus 88 menurut Hariadi adalah legalitas data intelijen. Ia menilai, seharusnya setiap data intelijen mendapat legalisasi dari pengadilan negeri setempat sebelum penangkapan. Hal ini seperti dicantumkan dalam Pasal 26 UU tahun 2003 tentang operasi intelijen.
“Jika Pengadilan Negeri di Poso, Makassar hingga Bima tidak memberikan legitimasi penyelidikan intelijen itu, maka Densus 88 telah melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM),” tandasnya lagi.
Menurutnya, dalam beberapa laporan para korban kekerasan aparat Densus kepada PUSHAMI menjelaskan, mereka dipaksa mengumpulkan Ijazah sSkolah dan biodata para korban. Bagi Hariadi, ini jelas membuktikan Densus 88 tidak mengenal orang diduga tersebut.
“Tangkap dulu atau tembak mati baru cari informasi dan data mengenai si terduga, ini jelas penipuan, kriminalitas dan intimidasi kekerasan,” tambahnya lagi.
Lebih dalam lagi, Hariadi mengkritisi mengenai prosedur otopsi korban. Otopsi hanya dilakukan untuk penyelidikan kasus pembunuhan di mana si pembunuhnya belum diketahui.
“Nah ini otopsi untuk apa? Yang nembak Densus yang otopsi juga Densus kan lucu,” terangnya.
Dari keanehan prosedur otopsi ini, PUSHAMI juga mendapatkan banyaknya laporan jasad korban yang dikembalikan dengan keadaan mencurigakan.
“Orang yang melanggar prosedur otopsi biasanya memiliki dua kepentingan, pertama menghilangkan jejak, kedua melakukan pencurian organ tubuh untuk dijual, ini akan diselidiki oleh PUSHAMI,” tegasnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Hal lain yang tidak kalah pentingnya, PUSHAMI mengkritisi sikap Densus 88 yang suka mengambil barang-barang pribadi korban. Pada kasus Firman di Depok Densus diduga mengambil dompet dan uang keluarga.
Menurut Hariadi, jika kasus ini didiamkan, maka dikhawatirkan ada kepentingan dan pesanan lain dalam operasi anti terorisme ini dan dikhawatirkan mecederai konstitusi Negara.
Menurutnya, biar bagaimanapun, tiap warga Negara di Indonesia berhak mendapatkan perlakuan hukum yang sama.*