Hidayatullah.com—Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) merespon sikap MUI dan beberapa wakil Ormas Islam yang belum lama ini mengunjungi Markas Besar (Mabes) Polri guna terkait masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh anggota Satuan elit Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.
Dalam rilis yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com, Sekjen MIUMI, Bachtiar Nasir menyerukan kepada Ormas Islam untuk mendesak DPR agar segera melakukan mengaudit kinerja dan keuangan Densus 88.
Bahkan jika terbukti melanggar, umat Islam diminta berani menyeret pejabat terkait, tulis Bahtiar.
Menurut Direktur Arrahman Qur’anic Learning Center (AQL) ini, sepak terjang tim Densus selama dianggap telah menyakiti perasaan umat Islam. Khususnya sikap-sikap asal tuduh dan tindakan menembak orang yang masih terduga.
“Densus telah melukai hati ummat Islam dengan luka yang dalam, kekerasan dan pelecehan fisik hingga penghilangan nyawa bahkan pembunuhan karakter keluarga seseorang telah dilakukan,” tulisnya.
Jika terbukti telah melakukan pelanggaran HAM berat, ia mendesak umat Islam untuk menuntut hukuman kepada jajaran pimpinan Densus 88 dengan hukuman seadil-adilnya.
Serangan Balik BNPT?
Sementara itu, Ketua DPR RI Marzuki Alie kurang setuju desakan beberapa pihak agar satuan elit itu dibubarkan. Menurut Marzuki, keberadaan Densus saat ini masih dibutuhkan untuk penanganan aksi-aksi terorisme.
“Saya rasa Densus 88 Polri masih diperlukan ya. Untuk penanganan aksi-aksi terorisme di Tanah Air. Sehingga, institusinya masih diperlukan,” ujar Marzuki Alie dikutip Jurnalparlemen, Kamis (28/02/2013) di Jakarta.
Menurut Marzuki, kalau pun ada tindakan oknum di satuan Densus 88 anti teror Polri yang dalam pelaksanaan tugas menyimpang, yaitu dengan mengambil tindakan yang tidak sesuai protap atau SOP, oknumnya yang perlu dibina atau diberi sanksi. Jadi, tanpa harus membubarkan institusinya.
Sementara itu, Direktur The Community of Islamic Ideological Analyst (CIIA), Harist Abu Ulya menilai desakan pembubaran terhadap institusi ini dimungkinkan membuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), lembaga pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas penanggulangan terorisme meradang. Boleh jadi, menurut Harist, lembaga ini akan melakukan ‘perlawanan’ dan ‘serangan balik’.
“Cuma serangan balik itu wujudnya seperti apa, perlu dicermati lagi,” jelasnya dalam pernyataan yang dikirim ke redaksi.
Lebih jauh, ia menghimbau masyarakat sipil terus memonitor kemungkinan- penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki BNPT dalam urusan kontra terorisme. Mengingat selama ini belum ada transparasi anggaran yang digunakan Densus 88 dan BNPT.
“Yang lebih parah lagi, dugaan pelanggaran HAM serius oleh unit kontra terorisme ini juga belum ada tindak lanjut dan evaluasi kongkritnya,” pungkasnya.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia dan Ormas Islam menemui Kapolri Jenderal Timur Pradopo di Mabes Polri. Mereka mendesak dilakukan peninjauan kembali terhadap reposisi dan reformasi lembaga Densus. MUI sepakat lembaga Densus 88 dievaluasi, bila perlu dibubarkan.*