Hidayatullah.com—Parlemen nasional Prancis telah memulai debat atas rancangan undang-undang yang akan mengkriminalkan para pengguna jasa prostitusi, yang dijuluki media-media setempat sebagai “perdebatan paling lawas di dunia.”
Sejumlah partai di parlemen mengajukan RUU yang akan mengenakan denda 1.500 euro (sekitar 23,9 juta rupiah) kepada siapa saja yang memberikan uang untuk membayar layanan seks pelacur. Peraturan itu diharapkan sebagian besar anggota parlemen bisa disetujui pekan depan.
“Tanpa pelanggan, maka tidak ada jaringan prostitusi … tidak ada perdagangan manusia. Itulah yang kita perangi,” kata Guy Geoffroy anggota parlemen dari kelompok konservatif yang memilih untuk mendukung RUU tersebut, kutip France24 (29/11/2013).
Menurut pemerintah, sekitar 90 persen dari 20.000-40.000 pelacur di Prancis adalah korban perdagangan manusia jaringan Nigeria, China dan Rumania.
RUU itu selain memberikan hukuman kepada konsumen atau pengguna jasa pelacuran, juga memberikan insentif berupa kemudahan prosedur imigrasi kepada pelacur yang bersedia meninggalkan profesinya.
Sebagian anggota konservatif di parlemen menentang RUU itu, dan pendukung mereka hari Jumat (29/11/2013) turun ke jalan di depan gedung parlemen untuk menentang pemberlakuannya.
Serikat pekerja seks komersial STRASS, juga menyerukan penentangan atas RUU yang akan mengkriminalkan para pelanggan mereka.
Sementara organisasi Médecins du Monde berpendapat, kriminalisasi pelanggang prostitusi justru akan membahayakan hidup para pekerja seks, yang akan beroperasi di bawah tanah dan tidak terpantau oleh aparat keamanan.
“Kami membayar pajak, kami membayar kontribusi keamanan sosial. Bukankah sudah cukup banyak pengangguran, apalagi ditambah dengan mendepak kami dari bisnis ini?,” kata seorang pelacur di Paris kepada Reuters.*