Selama ini apakah ada tekanan-tekanan dari GIDI kepada Anda?
Tidak, setelah tragedi ini terjadi, langsung ada proses rekonstruksi maupun rekonsiliasi toh? Mereka (pihak GIDI), tanggal 29 Juli pernah mendatangi saya untuk menyampaikan permintaan maaf, dan saya lihat ada niatan baik dari mereka untuk melakukan perdamaian.
Tetapi, kalau isu memang ada, saudara-saudara Muslim di Tolikara pernah menyampaikan, target utama yang harus dibunuh itu saya, jika dua pemuda GIDI itu tidak dibebaskan. Isu itu saya dengar sebelum tanggal 4 September, kalau nggak salah antara tanggal 1 atau 2 sebelum saya bertemu dengan Menkopolhukam.
Kalau dua tersangka yang ditahan Polda ini tidak dikeluarkan, saya itu jadi sasaran tembak yang harus dibunuh duluan.
Apakah Anda sampaikan isu ancaman itu saat pertemuan dengan Menkopolhukam?
Tidak, tapi saya hanya menyampaikan himbauan atau harapan kepada petinggi negara ini, supaya menyelesaikan masalah Tolikara ini benar-benar sampai ke akar rumput. Jadi, keinginan kami benar-benar aman dan tidak akan pernah terulang kembali peristiwa ini. Negara harus bisa menunjukkan di Tolikara memang aman, tenang dan damai.
Bagaimana tanggapan Anda dengan ancaman itu?
Saya yakin Allah Subhanahu Wata’ala akan memberikan pertolongan dan yang penting saya berusaha dengan hidup ini bisa terus memberikan manfaat baik itu di tengah umat muslim maupun non muslim, dan alam sekitarnya. Kan begitu toh?
Saya dengar dan terima saja ancaman itu, toh selama ini saya sudah berusaha untuk tidak menyakiti mereka dan bahkan menjalin hubungan baik dan harmonis dengan mereka. Ini juga kan baru terjadi tahun ini, sebelumnya kan belum pernah terjadi toh.
Menurut analisa Anda, apa pemicu terjadinya tragedi Tolikara?
Saya takut salah, karena saya belum punya data dan bukti lengkap yang memadai. Namun, kita tahu acara pemuda GIDI kala itu dihadiri bukan warga dari luar Tolikara yang sangat banyak.
Massa yang banyak itu bukan dari Tolikara. Karena saya tidak kenal sama orang-orang yang di dalam gerombolan massa itu. Kalau orang-orang Tolikara yang kita sudah saling kenal baik, mereka pasti tidak akan sampai hati berbuat seperti itu kepada kita di sana.
Buktinya sejak dulu, kita aman-aman saja melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Kalau pun mereka ingin menonton itu biasanya dari jarak jauh. Nggak dekat-dekat begitu toh.
Awalnya sih surat edaran berisi larangan itu pemicunya yang bikin saya merasa sesak nafas, kenapa bisa sampai keluar dan beredar surat edaran itu. Kalau harus bilang ada aktor Intelektual saya takut salah bicara. Tetapi mungkin ada pihak yang memiliki kepentingan tertentu, mungkin itu. Jika ingin mengetahui apakah ada atau tidak aktor Intelektual di balik tragedi Tolikara itu kita serahkan kepada negara. Itu kan tugas intelejen negara toh dan itu bukan tugas kita, karena kita nggak mampu. Hehe..
Sebelum peristiwa itu terjadi, bagaimana hubungan Islam dengan warga?
Mereka sudah kenal baik sama kita warga Muslim dan nggak mungkin mereka tega. Kita sudah hidup rukun dengan mereka sejak lama. Bahkan, motor saya di luar sering itu tidak saya kunci dan aman-aman saja, tidak pernah diambil.*