Hidayatullah.com–Tantangan terbesar dalam pertarungan pemikiran di zaman ini adalah ilmu yang disebarkan ke tengah masyarakat dengan konsep Barat.
Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Rektor IV UIKA, Dr. Nirwan Syafrin di hadapan puluhan mahasiswa Pascasarjana di Kampus Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, beberapa waktu lalu.
Menurut Nirwan, konsep ilmu yang dibangun oleh Barat itulah yang menimbulkan kekacauan berfikir (confusing of knowledge) dan jauhnya ilmu dari nilai-nilai adab.
Disebutkan, di antara kekeliruan berikutnya adalah ketika Barat mengklaim bahwa sains adalah satu-satunya jalan untuk menemukan kebenaran.
“Ini yang harus ditolak dan diluruskan. Sebab ada banyak persoalan kehidupan yang tidak cukup dengan kemoderenan sains dan bukti empiris,” ungkap peneliti di lembaga kajian Islam, Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini.
Sains lanjut Nirwan, adalah fakta dan interpretasi. Jika segalanya harus dibuktikan, maka pengetahuan tentang Hari Akhir bukan dianggap sebagai ilmu, karena tidak bisa dibuktikan melalui panca indera manusia.
Pengetahuan adanya kehidupan dunia akhirat hanya didapat melalui al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.
“Untuk itu sumber ilmu dalam Islam berbeda dengan Barat. Sebab ilmu dalam Islam tidak hanya bersifat empiris semata tapi juga mengenal khabar shadiq berupa wahyu dan hadits Nabi,” terang Nirwan.
Lebih jauh pembina Pesantren Husanayain Sukabumi ini menerangkan tentang sains dan teknologi sebagai dua hal yang berbeda namun beririsan satu dengan yang lain.
Disebut Nirwan, sains adalah pengetahuan tentang fenomena alam. Ia menghasilkan ide dan teori. Sedang teknologi memunculkan produk sebagai aplikasi dari sains tersebut.
Sains, masih menurut Nirwan, awalnya diharapkan oleh Barat untuk meraih kemajuan dan kebahagiaan manusia. Namun kenyataannya sejumlah ilmuwan postmodernisme justru mengkritik sains modern tersebut.
“Sains malah dianggap sebagai hal yang berbahaya dan membawa kerugian bagi mereka (Barat). Terlebih setelah pecahnya perang dunia kedua,” ucap Nirwan.
Kekacauan cara berfikir Barat itu terus berlanjut hingga kini. Mereka beranggapan bahwa sains tak memberikan peran apapun dalam kehidupan manusia.
“Parahnya mereka mulai bertanya lalu untuk apa manfaat dan tujuan penciptaan manusia di dunia?” pungkas Nirwan sambil menyebut nama Edmund Husserl dan bukunya yang berjudul “The Crisis European Science and Transcendental Phenomology“.*/kiriman Arsyis (UIKA)