BANYAK membaca serta banyak menggunakan akal-pikiran merupakan suatu kegiatan yang sangat dibutuhkan guna membangun keimanan yang benar menuju ketakwaan kapada Allah Ta’ala. Dengan dasar keimanan yang benar kita akan menemukan jalan lurus yang seharusnya kita tempuh untuk mencapai keberuntungan dan kebahagiaan hidup hakiki.
Para Nabi adalah manusia yang sangat cerdas. Contohnya seperti kecerdasan Nabi Ibrahim a.s. yang dapat kita ketahui melalui riwayat kehidupan beliau. Tentunya beliau banyak membaca tentang makna kehidupan, dan banyak membaca pula terhadap segala tanda-tanda yang ada di alam sekitarnya.
Dengan akal pikiran yang cerdas itu beliau berusaha mencari Tuhannya, dan atas tuntunan Tuhannya pula beliau telah mampu membaca dan memanfaatkan akal pikirannya secara baik, yang antara lain diterangkan sebagai berikut:
Demikianlah Kami memperagakan kepada Ibrahim penguasaan agung kerajaan langit dan bumi supaya dia mengenal sunnah yang berlaku pada ciptaan Kami itu dengan seyakin-yakinnya. Tatkala ia telah ditelan kegelapan malam, dilihatnya sebuah bintang, ia berkata; “Inilah Tuhanku!” Tetapi tatkala bintang itu terbenam, ia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” Dan ketika dilihatnya bulan terbit, ia pun berkata, “Inilah Tuhanku!” Tapi tatkala bulan itu terbenam pula, kembali ia berkata, “Jikalau Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku menjadi orang yang sesat.” Selanjutnya, tatkala dilihatnya matahari terbit, ia berkata lagi, “Inilah Tuhanku! Ini lebih besar dari yang terdahulu.” Tatkala matahari itu terbenam pula seperti yang lain, maka ia berkata, “Hai kaumku! Aku berlepas tangan dari apa yang kalian persekutukan dengan Allah! Aku menghadapkan wawasan hati nuraniku dalam ibadatku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi sebagai orang yang cinta tauhid, dan aku bukanlah termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan!” (Al-An’am: 75-79).
Didasari oleh akal pikiran yang sehat serta niat baik, maka akan kita peroleh tuntunan menuju keberhasilan yang baik pula. Oleh karena itu di dalam melaksanakan berbagai kegiatan hendaknya kita tidak melakukannya berdasarkan dorongan nafsu, dan tidak pula melakukan yang didasari oleh sikap hati yang dengki, serakah, apalagi oleh sifat sombong.
Melaksanakan kegiatan hendaknya kita lakukan dengan akal sehat dan lurus, yaitu dengan didasari oleh sikap yang tawadhu atau rendah hati, menyadari atas segala kelemahan diri, serta didasari pula oleh niat yang baik untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan, sehingga diharapkan akan kita peroleh hikmah kebenaran atas kegiatan itu. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan berdasarkan niat, sikap hati, dan cara yang baik seperti itulah yang merupakan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kebenaran atau yang dilakukan “karena Allah Ta’ala”.
Bagaimanakah contoh cara berpikir dan berbuat yang didasari oleh atas nama Allah Ta’ala?
Mari kita perhatikan ucapan Nabi Ibrahim sebagaimana berikut, “Jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku menjadi orang yang sesat.” Ucapan Nabi Ibrahim seperti itulah yang telah memberikan gambaran kepada kita bahwa apa yang terpikir oleh Nabi Ibrahim merupakan pikiran yang didasari pengakuan bahwa semuanya itu adalah atas tuntunan Allah Ta’ala, dan Beliau bisa berpikir pun diakuinya karena kuasa Allah Ta’ala pula.
Beliau menyadari dan mengakui atas kelemahan dirinya serta mengakui pula atas segala kekuasaan Allah yang menggenggam jiwanya. Maka, cara berpikir seperti itulah yang hendaknya dilakukan oleh kita selaku orang yang mengaku telah beriman.*/Joko S. Matsnawi, dari bukunya Lima Kearifan – Menyikapi Kehidupan dan Kematian. [Tulisan selanjutnya]