Hidayatullah.com—Mohamed Lahouaiej-Bouhlel, pelaku serangan truk maut di Nice, Prancis, menurut keterangan anggota keluarganya memang sosok yang memiliki banyak masalah, tetapi dia bukan teroris.
Ayah pelaku, yang ditembak mati petugas di lokasi serangan setelah menewaskan puluhan orang dengan truk yang dikendarainya, mengatakan putranya mengalami gangguan depresi berat.
“Dari tahun 2002 sampai 2004 dia mengalami masalah yang menyebabkan gangguan mental,” kata Mohamed Mondher Lahouaiej-Bouhlel.
“Dia mudah marah dan berteriak dan memecahkan apa saja yang ada di depannya. Dia sangat kasar dan sangat-sangat sakit. Kami membawanya ke dokter, dan dia diberi obat-obatan,” paparnya dalam wawancara dengan televisi Prancis BMF dilansir MailOnline Sabtu (16/7/2016).
“Dia selalu menyendiri, selalu diam, tidak mau bicara. Bahkan dia tidak menyapa orang-orang di jalan.”
Mondher mengatakan dirinya tidak pernah kontak setelah anaknya itu pindah ke Prancis meninggalkan rumah mereka di Msaken, bagian timur Tunisia.
“Dia tidak pulang meskipun saudara-saudara laki-laki dan perempuannya memanggilnya.”
Mondher mengkonfirmasi putranya memiliki hubungan tidak harmonis dengan istrinya yang sekarang dalam proses cerai, seorang wanita Prancis-Tunisia dari Nice.
Sementara itu Jaber Bouhlel, mengaku terkejut mendapat kiriman uang dalam jumlah sangat banyak dari Mohamed Bouhlel beberapa hari sebelum peristiwa penabrakan truk di Nice yang menewaskan lebih dari 80 orang dan melukai puluhan lainnya itu.
“Mohamed mengirimi keluarga 240.000 dinar Tunisia beberapa hari sebelumnya,” kata Jaber Bouhlel, saudara laki-laki pelaku serangan truk di Nice, kepada MailOnline. Uang itu setara £84,000 atau sekitar 1,4 miliar rupiah.
“Dia biasa mengirim uang ke kami dalam jumlah kecil rutin seperti kebanyakan orang Tunisia yang bekerja di luar negeri. Tapi, tiba-tiba dia mengirimi kami semua uang itu, sangat banyak. Dia mengirim uang tersebut secara ilegal. Dia menyerahkan uang tunai kepada orang-orang yang dikenalnya yang pulang ke kampung kami dan meminta agar mereka menyerahkannya kepada keluarga,” cerita Jaber.
“Dia bukan teroris,” imbuhnya.
Rebab, saudara perempuan Mohamed, mengatakan saudara kandungnya itu tidak punya kebiasaan menghubungi keluarga. “Tetapi akhir-akhir ini, bulan belakangan, dia menelepon kami setiap hari dan mengirimi kami uang … Dia menghubungi beberapa kali dalam sehari.”
Ibrahim Bouhlel, seorang keponakan, mengatakan pamannya itu tidak pernah punya masalah keuangan dan dia mengatakan pekan ini berencana pulang ke Tunisia untuk pesta keluarga.
Rebab dan Ibrahim sama-sama mengatakan tidak ada tanda-tanda yang aneh pada Mohamed saat mengontak keluarganya.
Sementara itu, Walid Hamou, sepupu dari istri Mohamed Bouhlel, Hajar, memberikan informasi negatif tentang mendiang suami sepupunya itu.
“[Mohamed] Bouhlel tidak relijius. Dia tidak pergi ke masjid, tidak shalat, tidak puasa Ramadhan,” kata Hamou.
“Dia minum alkohol, makan babi dan mengkonsumsi narkoba. Semua itu dilarang dalam Islam. Dia bukan seorang Muslim, dia seorang ****. Dia memukuli istrinya, sepupu saya, dia seorang yang sangat buruk,” imbuhnya.
Wissam, seorang tetangga sekampung Mohamed Bouhlel yang diidentifikasi bekerja sebagai sopir jasa antar di Nice, memberikan informasi menarik tentang Mohamed pada malam kejadian Kamis (14/7/2016).
“Pada Kamis malam dia minum-minum dengan seorang teman kerjanya dan mereka bertengkar. Temannya itu berkata kepadanya ‘kamu tidak ada artinya apa-apa’. Lantas dia [Mohamed] menjawab: ‘Satu hari nanti, kamu akan mendengar tentang saya’.”
Berbicara kepada media Prancis L’Express Wissam berkata, “Perhatikan ya, ini orang pemabuk dan penghisap ganja.”
Tidak jelas apa motif sebenarnya Mohamed Lahouaiej-Bouhlei menerjang kerumunan massa di sepanjang jalan Promenade des Anglais di pesisir pantai di Nice pada malam perayaan Hari Bastille 14 Juli dengan truknya. Dan itu mungkin akan tetap menjadi misteri, karena dia langsung ditembak mati di tempat oleh petugas. Namun, kelompok ISIS mengklaim bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.*