Kecerdasan artifisial atau kecerdasan buatan pandai karena algoritma dan data, tapi satu hal yang tak dimiliki robot; berpikir kritis dan kreativitas, jadi manusia tidak perlu khawatir
Oleh: Dr.Ing. Fahmi Amhar
Hidayatullah.com | ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) atau kecerdasan artifisial (kecerdasan buatan) adalah cabang ilmu yang berusaha membuat sistem yang dapat melakukan tugas yang biasanya dilakukan manusia, seperti pemecahan masalah, pembuatan keputusan, dan pembelajaran. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma, statistik, dan teknologi komputasi yang canggih.
AI adalah salah satu pilar penting dalam revolusi industri 4.0, selain bigdata dan internet-of-thing (IoT). AI hanya dapat bekerja bila sistem telah dilatih dengan data yang cukup besar.
Maka keberadaan bigdata menjadi penting. Sementara itu bigdata paling praktis didapatkan dengan memasang sensor di aneka benda dan terhubung ke internet.
Seperti ketika kita menyalakan lokasi pada ponsel pintar kita, maka kita menjadi bagian dari IoT yang tanpa sadar mensupply data ke Google, dan berarti ke semua pengguna Google lainnya.
Pada masa lalu, ketika AI masih mahal, AI hanya digunakan oleh organisasi besar, semisal BUMN yang mengelola energi, yang digunakan untuk mengoptimalkan konsumsi energi di industri dan fasilitas publik.
Namun kini cukup banyak aplikasi AI yang sudah dapat digunakan di kehidupan sehari-hari. Di antaranya sistem pengenalan wajah dan suara untuk mengunci smartphone.
Sistem rekomendasi, seperti yang digunakan Youtube, Facebook, dan Shopee untuk menyarankan konten. Sistem navigasi dalam peta dan juga untuk kendaraan otomatis.
Mesin penerjemah dan pembelajaran dalam aplikasi pendidikan. Sedang chatbot adalah aplikasi AI yang sudah banyak digunakan melayani pelanggan dalam perbankan dan e-commerce.
ChatGPT adalah salah satu model bahasa yang dikembangkan OpenAI (chat.openai.com) yang menarik perhatian karena kemampuannya memproses teks dan menghasilkan respons yang sangat baik. ChatGPT dapat menangkap konteks dari pertanyaan dan menghasilkan jawaban yang relevan.
Hal ini didukung oleh jumlah data besar yang digunakan untuk melatih dalam pembuatannya, yang membuat model ini luar biasa dalam menangani bahasa alami.
Selain itu, teks hasil ChatGPT sangat mirip dengan yang ditulis manusia, yang membuat model ini cocok untuk aplikasi seperti asisten virtual dan sistem generasi teks. Bila digabungkan dengan aplikasi AI lain seperti Quillbot (untuk parafrase tulisan), dan Synthesia (untuk menghasilkan video dari teks) maka kita sudah dapat memiliki tiga staf yang handal untuk suatu kantor. Gaji ketiga staf ini total kurang dari Rp. 500.000 / bulan.
Kehadiran mesin AI ini tentu saja merisaukan banyak orang. Mirip seperti saat Google Translate sudah semakin baik, cepat dan gratis dalam menerjemahkan naskah, banyak tenaga penerjemah yang khawatir kehilangan pekerjaannya. ChatGPT lebih jauh lagi. Kini bahkan seniman dan ilmuwan ikutan menjadi gamang.
Namun sebenarnya bila kita memiliki kemampuan 4C (Critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration), kita tidak perlu khawatir. Seluruh mesin AI tidak ada yang bisa diajari 4C ini. Mereka bekerja berdasarkan algoritma dan data. Mereka mengasumsikan data itu benar ketika orang tidak memberikan downvote (dislike). Mereka tidak kritis.
Meski ChatGPT seperti kreatif karena mampu membuat dongeng atau puisi, namun karyanya itu belum tentu memiliki makna, rasa, atau memberikan solusi pada persoalan baru.
Mereka memang komunikatif, sehingga bisa menjadi mesin terapi pada penderita gangguan jiwa. Namun untuk benar-benar bisa menyampaikan pesan yang sesuai dengan setiap audience, masih jauh.
Tentu saja mereka hanya terbatas berkolaborasi, baik dengan manusia maupun mesin lainnya. Ada banyak pekerjaan manusia yang tak dapat diwakilkan ke mesin, terutama yang memerlukan kemampuan menata emosi, mempererat jalinan sosial, dan meneguk energi spiritual.
Nah, maukah kita menggantikan pasangan kita, orang tua kita atau imam shalat kita dengan robot AI?.*
Anggota Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) dan Peneliti Utama Bidang Informasi Spasial, Alumnus Vienna University of Technology