Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
VIRALNYA pernyataan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, tentang tidak problemnya dogma Trinitas Kristen berhadap dengan konsep Ketuhanan yang Maha Esa pada Sila Pertama Pancasila amat menarik untuk direspon. Setidaknya, dapat direspon pada poin-poin berikut ini:
Pertama, masalah Trinitas tak dapat disandingkan dengan Tauhid. Ini ‘aqidah kita, Tuan Imam! Karena di dalam Islam nama Allah yang 99 itu bukan person, itu adalah nama. Nama bukan Zat, tapi ia tak terpisah dari zat. Jika pun sifat 20 (dalam aqidah Asy’ariyah yang diformulasi oleh Imam al-Sanusi), misalnya, dikatakan sama dengan banyaknya Tuhan, ini pun keliru. Karena itu adalah sifat. Dan sifat Allah tentu bukan zat-Nya. Jadi, Allah tetap Esa (Ahad), tetap satu (Wahid). Maka, Nama dan sifat-Nya yang banyak. Namun sifat dan ama itu hanya untuk satu Tuhan, yaitu Allah Subhanahu Wata’ala., bukan untuk banyak Tuhan. Tuan Imam, inilah aqidah kita!
Sampai pun Tuan menyatakan bahwa Trinitas dapat dijelaskan dengan konsep Ahadiyah-Wahidiyah Teosofi Islam, tetap tidak benar. Apalagi jika Tuan Imam menyatakan bahwa al-Asma’ al-Husna tidak dapat dipertentangkan dengan keesaan Allah. Tentu jelas tidak dapat, karena 99 nama Allah yang indah nan elok itu adalah nama, bukan zat. Beda dengan Trinitas (Tritunggal): Satu dalam Tiga, Tiga Dalam Satu. Karena saudara kita dari kaum Kristen meyakini ada Tuhan Bapa, Tuhan Anak, dan Tuhan Roh Kudus. Bukankah Allah dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang meyakini tiga Tuhan (Tsalits Tsalatsah) hukumnya kafir? (Qs. 5: 73). Bukankah yang meyakini bahwa nabi ‘Isa sebagai tuhan juga kafir? (Qs. 5: 72). Kata kata Nabi ‘Isa, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabb kalian. Karena siapa saja yang menyekutukan-Nya maka Allah haramkan surga baginya dan tempat tinggalnya adalah neraka.” (Qs. 5: 72).
Kedua, mengenai Ahadiyah-Wahidiyah ada baiknya kita perhatikan mengapa Qs. Al-Ikhlas turun. Kaum Musyrikin Mekah barkata kepada Rasulullah, “Hai Muhammad, coba jelaskan kepada kami nasab Tuhan Anda! Maka Allah menurunkan Qs. Al-Ikhlas bahwa: Allah itu Ahad. Tempat bergantung segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”
Imam Ibn Jarir dan Imam al-Tirmidzi kemudian menjelaskan makna al-shamad dengan: yang tidak beranak dan tidak diperanakkan. Karena tidak sesuatu pun yang dilahirkan kecuali dia akan mati. Dan tidak ada sesuatu pun yang mati kecuali akan mewariskan sesuatu. Sedangkan Allah Jalla Jalaluhu tidak mati dan tidak mewariskan.” (Lihat, Imam Ibn Katsir (700-774 H), Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Sami ibn Muhammad as-Salamah (al-Riyadh-Saudi Arabia: Dar Thibah, 1420 H/1999 M), 8/518). Apakah Tuan Imam meyakini Allah “beranak” dan “diperanakkan”? Artinya, Allah tetap ‘Wahid’, tidak ada Tuhan kedua, ketiga, dan seterusnya. Allah juga ‘Ahad’, karena Dia tidak tersusun dari apapun. Dan Allah yang ‘Ahad’ itu Dialah yang ‘Shamad’. Dan Dialah yang ‘tidak beranak dan tidak diperanakkan’ dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. Tuan Imam, inilah aqidah kita!
Ketiga, Tuan Imam, tentang Trinitas. Tentang dogma ini pun saya paham umat Kristiani tidak satu pandangan sampai hari ini. Karena memang Yesus tak mengajarkannya. Apalagi dicari dasarnya dalam Bible, Yesus tak mengajarkannya. A.N. Wilson dalam bukunya Jesus: A Life (1992), hlm. Xvi menyatakan,
“I had to admit that I found it impossible to believe that a first-century Galilean holy man (Jesus) had at any time of his life believed himself to be the Second Person of the Trintiy.”
Justru dalam Bible Yesus malah berkata, “Dengarlah hai Israel: Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.” (Kitab Ulangan 6: 4). Dalam Markus 12: 29 juga disebutkan, “Dengarlah, hai Israel: Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa.” Bahkan Allah dalam Kitab Yesaya 46: 9 berfirman, “Akulah Allah dan tidak ada yang lain. Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku.”
Makanya, Sejarawan Arthur Weigall dalam bukunya Paganism in Our Christianity mengatakan, “Jesus Christ never mentioned such a phenomenon, and nowhere in the New Testament dose the word Trinity appear. The idea was only adopted by the Church three hundred years after the death of our Lord.” (Lebih luas, lihat Dr. Sanihu Munir, Dialog Seputar Trinitas: Menapaktilasi Asal-usul Dogma Ketuhanan Kristen (Surabaya: Pustaka Dai, 2001).
Dan ternyata, baik Kitab Ulangan 6: 4, Markus 12: 29 dan Yesaya 46: 9 sangat sesuai dengan firman Allah dalam Qs. 5: 72. Apakah ini kebetulan? Tentu tidak! Karena misi dakwah seluruh Rasul Allah (sejak zaman nabi Adam hingga Rasulillah Shalallahu ‘Alaihi wassallam) adalah sama: mengajarkan Tauhid (mengesakan Allah).*>>> klik (BERSAMBUNG)