Oleh: Dina Farhana
PASCA Aksi Damai Bela Islam Jumat 4 November 2016 yang dilakukan oleh jutaam umat muslim di seluruh Indonesia, sosok Panglima TNI Gatot Nurmantyo menjadi bahan perbincangan banyak orang.
Sosok panglima dinilai menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan serta baktinya kepada negara membuat seorang Gatot Nurmantyo menjadi idola. Terutama pada masa Aksi Damai Bela Islam II, ketika banyak pihak yang begitu memandang dengan sebelah mata aksi yang berlngsung, Panglima Gatot tampil bak pahlawan bijak.
Jendral TNI Gatot Nurmantyo adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia yang resmi menjabat sejak 8 Juli 2015. Jendral kelahiran Tegal, 13 Maret 1960 ini memiliki semangat perjuangan yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagi Panglima TNI untuk menjaga kesatuan NKRI. Dari sikap dan perkataan Jendral menunjukkan bahwa ia memiliki keshalihan dan ketaan terhadap agamanya.
Dalam sebuah acara Maulid akbar di Masjid Istiqlal Jakarta pada kamis 11/9/2016, yang turut dihadiri oleh panglima dan sejumlah ulama-ulama lainnya, KH. Muhammad Arifin Ilham dalam sela pembicaraannnya menyampaikan pujian terhadap panglima Gatot Nurmantyo karena amalan-amalan kebaikan yang menjadi rahasia sang jendral.
“Baru saja berbuka puasa bersama Panglima TNI jendral Gatot Nurmantyo yang hobinya menjaga wudhu, shalat di awal waktu, berjamaan di Masjid, dan sujud syukur setip lima waktu,” ujar KH Arifin Ilham.
Melihat sejarah TNI, mengingatkan bangsa Indonesia terhadap seorang panglima pertama di Indonesia, yaitu Jendral Soedirman. Jendral Gatot Nurmantyo ternyata sangat mengagumi dan meneladani sikap Jendral Soedirman. Pada Peringatan Hari Santri Nasional dan Peringatan Resolusi Jihad di Tugu Proklamasi, Kamis (22/10/2015), Jendral Gatot membeberkan rahasia 3 jimat panglima besar jendral Soedirman.
Panglima TNI Ingatkan Penjajahan Asing dengan Kuasai Media Massa
Gatot menyebutkan, jimat pertama adalah wudhu. Kedua, shalat tepat waktu, dan jimat terakhir mengabdikan diri dengan tulus ikhlas membela Tanah Air. Tiga jimat Jenderal Soedirman inilah yang membawa kemenangan saat perang melawan penjajah.
Jendral Soedirman ialah soosk yang berjuang mempertahankan kesatuan RI hingga titik darah penghabisan dan beliau juga merupakan sosok seorang yng sangat menjaga shalatnya. Dalam masa sakitnya, Jendral Soedrirman masih melakukan perang gerilya untuk menaklukan serangan agresi militer II belanda. Meski sakit, Soedirman tetaplah tangguh dan semangat dalam memimpin pasukannya dalam berjihad, serta menjadi tanggung jawabnya sebagai panglima untuk berjuang demi tanah airnya. Dalam menyamangati pasukannya, Jendral Soedirman pernah mengungkapkan:
“Kita sandarkan perjuangan kita sekarang ini atas dasar kesucian, kita yakin, bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak akan melalaikan hamba-Nya yang memperjuangkan sesuatu yang adil berasaskan kesucian bathin. Jangan cemas, jangan putus asa, meski kita sekalian menghadapi macam-macam kesukaran dan menderita segala kekurangan, karena itu kita insya Allah akan menang, jika perjuangan kita sungguh berdasarkan kesucian, membela kebenaran dan keadilan. Ingatlah pada firman Tuhan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 138 yang berbunyi: “Walaa tahinu walaa tahzanuu, Wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, yang artinya “Janganlah kamu merasa rendah, jangan kamu bersusah hati sedang kamu sesungguhnya lebih baik jika kamu mukmin.”
Paglima besar Jendral Soedirman selalu selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu semangat dan konsisten dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Setelah perang Gerilya, Jendral Soedirman mengalamai penyakit TBC. Sakit yang sudah dideritanya sejak sebelum perang Gerilya, bertambah parah hingga soedirman meninggal karna penyakit yang dideritanya.
“Aku bangga sekali, Bu, sepanjang hidupku Gusti Allah senantiasa memberikan jalan yang sederhana, dekat dengan alam, anak-anak dan rakyat yang hidup dan pikirannya sederhana. Rasanya tugasku sudah selesai. Kalaupun pada akhirnya di-pundut Sing Kagungan, aku rela,” ujar Soedirman kepada ibunya sebelum menutup mata. (E.Rokajat Asura, Kupilih Jalan Gerilya, Eminat,2015)
Hikmah dari kisah Jendral Soedirman dan Jendral Gatot Nurmantyo, memberikan sebuah pelajaran berharga, bahwasanya jabatan yang tinggi dan juga senjata yang memadai tidak ada gunanya jika tidak taat kepada ilahi. Kekuatan kuasa Allah, lebih tinggi daripada jabatan dan senjata yang dimiliki.
Apakah I’tikad Jenderal Gatot pada Islam itu tulus atau politis, hanya Allah yang Maha Tahu.
Yang jelas, kita bisa melihat Jendral Soedirman bagaimana beliau mensandarkan perjuangannya hanya kepada Allah untuk selalu senantiasa menolong dalam perjuangannya. Meski senjata pada saat itu tidak memadai, Jendral soedirman tetap dengan teguh dan semangat jihad yang tinggi melawan kemungkaran.
Soedirman percaya bahwa kemenangan akan didapatkan melalui perjuangan membela kebenaran dan keadilan, dengan disandarkan perjungannya kepada kuasa Tuhan.
Ketaatan kepada Allah adalah manifestasi kelemahan manusia yang membutuhkan kekuatan kuasa Allah dalam segala hal. Jabatan tinggi sebagai panglima, tidak ada artinya jika tidak bertaqwa kepada Allah. Bahkan jabatan panglima yang sementara di dunia, menjadi pertanggung jawaban ia kepada Allah di akhirat kelak.
Begitu pula dalam perjuangan, sebanyak dan sekuat apapun prajurit maupun senjata yang dipunya, jika perjungan tidak disandarkan kepada Yang Maha Kuasa, maka perjuangan akan sia-sia. Karena kuasa Allah diatas senjata.*
Mahasiswa Pendidikan Sejarah, UHAMKA