Oleh: Imani
TIGA remaja di Jember, Jawa Timur, tewas usai menggelar pesta miras oplosan. . Para korban mencampur alkohol 70% dengan pil jenis trek. (Sindonews.com, Minggu, 10 April 2016). Berita ini semakin menambah daftar panjang korban peredaran miras.
Selain Miras, penggunaan Narkoba pun sangat dekat dengan remaja. Menurut laporan yang dimuat Republika.co.id , berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN), terdapat sekitar 1,1 juta pelajar dan mahasiswa Indonesia terlibat penyalahgunaan narkoba. “Tingginya angka ini karena rumitnya penanganan masalah narkoba dan juga didorong oleh pesatnya ilmu pengetahuan, teknologi, transformasi,farmakologi dan teknologi informasi, maka semakin sulit mengatasi masalah ini,” kata Kapus Cegah Lakhar Anang Iskandar saat penyuluhan narkoba kepada 200 pelajar SLTA di Banda Aceh, Senin.
Menurut Anang, BNN beserta jajarannya bersama-sama menangulangi bahaya penggunaan narkoba dengan cara menurunkan “demand and supply”.
“Kita juga memberikan penyadaran kepada seluruh masyarakat yang rentan terhadap pengaruh penyalahgunaan narkoba supaya mereka memahami dan menemukan cara menolak, menghindari bahkan melawan peredaran gelap narkoba yang ada dilingkunganyya,” kata Anang. “Melalui kegiatan alternatif, Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), BNN mengharapkan agar para insan terdidik dapat menggali potensinya dalam mengaplikasikan kreasi dan gaya hidup sehat tanpa narkoba,” katanya.
Maraknya peredaran narkoba sangat parah. Negeri muslim terbesar ini kini masuk dalam kategori darurat narkoba. Tercatat jumlah pengguna narkoba saat ini sudah mencapai 4 juta orang lebih. Angka meninggal dunia tercatat 30-50 orang setiap hari. Banyaknya pelaku yang berhasil ditangkap.
Pemerintah menghalalkan miras.
Pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba dan Miras demi melindungi remaja dan menyelamatkan bangsa. Namun tdk diiringi kebijakan komprehensif menutup semua pintu peredaran narkoba dan miras . Terdapat Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan miras terdapat pada Perpres No. 74/2013 tentang pengendalian minuman beralkohol (mihol), yang ditandatangani SBY pada 6-12-2013. Melalui peraturan itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol sebagai barang dalam pengawasan. (lihat, Republika.co.id, 3/1/2014.
Perpres itu menegaskan bahwa khamr pada dasarnya tidak dilarang. Hanya, produksi dan peredaran/penjualan khamr diatur dan diawasi. Pasal 3 ayat 3: “Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan minuman beralkohol dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya.”
Perpres itu membagi minuman beralkohol (mihol) dalam tiga golongan. Golongan A, mihol dengan kadar etanol sampai 5%. Golongan B, mihol dengan kadar etanol 5 – 20 %. Dan golongan C, mihol dengan kadar etanol 20 – 55 %.
Menurut Perpres ini, mihol hanya boleh diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari Menteri Perindustrian; atau diimpor oleh pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan mihol hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari Kepala BPOM Kemenkes. Dan dari Pasal 4 ayat 4, mihol hanya dapat diperdagangankan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan Minuman Beralkohol dari Menteri Perdagangan.
Pasal 7, mihol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di: a. Hotel, Bar, dan Restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; b. Toko bebas bea; dan c. Tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta. Di luar tempat-tempat tersebut, mihol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Perpres ini juga memberikan wewenang kepada Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta menetapkan pembatasan peredaran mihol dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal.
Jadi Perpres itu jelas melegalkan mihol (khamr). Menurut Perpres itu, khamr legal untuk diproduksi dan diimpor, asal mendapat izin. Khamr juga legal untuk dijual ditempat tertentu asal ada izin. Bahkan khamr golongan A boleh dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan, seperti dalam botol, kaleng, kemasan pack, dan sebagainya.
Bukan Demi Kemaslahatan Umat.
Meski diklaim Perpres itu untuk melindungi masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya. Perpres itu ibarat membuka pintu kerusakan. Sebab khamr (miras) adalah pintu kerusakan, induk keburukan. Nabi saw memperingatkan:
«الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً »
“Khamr itu adalah induk keburukan dan siapa meminumnya, Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadha’iy)
Menurut WHO sebanyak 320.000 orang di dunia meninggal per tahun karena penyakit berkaitan dengan alkohol. Di daerah, Kapolres Kendari AKBP Anjar Wicaksana, pernah menyebutkan, penyebab kejahatan yang banyak terjadi dalam kurun waktu Bulan Juni 2013 sekitar 80% dimulai dari konsumsi miras (baubaupos.com/16/7/2013). Sementara itu Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes (Pol) Agus Rianto mengemukakan, kecelakaan yang disebabkan pengendara mengkonsumsi miras hingga pertengahan tahun 2013 ada 49 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya (jaringnews.com/12/8/2013). Begitu pula sudah banyak diungkap, para pelaku kejahatan biasanya menenggak khamar sebelum beraksi.
Di sisi lain, yang untung jelas para “pebisnis khamr”. Sebab bisnis jalan terus, uang pun terus mengalir, meski sedikit terpengaruh. Negara juga mendapat pemasukan dari cukai dan pajak mihol. Ironisnya, semua itu dengan mengorbankan kemaslahatan masyarakat pada umumnya. Semua itu terjadi karena yang dijadikan pegangan adalah ideologi sekuler demokrasi kapitalisme. Demokrasi menyerahkan pembuatan hukum kepada manusia. Sementara, doktrin ekonomi kapitalisme, menganggap khamr, sebagai barang ekonomis, selama ada permintaan, harus dipenuhi. Maka tidak boleh dilarang, hanya diatur saja.
Pengharaman Khamr dalam rangka Menjaga akal Manusia
Berbeda dengan peraturan buatan manusia itu, dalam Islam khamr adalah haram. Ini merupakan implementasi dari firman Allah Subhanahu Wata’ala:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90)
Rasul saw. menjelaskan bahwa semua minuman yang memabukkan merupakan khamr dan haram.
«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ»
“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR Muslim)
Keharaman khamr itu berlaku baik sedikit ataupun banyak.
«مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ»
“Apa (minuman/cairan) yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya adalah haram” (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Khamar itu haram dijual. Rasul saw. menegaskan:
«إِنَّ الَّذِي حُرِّمَ شَرْبُهَا حُرِّمَ بَيْعُهَا»
“Sesungguhnya apa yang diharamkan meminumnya maka diharamkan pula menjualnya.” (HR Muslim)
Selain itu, terkait Khamr ada sepuluh pihak yang dilaknat. Dari Anas bin Malik bahwa Rasul saw bersabda:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ r فِي الخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا، وَالمُشْتَرِي لَهَا، وَالمُشْتَرَاةُ لَهُ»
“Rasulullah saw melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak: yang memerasnya, yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli dan yang dibelikan.” (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah)
Dari semua itu, maka Islam tegas melarang dan mengharamkan khamr. Juga melarang penjualan khamr dan sepuluh pihak lainnya. Itu artinya, khamr dilarang beredar di masyarakat.
Dan siapa saja yang minum khamar, sedikit atau pun banyak, jika terbukti di pengadilan, maka dalam Islam ia dijatuhi sanksi jilid sebanyak 40 atau 80 kali. Anas menuturkan:
«كان النبي r يَضْرِبُ فِي الخَمْرِ باِلجَرِيْدِ وَالنَّعَالِ أَرْبَعِيْنَ»
“Nabi Muhammad saw. mendera orang yang minum khamar dengan pelepah kurma dan terompah sebanyak empat puluh kali dera.”(HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Ali bin Abi Thalib juga menuturkan:
«جَلَّدَ رَسُوْلُ اللّهِ r أَرْبَعِيْنَ، وَأبُو بَكْرٍ أَرْبَعِيْنَ، وعُمَرُ ثَمَانِيْنَ، وَكُلٌّ سُنَّةٌ، وهَذَا أحَبُّ إِليَّ»
“Rasulullah saw. mencambuk (orang minum khamr) empat puluh kali, Abu Bakar mencambuk empat puluh kali, Umar mencambuk delapan puluh kali. Masing-masing adalah sunnah. Dan ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim)
Sementara untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir. Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera.
Ini sangat bertolak belakang dengan sistem kehidupan kita saat ini. Begitu mudahnya orang mendapatkan minuman keras karena negara membolehkan minuman beralkohol dengan kadar kurang dari 5 persen. Bahkan tidak ada aturan negara yang melarang seorang muslim menenggak khamr. Tidak ada larangan memproduksi khamr. Bahkan salah satu pabrik bir besar di Jakarta, sebagian sahamnya adalah milik pemerintah.
Wahai Kaum Muslimin
Dengan bekal ketakwaan individu yang senantiasa dipupuk oleh negara, maka individu akan enggan menyentuh khamr. Negara pun tidak boleh memfasilitasi baik langsung maupun tidak langsung, terhadap peredaran khamr. Dan siapa saja yang meminum khamr dan yang terlibat terkait khamr dijatuhi hukuman syar’i tersebut. Dengan semua itu, Islam akan mampu membabat khamr, dan menyelamatkan orang dari belenggu miras.Namun semua itu hanya terwujud, melalui penerapan syariah secara kaffah. Itulah kewajiban kita yang harus segera kita tunaikan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.*
Penulis tinggal di Gresik, Jawa Timur