oleh
Arif Rahman Aiman Muchtar *)
Kedatangan saya ke Malaysia, ketika itu, sebenarnya karena ingin tahu lebih dekat dengan penyelanggaraan muktamar Partai Islam Se-Malaysia (PAS) yang diselenggarakan di Kuala Lumpur (KL). Tentu saja, tidak afghol, jika tidak sekalian melihat langsung pekembangan dakwah Islam di negara itu.
Meski waktu yang hanya sekejab, karunia yang besar dapat penulis syukuri kita bisa langsung melihat dakwah di Malaysia, khususnya banyak bertemu dan melihat langsung aktifitas PAS. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Seorang teman dekat, yang juga anggota PAS, beberapa kali mengajak langsung kampanye PAS. dari sinilah, saya kemudian mengenal lebih dekat pemimpin PAS seperti; Tuan guru Nik Abdul Aziz Nikmat, Fadzli Noor, Subki Latief, Abdul Hadi bin Haji Awang.
Keberhasilan Kelantan dalam penerapan syariat Islam, tidak bisa dipisahkan dari peranan besar Tuanku Guru Nik Abdul Aziz Nikmat, seorang pemimpin yang berhasil memadukan perkataan dan perbuatan dalam dakwah. Setelah dia terpilih menjadi menteri besar Kelantan melalui partainya. Para pengawal Tuanku Guru dari pemerintah pusat sering kecele, karena, ternyata Tuan guru sering berada di Mesjid daripada tempat dinasnya yang megah.
Bahkan THR (Tunjangan Hari Raya) nya tidak pernah dia ambil, padahal jumlahnya sanggat besar sekali, dan begitu juga, gaji bulananya sebagai Menteri Kelantan selalu dia salurkan ke rakyat Kelantan. Ini jauh berbeda dengan sikap kalangan DPR kita yang justru sibuk mempermasalahkan THR yang belum turun.
Dengan sifat zuhud dan wara nya dia terpercaya oleh pemilihnya baik yang muslim atau non muslim untuk menjabat menteri besar Kelantan, ketika itu.
Selain dikenal akhlaq nya, keberhasilan PAS dalam berdakwah khususnya di negeri Kelantan adalah pembangunan yang pesat di sektor perbankan non-ribawi dengan program ungulannya yaitu syarikah Rahn yang banyak membantu ekonomi rakyat. Larangan minuman keras dan zina terutama bagi orang Islam. Tetapi, UU wajib berjilbab di negeri itu belum terealisasi karena pemerintah pusat belum mengijinkannya. Walau demikian, pemakai busana muslimah terus meningkat tajam.
Di bidang pendidikan negeri, Kelantan bisa mengalokasikan dana yang cukup besar, yaitu 27 juta US (majalah al-Mujtama, edisi, 1264 – 1 sept 1997). Yang perlu dicatat, penguasa negeri Kelantan memberlakukan peraturan bagi pekerja perempuan yang melahirkan berhak dapat cuti kerja selama dua tahun, tentu beda dengan di negara kita. Meski Islam adalah mayoritas, pekerja perempuan diperlakukan sangat tidak manusiawi.
Pemerintah Malaysia yang sejak lama telah mencanangkan 2020 menjadi negara maju, nampaknya bukan isapan jempol. Meski pemerintah sering berusaha menekan pengaruh PAS agar tidak semakin berkembang, Kelantan termasuk negeri yang makmur di Malaysia. Para wisatawan banyak yang berkunjung ke ke negeri ini terus meningkat.
Di sektor wisata tahun 1990 hanya 60 ribu saja yang berkunjung ke Kelantan, maka untuk pada tahun 1996 jumlahnya meningkat pesat sampai lebih dari 1 juta turis domestik dan mancanegra, walamupun di Kelantan semua liburan malam/night club, perjudian, minuman keras tidak diijinkan setelah PAS berkuasa
Meski akhirnya Kelantan dan Trengganu –dua contoh penerapan Islam di Malaysia– tak lagi menang Pemilu dibanding tahun 1999, namun akhlak pemimpin negeri Kelantan, dan kezuhudan tuan guru Nik Aziz Nik Mat, adalah pelajaran penting yang bisa ditiru pemimpin Indonesia. Setidaknya, menjadikan Kelantan bisa menjadi sebuah miniatur negara Islam yang bisa ditiru dan didambakan kaum muslimin dunia. Masalahnya, mampukah pemimpin Islam Indonesia melakakukannya? Wallahu a’lam.
*). Penulis adalah Mahasiswa S3, jurusan perbandingan agama, Universitas Muahmmad V, Rabat, Maroko