oleh: Herry Nurdi
Tulisan sebelumnya
DALAM sejarah yang lebih panjang daripada yang dijajarkan oleh Jack Miles, Islam terbukti tidak anti Yahudi, apalagi Kristen. Islam bisa berjajaran akrab dengan siapa saja selama konsep lakum di nukum waliadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku) dan asas keadilan terjaga dengan baik dan benar. Tidak dengan baik saja atau dengan benar saja, tapi dengan baik dan benar.
Salah satu buktinya nampak pada sosok Umair bin Sa’ad yang ketika itu menjadi gubernur di Hims saat Umar bin Khattab menjadi khalifah kedua setelah Rasulullah wafat. Kala itu, Umair bin Saad entah karena apa kehilangan kesabaraannya dan mengeluarkan makian dari mulutnya untuk seorang dari kaum dzimmi yang berada di wilayahnya.
“Mudah-mudahan Allah mencampakkanmu ke dalam kehinaan.” Setelah sadar tentang apa yang diucapkan, ia malu karena telah merasa tidak menjaga kehormatan kaum dzimmi.
Sebagai konsekuensi atas ucapannya tersebut ia menghadap khalifah Umar bin Khattab meminta sanksi dan mengundurkan diri sebagai gubernur. Sejarah ini bisa dibaca dalam kitab Izalat ul Khifa halaman 203.
Sebaliknya, tak ada satupun sejarah yang merekam perbuatan serupa dilakukan oleh orang-orang di luar Islam. Jika seorang sahabat saja bisa berlaku demikian rupa, apatah lagi seorang Rasul, penghulu para Muslimin, Muhammad saw. Tak ada dalam sejarah selain Islam, seorang pejabat tinggi mundur dari kedudukannya karena khilaf keseleo lidah.
Sekarang tentang pertanyaan yang diajukan dan dijawab sendiri oleh Jack Miles seputar kenapa Barat dijadikan musuh oleh Islam. Kenapa Islam memusuhi Barat?
Sebab proses sekularisasi Barat yang akan menjadikan agama hanya dalam ruang lingkup pribadi saja. Jelas ini tidak bisa diterima oleh Islam, tulis Miles. Karena tipikal pemimpin-pemimpin keagamaan dalam Islam mempunyai klaim besar menjadikan dirinya lebih dari para pemimpin sipil dalam kehidupan sosial. Benarkah demikian?
Tentu saja hal tersebut tidak benar. Dan tentu saja dunia tidak bisa diseragamkan dengan sekulerisasi atau privatisasi religius yang menyempitkan ruang keagamaan dari publik menjadi urusan nafsi-nafsi.
Islam adalah the way of life, bukan seorang pemimpin agama ingin mempunyai kekuasaan lebih besar dari pemimpin sipil dalam kehidupan sosial. Ini dua hal yang berbeda dan saling bertentangan. Islam adalah jalan hidup, dan itu tidak bisa dipersempit dengan mengkonversinya sebagai dominasi personal seorang ulama sebagai penyampai ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sosial seorang penganut Islam.
Jika mau jujur, sebetulnya Barat, lebih khusus lagi Kristen dan Yahudi telah menempatkan Islam sebagai musuh demokrasi dan juga musuh Kristen dan Yahudi. Mereka memandang Islam tak ubahnya sebagai fasisme, komunisme yang akan menghancurkan perjalanan demokrasi.
Dari awal Barat tidak pernah mencoba menempatkan Islam sebagai pilihan, tapi sebagai lawan. Jika saja Barat punya sedikit saja punya itikad baik dan menempatkan Islam sebagai pilihan ideologi lalu melakukan keeping an equallity pasti penasihat ala Jack Miles ini tak pernah ada.
Sebenarnya, penasihat dan para pemikir Barat lah yang memompa terjadinya clash of civilisation. Orang-orang seperti Samuel Huntington, Francis Fukuyama, V.S. Naipaul dan juga Jack Miles ini yang menjadikan clash of civilisations tidak sekadar teori, tapi sebuah keniscayaan yang mengerikan. Para pemegang kekuasaan pun melakukan penafsiran aplikatif yang menambah runyam keadaan. Mereka tak ingin kekuasaan yang nyaman menjadi goyang akibat teori-teori benturan yang diterbitkan.
Menurut hemat saya, benturan peradaban ini sebenarnya adalah efek langsung dari ketidakadilan global yang sedang berlangsung. Saya setuju dengan Samuel Huntington bahwa benturan peradaban tak bisa dihindari, tapi saya tidak setuju dengan penyebab yang dipaparkan Huntington. Benturan peradaban ini, menurut saya, semakin tidak bisa dihindari tatkala Barat lewat Amerika dan Sekutunya ingin mengukuhkan dominasi mereka, tidak saja dalam batas-batas geografis, geopolitik dan juga geonomic tapi lebih jauh dari itu, dominasi Barat telah merusak batas-batas privatisasi yang diagung-agung sendiri oleh Barat. Dan ketika ini terjadi, ketidakadilan –yang di dalam Islam sinonim dengan kebathilan– meraja lela dan ada dimana-mana.
Maka tesis Francis Fukuyama tentang Ujung dari Akhir Sejarah menemukan antitesisnya dalam konsep Islam. Francis Fukuyama yang berpendapat sejarah telah berakhir karena tak ada lagi era yang mengalahkan demokrasi liberal yang saat ini memang sedang memegang peranan penuh dalam berbagai sistem secara internasional harus merevisi ulang bahkan menata kembali tatanan sosial yang ia susun dalam bukunya. Sebab ada Islam, dan juga kemenangannya yang akan menggantikan sistem demokrasi liberal.
Seperti yang disebutkan di atas bahwa sedang terjadi dominasi sekaligus ketidakadilan secara besar-besaran. Dalam konsep Islam hal tersebut disebut juga dengan kebathilan, dan dengan sendirinya nilai-nilai Islam akan membuat pemeluknya melakukan perjuangan. Seperti yang sudah digariskan, perjuangan tersebut akan membawa kemenangan, dan mendirikan kembali peradaban Islam yang pernah hilang untuk mensejahterakan umat manusia.
Saya sebagai Muslim percaya betul bahwa Islam yang belum mencapai titik tertinggi dalam sebuah peradaban manusia seperti yang sudah dinashkan, saya yakini sebagai al haq akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan melawan bathil.
Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap.” Sesungguhnya yang bathil itu pastilah akan kalah.” (al Israa: 81)
Saya percaya sejarah ini belum berakhir seperti yang diterangkan oleh Francis Fukuyama, karena Islam dan Muslimin belum berada pada puncak takdirnya. Kuntum khairun naas ukhrijat linnaass. Muslimin adalah sebaik-baiknya manusia yang pernah dilahirkan oleh peradaban.
Tentu saja jer basuki mawa bea, tak ada kesuksesan tanpa tebusan. Titik takdir tersebut bisa ditebus hanya dengan menghambakan diri pada Allah dengan menauladani Rasulullah. Terkesan klise dan terasa majelis taklim memang, tapi sampai saat ini kita belum mencoba menjadi hamba yang sempurna dan belum menjadi pencinta Muhammad yang paripurna.
Karenanya jalan kemenangan belum tiba. Ingat, kebathilan yang dikemas rapi dijajakan dengan menarik dan barisan yang kuat punya keniscayaan tersendiri mengalahkan kebenaran. Kemenangan yang harus kita tebus ini menuntut sedikit usaha, yakni merapikan barisan lebih rapi lagi. Memperkokoh ukhuwah lebih kokoh lagi, menempa iman lebih kuat lagi dan setiap hari selalu melontarkan pertanyaan yang sama dengan jawaban yang lebih tinggi: Sudahkah hari ini saya menjadi lebih baik dari kemarin. Jika tidak seperti itu, jangan harap kemenangan peradaban Islam akan tiba seperti durian runtuh. Jangan bermimpi!
Penulis adalah wartawan dan penulis buku