Oleh: M. Anwar Djaelani
Jawa Pos (5/5) menurunkan berita utama: “Ditembak, Usamah Tak Bersenjata” dengan sub-judul: “Klaim Pejabat Militer Pakistan, AS Mengakui”. Di paragraf pembuka ditulis: “Satu per satu ‘kebohongan’ Gedung Putih soal proses terbunuhnya Usamah bin Laden mulai terkuak. Mulai bagaimana pemimpin Al-Qaidah itu ditangkap kemudian dihabisi, kesalahan identifikasi korban meninggal lain, sampai penyebab jatuhnya salah satu helikopter yang digunakan oleh pasukan elite Amerika Serikat (AS), Navy Seal, yang melakukan operasi 40 menit tersebut”.
Memang, saat kematian Usamah dipastikan oleh Presiden AS Barack Obama pada 2/5/2011 lewat sebuah pernyataan resmi, tak sedikit yang langsung ingat ayat ini: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS Al-Hujuraat [49]: 6).
Banyak yang meragukan kematian Usamah. Saat beredar foto Usamah mati dengan kepala berdarah, seorang pengamat telematika kenamaan di Indonesia menilainya palsu (www.inilah.com 3/5/2011).
“Usamah Masih Hidup Koq,” Ledek Anak-Anak Muda Pakistan. Kalimat itu adalah judul sebuah berita. Berikut ini petikannya: Tak semua orang percaya dengan berita yang disebarkan AS bahwa Usamah sudah mati. Anak-anak muda Pakistan pada (4/5) berdemonstrasi di luar bangunan yang diklaim AS sebagai tempat terbunuhnya Usamah. Dalam aksinya, puluhan anak muda Pakistan itu meledek AS dan meneriakkan kata-kata “Usamah masih hidup!”
Sementara, warga Abbotabad di sekitar lokasi tempat penyerbuan Usamah, cuma bisa berbisik-bisik mengungkapkan ketidakpercayaan mereka atas berita yang disebarluaskan AS.
Kita memang layak memertanyakan kebenaran kematian Usamah, sebab sejauh ini tidak ada bukti yang meyakinkan dan hanya berdasarkan pernyataan Obama. Terlebih lagi, pertama, jika mengingat sebelumnya Usamah juga sudah berkali-kali diberitakan mati dan semuanya tak terbukti (baca: “Usamah Bin Ladin ‘Mati’ Berkali-kali di hidayatullah.com (3/5).
Kedua, ini alasan paling penting, karena selama ini AS mudah berbohong. Misalnya, dulu George W Bush (saat menjabat Presiden AS) menyebut ada senjata pemusnah massal di Iraq sehingga negara itu patut diserang. Tapi, bahkan sampai sekarang, terbuktikah itu?
Andaipun berita kematian itu benar, kitapun tetap bertanya: Pertama, tak adakah usaha serius dari AS untuk menghindari terbunuhnya Usamah, yang dengan demikian warga dunia lalu punya kesempatan mendengarkan “cerita asli” dari orang yang selama ini secara sepihak dituduh sebagai teroris? Kedua, mengapa jasad Usamah dikubur (untuk tak menyebut dibenamkan) di laut? Ada apa?
“Teroris” atau Pahlawan?
“Teroriskah” Usamah? Sampai hari ini, publik kerap tak adil dalam menentukan siapa “teroris” itu. Misal, siapakah yang “teroris”, Hamas-Palestina ataukah Israel?
Pada 2001 terbit buku berjudul “Jihad Usamah versus Amerika” karya Adian Husaini. Disebutkan, Usamah lulus dari Teknik Sipil Universitas King Abdul Aziz Jeddah bersamaan dengan invasi Uni Soviet di Afghanistan pada 25 Desember 1979. Usamah lalu “Menjual dirinya kepada Allah”, demikian ia menyebut, dengan terjun ke medan jihad di Afghanistan.
“Bagi kami, Usamah adalah pahlawan karena dia selalu berada di garis depan, selalu berdiri dan maju lebih dulu dibanding lainnya,” kata Hamza Muhammad, seorang Palestina (h. 37-44).
Maka, sangat beralasan jika Usamah menolak stigma sebagai teroris atas dirinya, dengan mengatakan: “Agama kami diserang. Mereka mengancam kehormatan kami dan harga diri kami. Jika kami protes menentang ketidakadilan itu, lantas kami disebut teroris” (h. 47).
Bahkan, sesungguhnya, Usamah sudah tak peduli lagi dengan label. Dengan lantang dia pernah berkata: “Jika memang mengobarkan jihad melawan Yahudi dan Amerika untuk membebaskan Al-Aqsa dan Ka’bah dianggap sebagai tindakan kejahatan, biarlah sejarah menjadi saksi bahwa saya adalah seorang penjahat” (h. 51).
Bagaimana dengan AS? Di kata pengantar buku itu, sang penulis mengritisi: “Apa definisi terorisme? Apakah aksi-aksi Amerika dan Israel di Libya, Iraq, Sudan, Palestina, dan berbagai belahan dunia lainnya bukan aksi terorisme?” (h. x). Untuk menjawabnya, sang penulis meminjam pendapat Prof. Edward S. Herman dari University of Pennsylvania yang di bukunya -“The Real Terror Network: Terrorism in Fact and Propaganda”- menulis: “Sejak puluhan tahun, Amerika telah melakukan kebijakan yang tidak konsisten (seenaknya sendiri) tentang terorisme” (h. 121).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sungguh, sekarang memang berlangsung perang opini: siapa menilai siapa? Di masa sekarang, Usamah disebut teroris oleh AS karena dia sosok pejuang melawan imperialisme yang dilakukan AS terhadap negeri-negeri Islam. Bandingkan, dulu, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, dan lain-lainnya saat melawan Belanda sang penjajah juga disebut sebagai “ekstrimis”. Padahal, bagi bangsa Indonesia, mereka adalah pahlawan.
Kita Yakin
Bagi siapapun yang telah berniat ikhlas “berjihad” si Jalan Allah, bagi siapapun yang telah “Menjual dirinya kepada Allah”, pastilah yakin dengan ayat ini: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di Jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki.” (QS Ali ‘Imraan [3]:169).
Bagaimana hidup mereka? Di alam mana mereka sekarang? Bagaimana pula bentuk rizki dari Allah yang mereka terima? Jawaban atas berbagai pertanyaan itu hanya Allah yang tahu. Sebagai kaum beriman, tugas kita hanya meyakininya.
Penulis peneliti InPAS (Institusi Pemikiran dan Peradaban Islam)