~“al-Masjid al-Aqsha yang tertawan tidak akan menjadi perhatian sekularisme sedikitpun.” (Syekh Muhammad al-Ghazālī)
Oleh: Qosim Nurseha Dzulhadi
Hidayatullah.com | KETIKA umat Islam di seluruh dunia menunjukkan simpati dan empati mereka kepada Palestina dan al-Masjid al-Aqsha, kaum sekular malah melakukan sebaliknya. Mereka nyindir, bahkan banyak yang nyinyir. “Di negara kita saja sedang susah, kok repot-repot bantu Palestin yang nun jauh di sana,” kata sebagian kaum nyinyir.
Yang lain ngomong, “Palestina bukan urusan kita. Itu urusan Yahudi ama Arab.” Malah ada yang senang ketika zionis-Yahudi membantai anak-anak, kaum perempuan, dan rakyat sipil yang tak berdosa di Gaza.
Yang sok intelek juga membela sang penjajah, Yahudi. Mereka menuduh bahwa Palestina salah. Yahudi benar. Palestina adalah tanah nenek-moyang mereka. Tapi, begitu ada koin mata uang Palestina yang beredar sejak tahun 1927-an mereka bungkam. Karena Yahudi mengklaim bahwa sejak 1948 mereka sudah ada di Palestina. Ternyata usia koin lebih tua dari umur Yahudi di Bumi Mikraj Nabi Muhammad itu.
Tak puas dengan nyinyiran di atas, mereka mainkan opini murahan. Tuduhkan tak berdasar pun diviralkan. Tokoh Hamas difitnah sebagai orang yang ambil keuntungan dalam perang ‘Israel’-Palestina. Ketika dibantah, mereka sebarkan opini lain.
Dan yang lebih menggelikan ada sebagian kecil suara sumbang yang mengusulkan agar orang Palestina “hijrah” saja ke daerah yang aman. Ini bukan hanya aneh, tapi usulan dungu.
Mereka lupa bahwa saudara mereka di Palestina tengah mewakili kita dalam mempertahankan Kiblat Pertama umat Islam. Atau mereka mengikuti kaum sekular yang memang senang ketika al-Masjid al-Aqsha terus dalam cengkraman zionis-Yahudi.
Dan yang lebih parah kedunguannya adalah orang yang mengusulkan agar donasi untuk Palestina diaudit. Ini jelas usulan gila dan tak beretika.
Melihat beberapa celetukan, nyinyiran, bahkan pandangan aneh di atas kita jadi bertanya: mengapa ada orang-orang yang tega berpikiran dan berpendapat demikian? Mengapa terus-menerus mereka nyinyir kepada perjuangan membela Palestina dan al-Masjid al-Aqsha? Dan, kenapa yang melakukan itu semua mengaku dirinya sebagai Muslim?
Dan ternyata, kata Syeikh Muhammad al-Ghazālī, sudah pernah mensinyalir gejala ini telah lama. Menuru beliau, kaum sekular memang “spesialis” menyerang Islam. Dan hanya Islam yang mereka serang. (Lihat, Syeikh Muhammad al-Ghazālī, “al-‘Almāniyyūn wa al-Islām”, dalam al-Haqq al-Murr, 24).
Maka, jangan heran jika kaum sekular tidak membela perjuangan Palestina dalam mempertahankan negerinya dan al-Masjid al-Aqsha.
Seharusnya mereka sadar bahwa al-Masjid al-Aqsha adalah masjid kedua setelah al-Masjid al-Haram (Mekah). Dan dian merupakan Kiblat Pertama umat Islam, sebelum dipindahkan oleh Allah ke al-Masjid al-Haram (lihat, Qs. 2: 142-150).
Dan seyogyanya mereka mengerti bahwa zionis-Yahudi adalah penjajah sejati. Merekalah teroris yang sesungguhnya. Yang telah meneror umat Islam di Palestina puluhan tahun lamanya.
Bukan malah menjadi “duri dalam daging”, “racun di balik madu”, “menggunting dalam lipatan”, bahkan “mancing di air keruh” demi “mengabdi” kepada tuan Yahudi sang penjajah. Terakhir, penulis teringat dengan pernyataan pakar kajian Yahudi dan Zionisme dari Mesir, Prof. Dr. ‘Abd al-Wahhāb al-Massīrī, yang menyebutkan;
“Akan tiba suatu masa, dimana kaum Yahudi akan muncul, padahal aslinya mereka bukan Yahudi. Mereka adalah Muslim yang berperan sebagai Yahudi. Mereka ini mewakili Israel dengan penuh penghayatan (all out).”
Akhirnya, kaum Yahudi tidak perlu tampil ke depan. Karena peran mereka sudah diambil oleh kaum Muslim yang sekular ini. Maka, yang menyerang Islam adalah umat Islam yang sudah menjadi “wayang” Yahudi itu.
Sementara sang “dalang” duduk santai mengatur lakon dan skenario di belakang layar. Akhirnya, yang perang adalah sesama Muslim: muslim yang senang mendapat secuil kenikmatan dunia tapi harus mencela Islam, memfitnah tokoh dan pejuang Islam, mengkhianati ayat Al-Quran, memanipulasi hadits Nabi, dan menyerang marwah para ulama. Memang, kaum sekular tidak akan pernah membela Palestina dan al-Aqsha. Lebih baik bela Yahudi, memerankan peran Yahudi, walaupun hanya menjadi Yahudi Pesek. Na‘udzu billah min dzalik.[]
Pengajar di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah (Medan) dan Penulis Buku Islam vs Pluralisme Agama (2019) dan Fiqih Peradaban (2020)