Para ahli mikrobiologi dalam zaman modern ini berusaha untuk membuktikan secara ilmiah mengenai kandungan kedua sayap lalat, sebagaimana hadis telah mengulasnya
Oleh: Ni’amul Qohar
Hidayatullah.com | KAJIAN mengenai hadis Nabi Muhammad ﷺ tidak hanya dipersempit untuk membahas aspek riwayah dan dirayahnya saja. Perlu diketahui bahwa aspek riwayah sendiri dapat diartikan sebagai peninjauan hadis yang dilihat dari riwayatnya, apakah hadis tersebut disandarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, para Sahabat atau Tabi’in.
Sedangkan aspek dirayah yaitu pininjaun mengenai kaidah-kaidah hadis dengan tujuan untuk mengetahui apakah hadis tersebut dapat diterima riwayatnya yang bersumber kepada Nabi Muhammad ﷺ (maqbul) atau tidak (mardud).
Selain dua aspek di atas yang telah menghidupkan keilmuan hadis. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam mengkaji hadis yaitu mengenai metodologi pemahaman hadis atau yang bisa disebut (Fiqh al-hadis).
Kajian Fiqh al-hadis ini digunakan dalam rangka mencoba menggali serta memahami isi kandungan di dalam setiap hadis Nabi. Sehingga dari nilai yang terkandung tersebut dapat diamalkan secara terus-menerus yang tidak terbatas dalam dimensi waktu tertentu.
Kita sebagai umat muslim dalam mengapresiasi ajaran Islam tidak hanya cukup dengan mengetahui pesan-pesan Allah SWT dan Rasul-Nya melalui ketaatan semata. Melainkan harus lebih jauh dalam menangkap pemahaman pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an maupun hadis, sebagai sumber utama pedoman umat muslim yang selalu selaras dengan perkembangan zaman.
Pada generasi para Sahabat tidaklah terlalu sulit dalam memahami setiap hadis Nabi. Sebab mereka bisa bertemu langsung dengan Rasulullah ﷺ, dan juga mengetahui latar belakang munculnya setiap hadis Nabi.
Sehingga ketika ada satu hadis yang tidak dipahami oleh mereka bisa langsung dikonfirmasi kepada Rasulullah ﷺ. Seperti contoh ketika Sayyidah Aisyah RA tidak bisa memahami apa yang disampaikan Baginda Nabi, karena telah bertentangan dengan Al-Qur’an, maka beliau langsung meminta penjelasan kepada Rasulullah ﷺ.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi ﷺ Beliau bersabda:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barang siapa yang dihisab, maka ia akan diazab.” Aisyah berkata, “Aku bertanya, “Bukankah Allah Ta’ala berfirman, “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah?” Maka Beliau menjawab, “Itu (pemeriksaan yang mudah) adalah disodorkan amal (lalu dimaafkan), akan tetapi barang siapa yang diperiksa secara mendalam hisabnya, maka ia akan binasa.” (HR: Bukhari)
Setelah berlalu beberapa generasi, hadis Nabi mulai tampak sulit untuk dipahami, baik itu dari redaksi kata-katanya yang telah dianggap asing, maupun isi kandungannya yang telah dianggap bertentangan dengan riwayat hadis lainnya.
Sampailah pada zaman yang modern saat ini, hadis Nabi tidak lagi hanya dianggap bertentangan satu sama lain, melainkan juga bertentangan dengan logika maupun pengetahuan modern. Hadis dianggapnya tidak familiar bahkan sampai tidak masuk akal.
Hal semacam ini yang biasanya dilakukan oleh sebagian kaum untuk mengkritik setiap hadis Nabi. Salah satu contoh hadis Nabi yang dianggap tidak logika dengan ilmu pengetahuan yaitu tentang dua sayap lalat yang satu mengandung racun, dan yang satunya lagi mengandung obat.
Redaksi hadisnya sebagai berikut:
إِذَا سَقَطَ الذُّبَابُ فِى شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ ، فَإِنَّ فِى أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَفِى الآخَرِ شِفَاءً
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Jika seekor lalat jatuh ke dalam minuman kamu, makan benamkanlah (lalat itu sepenuhnya ke dalam minuman itu), dan kemudian buanglah (lalat) itu. Karena sesungguhnya pada sebelah sayapnya terdapat penyembuh (obat), manakala pada sebelah yang lain terdapat penyakit.” (HR: Bukhari)
Muhammad Rasid Ridha memberikan komentar mengenai isi kandungan hadis tersebut yang mengatakam bahwa hadis ini ganjil karena dua alasan. Pertama dilihat dari segi Rasulullah ﷺ hadis ini melanggar dua prinsip utama, yaitu: tidak menasihati agar menghindari sesuatu yang buruk, dan tidak menasihati agar mengindarkan diri dari sesuatu yang kotor.
Kedua, kemajuan ilmu pengetahuan tetap tidak mampu mengetahui apa bedanya antara kedua sayap lalat. Jika perawinya tidak membuat kesalahan dalam meriwayatkan hadis tersebut, maka hadis ini dipandang sebagai ilham dari Allah SWT.
Berbeda dengan Ibnu Hajar al-Asqalani yang memberikan penjelasan bahwa suatu kebenaran jika sesekor lalat di salah satu sayapnya terdapat obat. Namun beliau belum memastikan sayap yang mana, kanan atau kiri yang mengandung obat atau panyakit itu.
Dalam ilmu biologi sendiri disebutkan bahwa bakteri bisa dimusnahkan dengan antibiotik. Jika hal ini digunakan untuk memahami konteks hadis di atas, dapat diibaratnya ketika suatu penyakit terdapat di sayap kiri lalat tersebut berupa bakteri, virus atau sejenis patogen lainnya, maka bisa dimusnahkan oleh sayap kanan yang mengandung sejenis antibiotik.
Nabi Muhammad ﷺ di dalam hadis di atas menganjurkan untuk membenamkan seluruh bagian lalat ke dalam wadah minuman lalu lalatnya dibuang. Karena jika tidak membenamkan seluruhnya, ditakutkan bahwa sayap yang terbenam merupakan sayap yang ada penyakitnya.
Para ahli mikrobiologi dalam zaman modern ini berusaha untuk membuktikan secara ilmiah mengenai kandungan kedua sayap lalat. Seperti yang sudah dilakukan oleh Dr. Rehan Muhammed Atta, seorang dokter lulusan Universitas Kairo.
Ia membuktikan bahwa dua sayap lalat memiliki kandungan yang berbeda. Sayap lalat yang kiri ditemukan bakteri dan fungi yang berkembang. Sedangkan pada sayap yang kanan tidak ditemukannya mikroorganisme patogen, baik itu bakteri maupun fungi.
Dr. Reham Muhammed Atta melakukan penelitian ini dengan cara mengambil ekstrak sayap kanan maupun kiri lalat, lalu diinkubasi yang dilihat di bawah mikroskop.
Terakhir jika ditinjau dari segi hukum fiqihnya dalam memahami isi kandungan hadis (Fiqh al-hadis) di atas, menurut Imam Syafi’I hal ini berkaitan dengan masalah najis. Terdapat dua pendapat mengenai permasalah ini, yaitu ada yang mengatakan najis dan ada juga yang mengatakan tidak najis.
Namun pendapat yang kuat mengatakan bahwa lalat yang masuk ke dalam makanan atau minuman tidaklah menyebabkan najis, sebab lalat sendiri merupakan insecta (serangga) yang tidak memiliki pembuluh darah. Jika dihukumi najis maka Rasulullah ﷺ tidak akan memberikan anjuran membenamkan seluruh bagian lalat ke dalam makanan dan minuman. Wallahu A’lam Bishawab.
Mahasiswa aktif di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakart dan santri Pondok Pesantren Kreatif Baitul Kilmah, asuhan Dr. KH. Aguk Irawan, MA, tempat belajar mengaji kitab