Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Fariza Yuniar Rakhmawati
Relativisme moral bertolak belakang dengan posisi nilai moral dalam Islam. Islam mengatur moralitas manusia melalui konsep ‘akhlaq’ yang berasal dari kata ‘kholaqo’ yang terkait dengan kata ‘Kholiq (Tuhan/Pencipta)’.Perilaku manusia disebut bermoral jika mengacu pada nilai-nilai Ketuhanan.Keyakinan pada Allah Subhanahu Wata’ala yang mutlak artinya percaya pada nilai moral universal manusia berasal dariNya. Aturan Islam yang berasal dari Allah Subhanahu Wata’ menjadi standar absolut tentang perilaku yang benar dan salah, sehingga tidak terdapat kerancuan pedoman perilaku seorang Muslim.Landasan moralitas dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, dan ijtihad ulama.
Nilai moral atas perilaku LGBT dalam Islam telah jelas diatur pada Al-Qur’an dan Hadist. Larangan perilaku LGBT tertuang dalam Al-Qur’an SuratAl-A’raaf (7) ayat 80-81:‘Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” Selanjutnya hadist yang melarang perbuatan LGBT yakni: ‘dari Ibnu Abbas RA, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda yang artinya, “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali).” (HR. Nasa’i)’.
Namun demikian yang memprihatinkan terdapat akademisi dengan pandangan liberal yang memberikan justifikasi perilaku LGBT dengan mengatasnamakan Islam.Musdah Mulia, guru besar UIN Jakarta, menyebutkan homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam (The Jakarta Post, 2008). Homoseksualitas dipandang merupakan sesuatu yang kodrati, sehingga yang dilihat hanya ketakwaan, bukan orientasi seksual. Pedoman nilai moral dalam Islam ditafsirkan ulang secara serampangan demi pembelaan pada perilaku LGBT.
Pandangan liberal memang pada dasarnya menganggap aturan dalam Islam bersifat relatif. Al-Qur’an, hadist, dan ijtihad ulama dituding merupakan produk manusia karena berbentuk bahasa manusia, sehingga bisa dimaknai semaunya.
Wacana Tandingan Gerakan Pro LGBT
Pembelaan yang mengarah pada pemberian kuasa pada kelompok pro LGBT bersifat destruktif pada moralitas generasi penerus di Indonesia. Toleransi pada perilaku LGBT akan mengarah pada semakin meluasnya penyimpangan orientasi seksual di masa depan. Hal ini patut diwaspadai mengingat generasi Indonesia selanjutnya membutuhkan lingkungan yang sehat untuk bisa menjadi pemimpin bangsa yang hebat.
Doktrin relativisme moral memburamkan identitas generasi Muslim. Generasi yang menganut paham relativisme moral tidak akan bisa menjadi Muslim yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Relativisme moral berimplikasi pada meragukan kebenaran diri dan tidak diperkenankan menyalahkan orang lain. Semua pihak dikatakan benar dengan variasi kebenaran masing-masing. Jika tidak meyakini kebenaran, seorang Muslim tidak lagi memiliki dasar untuk mengajak pada kebenaran (Husaini, 2009).
Dengan demikian diperlukan upaya membendung dogma relativisme moral dalam perilaku LGBT. Umat Islam perlu bersama-samamembangun wacana tandingan atas gerakan pro LGBT dalam berbagai ranah: keluarga, masyarakat, pendidikan, dll. Diseminasi wacana atas perilaku orientasi seksual pada sesama jenis (SSA/ Same Sex Attraction) sebagai penyimpangan perilaku perlu kembali digaungkan. Selanjutnya umat Islam selayaknya merangkul kelompok dengan orientasi seksual menyimpang untuk bisa kembali pada fitrah manusia sesuai ketetapan Allah Subhanahu Wata’ala, bukan berperilaku sekehendak manusia sendiri.*
Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Malang, alumni Sekolah Pemikiran Islam Malang angkatan ke-2